Lindungi Bumi, Tangani Sampah Makanan

57
437

Banyak orang tidak sadar, kebiasaan membuang sampah makanan baik sisa konsumsi sendiri maupun sisa makanan secara umum akan merugikan lingkungan yang berdampak buruk pada bumi. Hal itu terjadi karena sampah makanan menghasilkan gas metana yang jumlahnya 21 kali lebih berbahaya dibandingkan gas karbon dioksida.

Demikian disampaikan inisiator Garda Pangan Dedhy Trunoyudho pada webinar “UMN Eco” yang diadakan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangerang, Banten pada Senin (13/9/2021). Dedhy mengutip dampak buruk dari pembuangan sampah sisa makanan tersebut dari  data yang dihimpun Environmental Protection Agency dalam Indeks Global Warming Potential (GWP) pada tahun 2021.

Ia juga menyatakan, orang Indonesia membuang sampah makanan sekitar 300 kg per tahun sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara kedua penyumbang pembuangan sampah makanan terbesar setelah Amerika Serikat. Ia memaparkan hal itu sesuai dengan data yang dihimpun lembaga penelitian di Inggris, The Economist Intelligence Unit pada tahun 2018. 

“Dari sudut pandang pemilik bisnis (katering), opsi membuang makanan menjadi opsi yang paling cepat, murah, dan mudah untuk dilakukan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, opsi tersebut tidak ideal karena jumlah makanan yang dibuang enggak main-main,” kata Dedhy  dalam webinar “UMN ECO” di kegiatan “Dine-In”.

UMN Eco merupakan komunitas di bawah naungan Badan Eksekutif Mahasiswa UMN yang berfokus pada pelestarian lingkungan hidup. Kegiatan “Dine-In” berupa seminar yang diadakan UMN Eco  mengangkat isu pangan yang terbuang atau sampah makanan.

Cerita digital

Enam ratus partisipan  di dalam webinar diajak untuk lebih memahami penanganan sampah makanan. Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi UMN Angga Ariestya pun mengatakan, kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah makanan dapat dibangun melalui cara bercerita digital green.

Cara bercerita tersebut merupakan penggunaan teknologi melalui komunikasi digital  yang berfokus pada pengelolaan sampah makanan. Informasi mengenai pengelolaan sampah makanan itu pada umumnya hanya melalui teman, tetangga, dan lingkungan sekitar. Namun, informasi tersebut pun perlu juga disebarluaskan melalui jejaring media digital.

Menurut studi yang ia lakukan dengan dukungan dari data penelitian oleh Larsson dan Lindfred pada 2019 tentang digital green story telling, perilaku orang yang sebelumnya tidak mengolah dan membuang makanan dengan baik dapat dibangun melalui pola hubungan yang menghubungkan dunia teknologi dengan ketahanan. 

Pembicara lain, dosen Teknik Lingkungan Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang Mayang Manguri Rahayu menerangkan sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai penyakit. “Plastik dari sampah makanan dapat menimbulkan reaksi khusus terhadap kelestarian lingkungan di tempat pembuangan akhir (TPA)-nya sendiri karena kita masih membuang sembarangan,” tambahnya.

Berdasarkan data melalui penelitian tantangan masalah lingkungan bagi kesehatan dengan cakupan wilayah se-Indonesia, ia menyatakan 39,3 persen sampah makanan dibakar pada tahun ini. Mayang menambahkan sampah-sampah tersebut ada yang dibuang ke kali atau ke tempat-tempat yang bebas untuk membuang sampah seperti tempat sampah komunal. 

Seiring perkembangan teknologi dan revolusi industri, perubahan yang terjadi di bumi itu tidak hanya karena aktivitas alam, tetapi juga manusia sebagai pelaku perusak alam. “UMN ECO”, komunitas dan organisasi, melalui kegiatannya ingin mewujudkan  edukasi sekaligus wadah untuk aksi nyata dengan mengangkat nilai SDG 13 perihal aksi segera yang perlu diambil untuk perangi perubahan iklim dan dampaknya.

Konferensi pers yang sedang berlangsung diselenggarakan oleh panitia UMN ECO, menghadirkan peserta dan ketua acara, Kamis (16/9/2021). Dokumentasi: Galuh Anisya Fitrananda.

Wawasan baru 

Setelah mengikuti webinar “Dine-In UMN Eco”, Healy Nova Angelica (17), mahasiswi Komunikasi Strategis UMN  mengatakan ia mendapatkan banyak wawasan dan ilmu baru yang sangat bermanfaat. “Saya menjadi lebih menghargai makanan supaya tidak buang-buang makanan,” ujar Hesly pada konferensi pers secara daring, Kamis (16/9/2021). 

Mengenai webinar itu, ketua UMN Eco Caristheo Bonancy (20) menyatakan, kegiatan tersebut  tidak diwajibkan bagi mahasiswa-mahasiswi, tetapi urgensi untuk menyelenggarakan acara itu sangat besar. “Untuk itu, seluruh mahasiswa dan siapa pun yang ikut “Greenate” (kegiatan yang berfokus pada aksi nyata melindungi bumi) bisa belajar soal sampah makanan dan bagaimana benda itu bisa menjadi suatu hal yang berbahaya bagi Indonesia,” jelas mahasiswa Jurusan Film dan Animasi UMN tersebut. 

“Sejauh aku mengerjakan ini, tidak ada tantangan. Untuk buat konsep, segala macam, teknis itu bisa dibilang lancar,” kata Koordinator Acara “UMN Eco” Luis Centuri (20). Mahasiswa yang juga kuliah di Jurusan Film dan Animasi UMN itu menerangkan, kegiatan tersebut telah sesuai dengan timeline yang ditentukan. Namun, terdapat kendala yang dianggapnya hal-hal kecil yang seharusnya tidak terjadi. Luis menyebutkan belum begitu puas akan pelaksanaan acaranya. Oleh kebab itu, akan ada acara “UMN Eco” berikutnya yang akan lebih berdampak besar. 

Panitia berharap Greenate, kegiatan dari UMN Eco, yang mencakup dine-in (webinar) dan take-away (tiga kegiatan interaktif)  diharapkan menambah wawasan baru peseta mengenai pengelolaan sampah. Bumi yang berusia lebih dari 4,03 miliar tahun dan menjadi tempat tinggal manusia perlu dilindungi melalui penanganan sampah makanan yang dampaknya berbahaya. 

Reporter :  Kompas Corner Universitas Multimedia Nusantara/ Maria Oktaviana. 

Fotografer : Kompas Corner Universitas Multimedia Nusantara/ Galuh Anisya Fitrananda.

Editor :  Kompas Corner Universitas Multimedia Nusantara/ Maria Oktaviana.

Comments are closed.