Tahukah kamu bahwa ternyata untuk mencintai diri dan menerima kekurangan serta kelebihan yang dimiliki itu tidak hanya positive thinking, tetapi juga body positivity? Ya, body positivity adalah pemahaman akan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental sebagai bentuk rasa cinta terhadap tubuh kita. Disayangkan, beberapa orang salah mengartikannya sebagai gerakan yang memicu obesitas karena anggapan mencintai diri berarti membiarkannya begitu saja. Padahal body positivity tidak berhenti pada penerimaan diri saja, tetapi untuk kesehatan fisik dan mental.
Bahasan tersebut pun menjadi topik Webinar “Flawsome” yang secara khusus adalah “Does Loving Ourself Mean We Necessarily Stop Taking Care of Our Body?” pada Jumat (16/4/2021) melalui Zoom Meeting. Webinar yang dimulai pukul 14 itu menghadirkan dua pembicara, Clara Sutantio, model dan body positivity advocate, dan Alexandra Gabriella, psikolog klinis dan hipnoterapis.
Topik pada webinar tersebut didasarkan pada skripsi karya Jesica Novengel (21) mahasiswi Jurusan Strategic Communication Universitas Multimedia Nusantara Tangerang. Lewat webinar itu diharapkan pembahasan dan diskusi di dalamnya bisa meneguhkan makna body positivity kepada lebih dari lima puluh partisipan khususnya perempuan yang hadir secara virtual.
Istilah “Flawsome” diambil dari dua kata berbahasa Inggris yaitu flaws dan awesome. Dari kedua kata tersebut, tergambarlah konsep akan seseorang yang menyadari bahwa dirinya tidak sempurna. Namun, orang tersebut dapat menerima dan mengetahui dirinya yang mengagumkan baik kelebihan maupun kekurangannya. Melalui webinar, penyelenggara berharap ada nilai yang dibangun sejalan dengan body positivity. Cukup membayar Rp15.000, peserta mendapat akses materi body positivity yang disampaikan.
Beberapa hari sebelum webinar, Jesica bercerita tentang tujuan awal mengambil tugas akhir dengan bahasan body positivity. “Kalau dari pengalaman pribadi aku, semenjak mengenal (tentang) body positivity, itu sungguh mengubah hidupku. Dulu, aku orangnya suka minderan dan tertutup agar terlihat lebih baik,” kata Jesica saat dihubungi pada Selasa (13/4/2021).
Ia menyatakan, pemikiran dirinya yang dulu, ia baru bisa dipandang orang lain karena cantik dan penampilan oke. “Ternyata lama-lama malah menyiksa dan bikin capek. Enggak bikin senang, kayak fake aja,” lanjut Jesica. Mahasiswi yang aktif di UKM seni, Teater Katak UMN ini melanjutkan bahwa webinar body positivity yang ia buat pun berdampak positif pada dirinya. Oleh karena itu ia berharap acara itu bisa memberi dampak yang baik juga kepada orang lain.
Webinar “Flawsome” yang berlangsung selama dua jam memberikan sudut pandang baru tentang definisi body positivity. Salah satunya dari model Top 4 Asia’s Next Top Model Cycle 5, Clara Sutantio. Ia mengatakan, model pada umumnya mendapatkan stigma harus memiliki tubuh yang ideal sesuai standar masyarakat.
“Menjadi model memang tujuannya untuk karier, tetapi dengan konsekuensi yang sangat enggak masuk akal sehingga aku harus diet dan (pergi) ke gym bisa dua kali sehari. Aku pun memutuskan untuk berhenti (menjadi model). Menjadi diri sendiri dan (memilih menjadi) body positivity advocate,” kata Clara sembari tersenyum. Ia juga menegaskan bahwa body positivity mungkin bertolak belakang dengan self care, tetapi sebenarnya body positivity adalah penerimaan diri dan tidak men-judge segala bentuk tubuh dan penampilan orang lain.
“Body positivity artinya merasa nyaman dengan tubuh yang dimiliki dan menyadari bahwa you are amazing”- Alexandra Gabriella
Sedangkan psikolog Alexandra Gabriella, pada kesempatan itu berbagi pandangan terkait penerimaan diri. “Coba latihan melalui visualisasi ini. Katakan pada dirimu dan sadari bahwa pandangan diri yang ‘menarik’ itu lebih dipengaruhi oleh persepsi subjektif,” kata Alexandra saat sesi refleksi di akhir presentasinya. “Body positivity artinya merasa nyaman dengan tubuh yang dimiliki dan menyadari bahwa you are amazing. Tak hanya menjelaskan body positivity dari sisi psikologi,” kata Alexandra lagi.
ia juga memberikan tips mudah untuk mengubah mindset yaitu sebaiknya dengan memosisikan diri pada lingkungan yang sehat. Alexandra melanjutkan dengan berkata, “Pertama, kita harus memilah antara orang yang perlu dan tidak perlu dipikirkan. Namun, terkadang orang yang kurang menghargai diri bisa saja berasal dari keluarga yang sulit untuk dihindari”. Jadi, tips mudahnya adalah cukup bilang thank you yaitu respon yang orang lain enggak perlu respon lagi. Ia menegaskan bahwa bersyukur itu penting dalam membangun mindset dan body positivity.
Di akhir webinar, sekitar pukul 16, partisipan dan pembicara berfoto bersama dan menunjukkan keberanian untuk ingat akan body positivity melalui senyuman. Winona Maria (18), salah satu partisipan pun berharap banyak anak muda yang sadar akan beauty standard saat ini sudah lebih beragam.
“Sumber kebahagiaan itu enggak hanya di luar, tetapi bisa mulai dari diri sendiri. Mulai bentuk self-love karena itu bisa membuat hidup lebih sehat,” kata Winona, mahasiswi Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Multimedia saat dihubungi seusai webinar pada Jumat (16/4/2021). Menurut dia, bahasan webinar “Flawsome” tentang body positivity sangat menarik karena dapat mengatasi masalah dan stigma ‘bentuk ideal’ seseorang. Semula, ia kira body positivity hanyalah menerima diri. Namun kini, ia menyadari bahwa body positivity ini bisa menjadi solusi untuk menermukan jati diri yang sebenarnya.
Penulis: Kompas Corner Universitas Multimedia Nusantara Tangerang/ Maria Oktaviana.
Editor: Kompas Corner Universitas Multimedia Nusantara Tangerang/ Maria Oktaviana.