Sinyal new normal atau tatanan normal baru telah terdengar. Dari sisi bisnis dan keuangan, ada pertanyaan, masih adakah harapan ”cuan” ?
Setelah beberapa bulan pandemi melanda, ekonomi dunia benar-benar dibuat penuh ketidakpastian, tak terkecuali Indonesia. Semua investasi seakan hancur, hingga muncul istilah “cash is king”.
Mengapa hal itu terjadi ? Karena ada gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK, pemotongan gaji, penutupan fasilitas publik. Terjadi juga penutupan mal dan pasar-pasar membuat roda perekonomian seakan berhenti.
Oleh karena dapur di rumah harus tetap mengepul, sebagian masyarakat yang umumnya pekerja harian nekat tetap keluar rumah. Mereka seakan menghiraukan ancaman di depan mata yang bisa berakibat fatal bagi dirinya sendiri maupun keluarga di rumah.
Normal baru atau new normal santer diberitakan dan tengah dalam persiapan. Pemerintah telah menyiapkan berbagai stimulus dan berbagai kebijakan untuk memulihkan ekonomi. Protokol kesehatan akan menjadi hal yang sangat diperhatikan. Ini akan sedikit banyak mengubah tatanan kebiasaan yang ada selama ini. Tak terkecuali dunia investasi, pasti akan terjadi perubahan.
Investasi masih aktif ?
Ada berbagai macam investasi yang selama ini menjadi primadona masyarakat untuk hanya sekadar menabung hingga sarana mencari tambahan penghasilan. Lantas bagaimana kondisi pilihan-pilihan itu?
”Save haven”
Emas selama ini kita kenal sebagai “save haven”, investasi yang dikenal sangat aman untuk menyimpan harta. Selama pandemi, harga emas naik sangat tajam, bahkan menyentuh harga Rp 900 ribuan. Jika diperhatikan harga emas merupakan kontra dari sentimen ekonomi.
Harga emas akan melonjak ketika ada sentimen negatif, dan akan turun ketika ada sentimen positif. Benar saja, pada Desember tahun 2019 harga emas mulai merangkak naik hingga mencapai puncaknya di bulan Maret. Banyak orang berpikir, jika kondisi sedang buruk maka emas akan menjadi tempat paling aman untuk mencegah terjadinya penurunan nilai akibat inflasi.
Sesuai hukum ekonomi, permintaan naik, maka harga pun juga akan naik. Lalu bagaimana jika kondisi telah menjadi lebih baik? Bisa kita lihat di bulan Mei lalu, harga emas mulai melandai bahkan sedikit turun. Akankah harga per gram emas terus turun atau justru akan naik lagi? Keberhasilan dari penerapan normal baru akan menjadi jawabannya.
Deposito
Deposito menjanjikan imbal balik berupa bunga yang telah ditetapkan di awal sehingga bunga tidak akan banyak berpengaruh akibat pandemi. Namun, kita perlu mencermati adanya inflasi. Ketika inflasi lebih tinggi dari bunga deposito, apakah apa yang ditawarkan itu tetap menjadi keuntungan?.
Sebagai ilustrasi, jika kita mendepositokan Rp 10 juta dengan bunga 10 persen pertahun, maka akan menghasilkan Rp 11 juta saat jatuh tempo atau setahun ke depan. Namun, jangan lupa, di sisi lain harga barang telah naik 20 persen akibat inflasi.
Anggap saja ada barang dengan harga Rp 1 juta, kita berpikir akan bisa membeli 11 barang saat jatuh tempo, namun nyatanya harga barang telah naik menjadi Rp 1,2 juta sehingga pada saat jatuh tempo deposito, kita hanya bisa mendapat sembilan barang.
Saat ini bank-bank di Indonesia menawarkan suku bunga deposito di kisaran 4-6 persen. Sementara jika kita lihat skenario new normal, inflasi di ramalkan berada di kisaran 4-5 persen pada kondisi terburuk.
Properti
Harga properti telah tertular covid-19. Jika kita menyimak harga properti banyak diberitakan turun. Pendapatan masyarakat turun sehingga kemampuan untuk membeli properti pun turun. Masyarakat lebih memilih memegang uang dan salah satu caranya adalah dengan menjual properti yang mereka miliki, inilah yang menjadi alasan mengapa harga properti bisa turun.
Ini bisa jadi sebuah peluang, karena banyak properti yang mungkin akan dijual lebih murah. Seperti yang kita tahu, properti adalah investasi yang tidak pernah merugikan. Di saat harga turun seperti ini, jika ada uang lebih mengapa tidak.
Namun, seperti yang disebutkan di atas bahwa “cash is king” maka jika kondisi keuangan tidak benar-benar sehat ada baiknya membeli properti sebaiknya dihindari dulu. Kita musti ingat, walaupun harganya turun tetap saja yang namanya properti harganya tidak murah.
Saham
Saham sepertinya menjadi sektor yang paling hancur saat ini. Berbeda dengan emas, saham akan mengikuti sentimen masyarakat. Ketika sentimen negatif maka harga saham pun akan ikut turun. Keadaan normal baru bisa jadi menjadi sebuah harapan baru bagi pemain saham.
Jika akan berinvestasi saham saat ini, kita perlu memperhatikan kebijakan yang diambil pemerintah untuk menangani pandemi covid-19. Protokol kesehatan menjadi yang utama.
Saham dari perusahaan yang banyak “melawan” protokol kesehatan mungkin akan sulit untuk naik lagi. Perusahaan yang mampu menyesuaikan dengan kondisi pandemi akan menjanjikan profit yang lebih baik.
Semua orang akan tetap butuh makan dan semua orang akan mengurangi mobilitasnya. Dua kalimat kunci ini yang oleh banyak pemerhati dijadikan acuan saham mana yang kemungkinan akan bangkit. Sektor Kesehatan, bahan pangan dengan ikutannya seperti makanan, minuman serta, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar atau objek vital, dan kebutuhan sehari-hari adalah sektor-sektor yang diperbolehkan tetap beroperasi. Tentu 11 sektor usaha itulah yang masih menghasilkan keuntungan.
Cash is king
Saat ini uang tunai menjadi sangat penting. Keputusan investasi perlu kehati-hatian dan perhatian khusus di tengah ketidakpastian. Hanya Anda yang mengetahui dan dapat mengukur kondisi keuangan pribadi. Tetap patuhi protokol kesehatan dan selamat datang di keadaan tatanan baru.
Yahya Kurniawan, mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN Jakarta