Para peserta bertemu secara daring setiap 2 minggu sekali melalui media zoom. Jumlah total pertemuan sebanyak enam kali. Mereka belajar bahasa dengan cara saling membantu dalam bahasa Indonesia dan Jerman melalui permainan dan diskusi yang sudah disiapkan panitia.
Pertemuan pertama dimulai dengan pembukaan program oleh ketua PPI Jerman, Reza Khasbullah, Atase Pendidikan Kebudayaan KBRI Berlin, Prof. Dr. Ardi Marwan, dan juga Kepala Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa Kemdikbud Ristek RI, Iwa Lukmana. Pada pertemuan pertama, para peserta diminta mengenalkan diri dan menjawab beberapa pertanyaan yang telah disediakan. Hal itu bertujuan agar para peserta dapat mengenal satu sama lain dan dapat menemukan tandem yang sesuai.
Pada pertemuan kedua, para peserta saling bekerjasama untukmendeskripsikan ciri-ciri fisik seseorang dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman. Pada akhir pertemuan panitia meminta peserta saling bertemu dan mendeskripsikan ciri-ciri fisik tandemnya.
Pada pertemuan ketiga, para peserta saling berdiskusi mengenai tempat wisata yang menarik di Jerman dan Indonesia. Mereka saling mengenal tempat-tempat wisata dalam bahasa Indonesia dan Jerman. Pada akhir pertemuan itu, para peserta diminta menyusun rencana wisata mereka secara bersama.
Pada pertemuan berikutnya peserta belajar dengan cara bermain permainan interaktif mengenai tema angka. Pada pertemuan tersebut, para peserta saling membantu dalam menyebutkan angka-angka yang cukup sulit dan kompleks dalam bahasa Indonesia dan Jerman. Mereka tampak antusias mengikuti sesi itu karena materi mengenai angka yang kompleks merupakan materi yang cukup sulit.
Pada pertemuan kelima, para peserta saling berdiskusi mengenai bahan masakan dalam bahasa Indonesia dan Jerman. Panitia mengenalkan sayur-sayuran dan buah-buahan dalam bahasa Jerman dan Indonesia. Pada pertemuan itu, para peserta disiapkan untuk mengenal bahan-bahan untuk membuat gado-gado, makanan khas Indonesia. Selain itu, pada akhir pertemuan, para peserta mencoba untuk bermain peran sebagai pembeli dan penjual sayur.
Kegiatan pembelajaran bahasa dua negara itu ditutup pada pertemuan keenam. Pada pertemuan terakhir tersebut para peserta merayakan selesainya program Tandem ID X DE melalui masak bersama.
Mereka membuat gado-gado secara virtual, masak-masak ini dipandu oleh Boy Tri Rizky, pengurus dari departemen Seni dan Budaya PPI Jerman yang menjadi penanggung jawab program Tandem ID X DE itu. Pada akhir program, para peserta berhasil membuat gado-gado dengan bahan-bahan yang mudah didapatkan di Jerman.
Pada pertemuan terakhir hadir kembali Ketua PPI Jerman, Reza Khasbullah, dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Berlin, Prof. Ardi Marwan. Reza berterima kasih kepada KBRI Berlin yang mendukung pelaksanaan program itu dan kepada peserta Tandem ID x DE atas partisipasinya. Ia juga memberi apresiasi kepada tim departemen seni dan budaya yang menginisiasi dan menjalankan program tersebut.
Para peserta BIPA di Jerman didominasi oleh mahasiswa Jerman yang mempelajari bahasa Indonesia di universitas, sedangkan para diaspora Indonesia yang mengikuti acara ini didominasi oleh mahasiswa dan au pair. Maren, pembelajar BIPA di Jerman sangat senang bisa berpartisipasi pada kegiatan itu.
“Terima kasih banyak, melalui kegiatan ini saya dapat mempelajari banyak hal baru“ tutur mahasiswa di Hochschule Bremen itu. Sementara Andini, diaspora Indonesia di Bayern juga bersyukur bisa berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dan Jerman itu. “Melalui kegiatan ini, saya bisa menambah kenalan baru dan berlatih kemampuan bahasa Jerman saya,” tutur Andini.
Kegiatan ditutup dengan foto bersama dan pengumuman peserta tandem terbaik. Tandem terbaik pertama diraih Filiz dan Khadijah. Peserta tandem terbaik kedua diraih oleh Luca dan Andini. Para tandem terbaik mendapat hadiah berupa voucher yang dapat mereka belanjakan.
Kegiatan Tandem ID x DE terselenggara berkat kerjasama Departemen Seni dan Budaya PPI Jerman dan Kedutaan Besar Republik Indonesia dan Rumah Budaya Indonesia di Berlin. Pantia berharap kegiatan tersebut bisa terus terlaksana di masa yang akan datang.
Penulis : Boy Tri Rizky, mahasiswa Georg-August-Universität Göttingen dan Rafif Sulthan Ramadhan, mahasiswa RWTH Aachen University.