Wabah COVID-19 berdampak pada banyak sektor di Indonesia, salah satunya sektor pendidikan yang mengharuskan mahasiswa melakukan perkuliahan dengan konsep daring (online). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim mengimbau soal perkuliahan secara daring itu.
Universitas Diponegoro Semarang, kemudian melanjutkan imbauan tersebut dengan mengeluarkan surat edaran Rektor Universitas Diponegoro No 20/UN.7.P/SE/2020 yang pada poin ketiga berbunyi “kegiatan perkuliahan dan pembimbingan/asistensi setelah tanggal 21 Maret 2020 akan dilaksanakan dengan pola daring (online)”.
Sampai memasuki bulan ketiga perkuliahan online, tanggapan mengenai konsep itu masih banyak bermunculan di berbagai media. Baik sivitas akademik dan mahasiswa sama-sama melakukan penyesuaian yang tidak mudah, untuk tetap dapat berkuliah #DiRumahAja.
Tanggapan yang masuk juga beragam, mulai dari sistem akademik, metode mengajar, hingga keluhan sulit dalam membiayai perkuliahan daring.
Kebutuhan penggunaan internet pun meningkat karena harus melakukan pembelajaran melalui berbagai paltform setiap hari. Padahal pandemi ini berdampak cukup besar bagi pendapatan dan pekerjaan orangtua yang amat memengaruhi finansial keluarga mereka.
Salah satu orang yang menyatakan keluhan perihal sistem perkuliahan daring itu, Muhammad Hanan Hauzan. Dia mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Undip yang juga penerima program ”Bantu Kuliah” termin pertama, “Sebenarnya cukup bermasalah (biaya kuliah online). Jujur bulan April aja aku habis Rp 200 ribu cuma buat kuota internet,”‘ kata Hanan.
Ia merinci penggunaan kuota internet yang bukan hanya untuk urusan perkuliahan dan organisasi yang mengharuskan on video, namun juga proyect desain yang menghabiskan banyak kuota. Faktor lain kadang-kadang sinyal di tempat dia bermasalah. ”Jadi mau enggak mau kadang-kadang telat masuk video conference kelas,” katanya lagi.
Hanan menambahkan, pandemi ini mengakibatkan orangtuanya tidak dapat bekerja karena tempat kerjanya diliburkan. Akibatnya untuk menghidupi keluarga dengan tanggungan lima anak yang masih sekolah, mereka harus membuka usaha makanan.
Pendapatan dari usaha itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena kondisi tersebut Hanan mendaftarkan diri sebagai penerima ”Bantu Kuliah” agar bisa meringkan beban orangtunya. Akhirnya ia mendapat bantuan uang untuk pembeli pulsa internet sebesar Rp 50.000 dari program sosial itu.
Hal serupa juga dialami oleh Siti Naili Hanifah, mahasiswi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian Undip. Seharusnya pada semester ini ia dan kawan-kawannya melakukan praktikum kandang.
”Adanya pandemi membuat kami terpaksa harus merugi dengan menjual ayam belum siap panen. Selain itu, kebutuhan internet jadi meningkat karena adanya kuliah daring. Belum lagi daerah saya susah sinyal,” keluh Naili.
Naili menjelaskan, saat ini orangtuanya tidak bekerja karena diliburkan akibat pandemik COVID-19, sehingga, pendapatan menurun dan kemampuan untuk mencukupi kehubutuhan sehari-hari menjadi berkurang. Sama seperti Hanan, kondisi tersebut membuat ia mendaftarkan diri sebagai penerima program ”Bantu Kuliah” agar bisa sedikit meringankan beban orangtuanya.
Melihat kondisi kawan-kawan kuliahnya mengalami kesulitan keuangan, Isabella Laras Anindyo, mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Undip tergerak untuk melakukan aksi sosial ”Bantu Kuliah” yang termasuk dalam serangkaian ”Bantu Kawan” guna membantu sesama mahasiswa yang kesulitan membiayai perkuliahan online karena terkena dampak pandemi COVID-19.
Isabella menjelaskan, setelah mendengar banyak keluhan mengenai biaya tambahan untuk bisa mengikuti kuliah secara daring, ia dan teman-temannya tergerak untuk membantu mereka. Ia melakukan program ”Bantu Kuliah”, apalagi saat itu belum ada bantuan resmi dari universitas sedangkan kuliah daring sudah berjalan.
Program ”Bantu Kuliah” sudah dilakukan sejak April dan terus dilakukan hingga semester genap berakhir. ”Puji Tuhan kami sudah membantu lebih dari 100 mahasiswa yang kesulitan,” ujar Isabela pekan lalu.
Hingga saat ini, sudah terkumpul donasi sebesar Rp 7.239.000 yang berasal dari mahasiswa, alumni, civitas akademik dan masyarakat pada umumnya. Uang dari para donatur itu sudah disalurkan kepada 124 mahasiswa Universitas Diponegoro dalam bentuk biaya penunjang kuliah daring atau pulsa senilai Rp50.000 per orang. Pemberian bantuan dibagi menjadi dua termin, yaitu April sebanyak 50 mahasiswa dan Mei sebanyak 74 mahasiswa.
“Saya pribadi mengucapkan terima kasih kepada tim bantu kuliah karena dengan bantuan yang diberikan saya dapat membeli kuota untuk memperlancar kegiatan kuliah kawan-kawan yang kesulitan mengikutinya,” lanjut Isabela.
”Bantu Kuliah” juga memotivasi dirinya untuk terus semangat dalam menjalankan kuliah daring di tengah pandemi ini. Naili yang menjadi salah satu penerima bantuan pada termin kedua berharap, tim ”Bantu Kuliah” tetap menginspirasi untuk selalu berbagi dan berbuat kebaikan kepada orang-orang yang memang membutuhkan bantuan.
Bantuan ini masih akan dilakukan dengan menggalang donasi dan melakukan pendataan penerima bantuan secara online melalui media sosial Bantu Kuliah, https://www.instagram.com/bantukuliah_/
Isabela mengharapkan kegiatan sosial tersebut bisa meringankan dan membantu sesama mahasiswa agar kuliah #diRumahAja bukan menjadi halangan. Di sisi lain teman-teman dan berbagai pihak bisa mendapat kesempatan ikut membantu dari rumah dengan berdonasi ke ”Bantu Kuliah” agar mahasiswa yang kesulitan melakukan kuliah online bisa tetap belajar. “Karena sedikit dari kita, berarti banyak untuk mereka yang membutuhkan bantuan,” Kata Isabella.
Diva Sinar Rembulan, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro.