Halo Sobat Muda, apa kabar? Semoga baik-baik saja dan tetap semangat ya! Seperti yang telah kita ketahui bahwa saat ini negara Indonesia sedang tidak baik-baik saja, sejak Maret 2020 lalu, virus yang berasal dari Wuhan, China telah melanda hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Corona Virus Disease atau yang dikenal dengan Covid-19 ini memberikan dampak yang signifikan di berbagai seperti sektor ekonomi, pariwisata, termasuk sektor pendidikan.
Banyak yang berubah pada dunia pendidikan kita sejak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan untuk belajar di rumah. Seluruh sivitas akademika harus menyesuaikan perubahan yang serba mendadak ini, karena siapa sangka Covid-19 ini akan menyerang begitu cepat?
Kuliah daring
Perkuliahan daring sudah dimulai sejak pertengahan Maret 2020 lalu sebagai pencegahan penularan Covid-19 di kampus. Mahasiswa, dosen, dan sivitas akademika lainnya mulai melangsungkan berbagai kegiatan akademik secara daring melalui berbagai media online (daring) yang telah tersedia seperti Zoom, Google Meet, dan lain sebagainya. Hal ini tentu tidak seluruhnya berjalan mudah karena keterbatasan akses internet, penyesuaian dengan teknologi baru, hingga membiasakan aktivitas baru yang serba daring ini.
Salah satu aktivitas yang juga harus dilaksanakan secara daring adalah program kerja mahasiswa yang semula diselenggarakan secara luring, kini harus dilaksanakan secara daring, seperti seminar luring yang kini telah berevolusi menjadi web seminar atau webinar. Hal ini tentu tidak mudah untuk mahasiswa karena lagi-lagi harus menyesuaikan dan menyusun ulang konsep program kerja ke metode daring, apalagi metode seperti ini adalah hal pertama kali untuk mahasiswa sendiri.
“Di sini tantangannya, yang pertama, kita nggak ada gambaran atau contoh dari yang tahun lalu kan, karena bisa dibilang pertama kali kegiatan kita itu online.” Ujar Imtitsal Hibatulloh Wibowo, mahasiswa FEB Universitas Brawijaya yang menjadi Ketua Pelaksana Program Kerja International Scholarship Expo 2020 saat dihubungi melalui Whatsapp pada 26/09/2020.
Imtitsal menjelaskan, seluruh panitia harus dapat mengemas kegiatan tersebut sedemikian rupa agar tetap dapat berjalan dengan baik. Kalau bisa lebih baik dari tahun sebelumnya tanpa ada gambaran bagaimana program kerja tersebut dilaksanakan secara daring karena ini adalah yang pertama.
“Ini tuh kita dituntut untuk lebih kreatif gitu, karena kan kalau offline udah ada contoh tahun-tahun sebelumnya,” lanjutnya.
Tidak bisa dimungkiri juga, kendala sinyal juga sering menjadi kendala utama di tengah pelaksanaan program kerja secara daring, karena sinyal sendiri tidak bisa diprediksi cepat-lambat koneksinya. Oleh karena itu, menurut Imtitsal, panitia juga harus lebih ekstra dalam menjaga komunkasi agar tetap bisa berkoordinasi dengan baik untuk keberlangsungan acara. Ada empat rangkaian acara dalam program tersebut, yaitu pelatihan menulis esai beasiswa, pelatihan IELTS pertama dan kedua, dan seminar.
Namun, tidak hanya kendala yang didapat, tetapi juga keuntungan. Di era serba daring ini, kita lebih bisa menjangkau dan menghadiri berbagai macam webinar yang ada secara virtual, sehingga akan lebih banyak ilmu yang bisa kita dapatkan.
“Menurutku menguntungkan juga. Yang pertama, karena kita bisa menjangkau temen-temen dari Sabang sampai Merauke, bahkan dari internasional juga. Yang kedua, sedikit mengeluarkan tenaga untuk para peserta, karena peserta kan tinggal di depan laptop atau hp, terus tinggal masuk room yang dibikin panitia dan bisa mendapat ilmu dari kegiatan tersebut,” jelas Imtitsal, “tetapi, ruginya adalah kita nggak bisa memastikan temen-temen yang ada di daerah susah sinyal bisa dengan lancar megikuti kegiatan atau tidak.”
Ospek daring
Tidak hanya program kerja seminar saja yang harus dilaksanakan secara daring, tetapi juga program kerja ospek atau yang lebih dikenal dengan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) juga harus dilaksanakan secara daring karena tak mungkin melaksanakan luring di tengah pandemi yang kian hari korbannya semakin bertambah banyak itu. Suasana dan euforia kegiatan PKKMB daring jelas berbeda dengan PKKMB luring. Berbagai kendala pun juga harus dihadapi para peserta, yakni mahasiswa baru itu sendiri.
“Terasa banget ya …, apalagi bagi pengguna paket data yang bukan penikmat Wifi, kuota yang buat sebulan itu jadi habis dalam empat hari karena penyampaian materinya itu lewat Zoom, Google Meet, dan streaming di Youtube. Belum lagi kalau sinyal nggak stabil, itu susah,” tulis Nur Azizah, mahasiswi baru Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta lewat WhatsApp pada 27/09/2020w
“Di FH UNS sendiri ditampilkan keseruan PKKMB tahun lalu, jadi aku merasa sedikit iri, tapi ya gimana lagi, kondisi nggak memungkinkan,” tambah Azizah. Menurut dia, pelaksanaan PKKMB ini lebih santai dan proses kegiatannya juga sederhana, serta tetap berkesan. Tugas yang diberikan pun tidak terlalu memberatkan mahasiswa baru.
“Tapi, aku juga ingin memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih buat panitia PKKMB FH UNS yang sudah merangkai acara yang menarik dan kreatif di tengah pandemi ini. Berkesan banget kok dengan penutupan yang mengandung bawang,” jelasnya. Azizah juga senang dan terharu karena pada penutupan PKKMB-nya, UNS mendapat penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) atas rekor Pemrakarsa dan Penyelenggara Konfigurasi Paper MOB secara Virtual oleh Peserta Terbanyak pada tanggal 20 September 2020 kemarin.
Tetap semangat
Kegiatan daring yang banyak mengubah berbagai hal ini harus tetap kita lalui, dengan segala keterbatasan yang kita miliki dan berbagai hambatan yang ada, kita dituntut untuk tetap bisa melaksanakan segala aktivitas di era serba daring ini.
“Ini suatu hal yang spesial yang langka, momen kayak gini itu langka,” tegas Imtitsal. Ia mengajak kawan-kawan sesama mahasiswa yang sedang fighting untuk program kerjanya, untuk bersama-sama mengeksplor. “Pikiran atau ide-ide dari temen-temen kita itu sangat penting. Kondisi ini itu kita anggap istimewa, yakin aja kita bisa. Jangan pernah merasa kondisi ini sebagai beban, jangan lupa untuk bangkit, dan jangan putus asa. Jalankan program kerja temen-temen dengan semangat dan senyuman,” ajaknya panjang lebar.
Begitulah paparan dari dua teman kita, Imtitsal dan Nur Azizah. Nah, kita, sebagai pemuda yang mendapat julukan “agent of change” juga harus siap untuk segala perubahan yang terjadi. Tentunya, hal tersebut tidak boleh menyurutkan semangat kita semua ya Sobat Muda! Tetap semangat!
Sekar Heksagara Tanjung, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Brawijaya.
Comments are closed.