Di era digital, kreativitas untuk semakin produktif berkarya semakin luas. Dunia digital memungkinkan generasi muda untuk menjadi konten kreator. Mereka yang menyukai dunia seni pun bisa menjual karya digitalnya melalui NFT.
Tema-tema terkait konten kreator dan NFT menjadi bahasan dalam rangkaian acara Kompasfest presented By BNI yang berlangsung pada 19-20 Agustus 2022. Pada hari kedua, Sabtu (20/8/2022), ada konten kreator virtual Andi Adinata dan kurator sekaligus sejarawan seni Farah Wardani. Keduanya hadir dalam sesi klass secara daring.
Dalam sesi “Life Through Screen”, Andi berbincang seputar virtual Youtuber. “Virtual Youtuber adalah kreator konten digital dalam bentuk virtual, yaitu dalam animasi dua dimensi atau tuga dimensi,” jelas Andi. Karena hadir dalam bentuk virtual, suara dari seorang virtual Youtuber akan diisi oleh seorang pengisi suara asli.
Menurut Andi, awal mula kemunculan virtual Youtuber berasal dari Jepang. Virtual YouTuber mulai dikenal sejak munculnya seorang virtual Youtuber bernama Kizuna A.I dari Jepang pada tahun 2016. Sedangkan, di Indonesia mulai berkembang sekitar tahun 2018, namun baru menjadi lebih populer pada awal tahun 2020, saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Menurut Andi, hal ini disebabkan oleh banyaknya orang lebih banyak menghabiskan waktu rumah, sehingga mereka cenderung mencari hiburan yang dekat dengan mereka.
Andi memulai kariernya sebagai virtual Youtuber pada tahun 2019. “Saya ingin menjadi virtual YouTuber karena punya passion dalam berkarya, menciptakan konten, dan menghibur orang lain,” aku Andi.
Sebenarnya, kata Andi, konten yang dibuat oleh dirinya tidak jauh berbeda dengan konten yang biasanya diproduksi oleh kreator konten pada umumnya. “Beberapa contoh konten populer untuk virtual YouTuber adalah cover lagu populer, gameplay, free talk, skit komedi, dan masih banyak lagi,” ujar Andi.
Akan tetapi, menurut Andi, setiap konten kreator virtual bisa memiliki kekhasan sendiri. “Karena sebenarnya ada banyak sekali konten yang dapat dibuat oleh virtual YouTuber,” jelasnya. Contoh dari konten unik yang pernah dirilis oleh Andi adalah memadukan dunia tiga dimensi dan dunia nyata dengan membuat sebuah video perjalanan virtual Andi ke Bundaran HI, Jakarta.
Ada satu pendapat mengenai pembuatan konten yang diungkapkan oleh Andi, yaitu, “Sedikit lebih berbeda lebih baik daripada sedikit lebih bagus.” Andi berpendapat bahwa originalitas merupakan keunikan yang harus dimiliki oleh masing-masing virtual YouTuber. “Itu juga bisa menjadi landasan virtual YouTuber lainnya dalam membuat konten,” katanya.
Selama menjado konten kreator virtual, Andi kerap mendapat sejumlah komentar negatif berupa kalimat kebencian, namun ia mengaku bahwa ia tidak terlalu mempedulikan hal tersebut. Jika komentar negatif yang didapatkannya berupa kritik yang membangun, komentar tersebut akan Andi terima.
Salah satu tantangan lainnya yang dihadapi oleh Andi adalah menjaga konsistensi dalam membuat konten. “Konsistensi dalam membuat konten itu saya jadikan tantangan yang tidak membuat saya merasa down, namun saya bisa mencoba untuk melewatinya,” jelasnya. Ketika sedang merasa kelelahan, Andi biasanya akan melakukan aktivitas yang dapat menyegarkan pikirannya, seperti bermain gim atau berjalan-jalan.
Karya seni dipasarkan di NFT
Saat ini, banyak seniman yang melebarkan sayapnya dengan menjual karya seninya dalam bentuk NFT. Karya seni yang dijual melalui NFT semakin banyak. Kesadaran masyarakat untuk lebih mengapresiasi kesenian juga termanifestasi dalam banyaknya pameran kesenian yang diadakan di ruang-ruang publik.
Melalui kelas daring bertajuk “Delive in the Liberating World of Art”, Farah Wardani menjelaskan mengenai bagaimana edukasi membantu memilih perjalanan seniman. Menurut Farah, meski sekarang ada banyak seniman yang tidak memiliki latar belakang ilmu kesenian, dasar-dasar dan disiplin dari ilmu kesenian tidak boleh dikesampingkan. Hal ini dikarenakan dasar dan disiplin dari ilmu kesenian tersebut dapat memberikan landasan dasar bagi seorang seniman untuk berkarya. “Bagi saya, itu masih menjadi suatu hal yang perlu dilestarikan dan harus diajarkan turun temurun,” kata Farah.
Masa depan bagi mahasiswa jurusan seni tidak lagi terkungkung oleh stereotipe seperti tahun-tahun yang lalu. Dibandingkan dengan di masa lalu, lanskap akademik jurusan seni saat ini sudah sangat meluas dan memungkinkan bagi para lulusan jurusan seni untuk bekerja di beragam posisi. “Lulusan jurusan seni tidak harus selalu menjadi seniman, namun juga bisa memilih alternatif pekerjaan lain, seperti produser pameran,” ujar Farah.
Sebagai seorang kurator yang berpengalaman dalam dunia seni, Farah memiliki cara-cara tersendiri untuk mengapresiasi kesenian. Ada 3 hal yang menjadi standar bagi Farah untuk mengapresiasi seni, yaitu konsep, sensibilitas artistik, dan relevansi. Farah juga berpendapat, “Karya seni bukan berbicara tentang sebuah medium tertentu, namun mengenai tema yang dibawakan atau menyodorkan pengetahuan tentang medium tertentu.”
Menurut Farah, sebelum pandemi, seni di Indonesia bisa dibilang lebih mapan dan dapat bersaing secara global, serta lebih diakui di Asia. Kesenian di Indonesia juga sudah bukan lagi sesuatu yang niche, melainkan sesuatu yang menjadi konsumsi masyarakat umum.
“Ketika pandemi, kesenian itu semakin berkembang. Kesenian menjadi fenomena baru lewat NFT.Sangat senang melihat regenerasi seni yang ada di Indonesia,” kata Farah.
Bagi Farah, dampak seni secara umum adalah seni adalah sesuatu yang membebaskan, membuka mata dan hati. Hal itulah yang menjadi keunikan tersendiri dari seni. “Seni juga membuka persepsi, menjadi mediasi bagi hal-hal yang tabu, dan membantu penikmatnya melihat sesuatu dari sudut pandang lain,” tambahnya.
Baca juga: Memperkaya Ilmu di Kompasfest 2022
Dengan kemajuan seni di era ini, tentunya bukan tidak mungkin jika kesenian akan menjadi sebuah relevansi baru dan menciptakan medium baru bagi seniman untuk meluncurkan karyanya, seperti NFT ataupun dunia virtual. Menanggapi hal tersebut, Farah mengungkap bahwa memang benar medium seni selalu mengikuti tren. “Namun, hal ini masih menjadi sesuatu yang harus dipelajari oleh pekerja dan dunia seni,” kata Farah.
Pada bagian akhir kelas, Farah memberikan sejumlah tips bagi para anak-anak muda yang ingin bekerja di bidang seni. “Jika ingin menjadi seniman, buatlah karya. Dari karya itu kalian bisa berjejaring, kemudian bisa membuat proyek independen,” kata Farah. Namun, sekarang ini, anak-anak muda yang ingin menjadi seniman juga bisa menjadi volunter untuk pameran seni dan berjejaring dari sana.
Jika ingin menjadi kurator seni, Farah memberikan pesan kepada para peserta kelas untuk mengembangkan kemampuan menulis yang kuat. “Bagi saya, kurator adalah pembuat narasi. Selain menyeleksi karya seni, dibutuhkan narasi yang kuat pula agar pesan dari sebuah pameran seni tersebut dapat tersampaikan dengan baik,” kata Farah.
Narasi yang kuat diperlukan untuk membangun sebuah pameran seni yang baik. Berangkat dari narasi tersebut, kurator harus mampu memilih seniman mana yang karyanya dapat membangun narasi tersebut. Hal itu akan terpampang nyata dalam pengalaman yang diberikan oleh pameran kesenian tersebut. “It’s all about narrative,” tutup Farah.
Penulis: Nadia Theresa Johari, Mahasiswa Sastra Jepang Binus University, Magangers Batch X
Comments are closed.