Bulan ramadhan yang baru lewat merupakan bulan yang selalu ditunggu setiap umat muslim. Pada bulan istimewa itu, mereka diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Biasanya, setiap orang akan melakukan momentum tersebut bersama orang terdekat mereka. Terlebih sahur dan berbuka jarang kita temui di bulan-bulan lainnya.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang melaksanakan ibadah puasa lalu kemudian lebaran di perantauan? Pada dasarnya, mereka yang di perantauan ingin melalui ibadah puasa bersama keluarga, namun keadaan membuat mereka tidak dapat melakukan keinginan itu. Meskipun begitu mereka akan tetap melakukan momen ibadah puasa ramadhan dengan orang-orang terdekat mereka misalnya sahabat dan teman seperantauan lainnya.
Puasa di asrama
Hal tersebut dirasakan mereka yang berada di perantauan baik karena faktor pekerjaan maupun bagi mereka yang sedang menempuh pendidikan. Hal ini juga dirasakan oleh beberapa mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad) yang masih berada di asrama.
Sejak awal bulan suci ramadhan hingga lebaran tiba mereka melewatinya di asrama. Terlebih kondisi di tengah pandemi sejak akhir Maret 2020 hingga saat ini tidak memungkinkan mereka untuk pulang ke daerah asal masing-masing. Walaupun mereka tidak dapat merasakan sahur dan berbuka bersama keluarga, mereka tetap menikmati berbuka puasa bersama teman-teman asrama lainnya.
“Walaupun gak bisa pulang dan puasa bareng keluarga di rumah karena corona, Aku tetap bersyukur bisa melewati bulan puasa ini dengan ”keluarga baru” di asrama. Ini bakal jadi pengalaman menarik,” ujar Hanafi Fulhamdi, mahasiswa jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang berasal dari Nagari IV Korong, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.
Di asrama pihak Unpad melalui tim Satgas covid-19 menyediakan dapur umum yang digunakan relawan dan mahasiswa di asrama untuk menyiapkan hidangan makan harian, termasuk untuk berbuka puasa. Makanan yang dimasak di dapur umum didistribusikan ke beberapa asrama kampus dan juga kepada pegawai-pegawai yang bertugas seperti satpam di kampus.
Kegiatan memasak di dapur umum dilakukan oleh tim relawan dibantu beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama. Melalui kegiatan masak itu, mahasiswa yang ada di asrama dapat mengisi kekosongan waktu sekaligus menjadi pengobat rindu. Pasalnya meski jauh dari keluarga, mereka bisa tetap merasakan menyiapkan makanan seperti kegiatan di bulan puasa saat berada di rumah.
“Seru juga sih, puasa bareng temen-temen. Memasak dan bikin takjil bantuin relawan dan ibu pendamping asrama. Walaupun gak puasa di rumah, tapi bisa puasa bareng keluarga baru di asrama,” Ujar Sakinatunnisa, mahasiswi Jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya. Ia berasal dari Desa Karya Mukti, Kecamatan Sinar Peninjauan, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Lebih peduli
Keadaan memang membuat mereka harus tetap berada di asrama, meski begitu banyak hal yang dapat dipetik dari keadaan ini salah satunya kebersamaan dan kepedulian. Terdapat 12 Asrama mahasiswa yang ada di Unpad, namun hanya beberapa asrama saja yang berpenghuni seperti asrama Bale Wilasa 1, 2, 3, 4, dan 7.
Jarak antara satu asrama dengan asrama lainnya pun berbeda-beda. Dapur umum (tempat memasak) berada di Bale Wilasa 1 dan 2 sedangkan asrama lainnya yaitu Bale 3, 4, dan 7 berjarak sekitar 1,5 kilometer dari Bale Wilasa 1.
Ketika waktu berbuka memang seluruh mahasiswa yang ada di asrama mendapatkan makanan yang dimasak di dapur umum. Namun ketika hendak sahur penghuni asrama putra mengalami kesulitan, karena untuk makan sahur mereka harus mendatangi dapur umum dengan jarak yang lumayan jauh.
Melihat hal tersebut tim relawan membuat kebijakan dengan memfasilitasi alat masak di asrama putra dan memasok bahan pangan untuk sahur. Sedangkan untuk kegiatan memasak diserahkan sepenuhnya kepada penghuni asrama putra.
Kondisi tersebut mengharuskan mereka untuk memasak sendiri. Untuk mengefektifkan kegiatan masak-memasak, para mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok. Setiap hari perwakilan masing-masing kelompok memasak secara bergantian.
Keakraban satu sama lain semakin terbentuk dengan kegiatan tersebut ditambah setiap kelompok memiliki kewajiban untuk mengontrol teman-teman kelompoknya membuat rasa kepedulian antar sesama semakin kuat.
Mahasiswa asing
Mengenai kepulangan mahasiswa di asrama sebetulnya pihak Universitas Padjajaran telah memfasilitasi kepulangan mahasiswanya dengan mengadakan bus gratis bagi mereka yang bertempat tinggal di Jabodetabek dan Jawa Barat. Namun, bagi mereka yang berasal dari daerah di luar pulau Jawa dan luar negeri tidak dapat pulang ke daerah asal mereka mengingat akses di tempat-tempat umum seperti bandara dibatasi.
“Saya tidak dapat pulang ke negara saya karena bandara ditutup. Saya akan tetap di sini sampai saya lulus kuliah,” kata Arwa Baharudin Usman Abdul Ghani (26 tahun) mahasiswi asing program S2 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi yang berasal dari Kairo, Mesir.
Jadi alasan
Selain karena akses keluar masuk antar wilayah dibatasi, beberapa mahasiswa juga memiliki alasan lain mengapa mereka memilih untuk tetap tinggal di asrama. Alasan itu misalnya, keterbatasan akses sinyal dan internet di daerah mereka. Keadaan tersebut akan menghambat perkuliahan secara daring, apalagi sebentar lagi, kami akan menghadapi ujian akhir semester (UAS) yang juga akan dilaksanakan secara daring.
“Kalau saya pulang di daerah saya sulit sinyal belum lagi saya harus membeli kuota yang tidak murah. Lebih baik saya di sini karena akses internet di kampus memadai,” kata AhKamil Hakimin mahasiswa baru jurusan Televisi dan Film Fakultas Ilmu Komunikasi yang berasal dari Desa Maroanging, Kecamatan Sibulue, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
“Saya mungkin akan pulang setelah selesai perkuliahan secara daring dan ujian,” tutur Muhammad Fahmi Hasyim Abdullah mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fahmi berasal dari Kelurahan Cibodas, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang, Banten.
Menikmati ketupat
Takbir berkumandang seakan sebagai pengingat bahwa ramadhan akan segera berakhir, jika biasanya di malam takbiran setiap orang berkumpul dan menghabiskan waktu ramadhan bersama, tetapi tidak untuk mereka.
Di asrama, mereka memang tidak dapat merasakan malam takbir seperti di rumah, suara takbir dari beberapa masjid di sekitar kampus yang menggema sepanjang malam ditambah kehadiran teman-teman dapat menjadi pengobat rindu akan kehangatan rumah.
Di hari lebaran tahun ini mereka memang tidak dapat bersilaturahmi secara langsung, berkumpul bersama orang-orang tercinta dan makan ketupat khas hari raya. Tak ingin mahasiswanya melewatkan hari ”kemenangan” begitu saja.
Pihak kampus pun mengadakan kegiatan makan ketupat bersama di dapur umum sekaligus ajang silaturahmi antar penghuni asrama. Ketupat ini dibuat oleh tim relawan Satgas Unpad dibantu mahasiswa yang ada di asrama.
Acara itu membuat para mahasiswa dari rantau tetap dapat merasakan momentum di hari yang fitri ini dengan makan ketupat bersama teman-temannya tanpa mengurangi nilai kebersamaan dan rasa kekeluargaan.
“Awalnya saya mikir kayaknya gak bisa makan ketupat nih, tapi ternyata tim relawan menyiapkan kegiatan makan ketupat bersama, seneng banget rasanya makan ketupat walaupun gak di rumah sendiri. Udah gitu kue lebaran juga ada di sini,” kata Muhammad Iqbal Maulana. Mahasiswa Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tingkat akhir tersebut berasal dari Desa Pekiringan, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat.
“Terima kasih deh pokoknya untuk temen-temen atas kebersamaannya, dan tim relawan Unpad yang udah nyiapin semuanya,” ujar Iqbal saat ditanya apa yang ingin disampaikan di hari raya ini.
Bulan suci ramadhan memang bulan yang penuh makna dan memiliki cerita tersendiri bagi setiap orang, untuk itu setiap orang tidak akan menyia-nyiakan bulan ini begitu saja. Setiap orang akan berusaha mengisi bulan ramadhan ini dengan kegiatan bersama dan bermanfaat lainnya.
Terlebih pada momentum hari raya yang dianggap sebagai hari kemenangan setelah berpuasa satu bulan lamanya. Setiap orang memiliki cara dan tradisi sendiri saat merayakannya dengan keluarga. Disayangkan momentum bersama ini tidak dapat dirasakan oleh semua orang seperti mahasiswa yang berada di perantauan.
Walaupun tidak dapat melewatkan hari-hari di bulan ramadhan bersama orang-orang terdekat mereka tetap dapat merasakan suasana yang sama meski situasinya berbeda, itulah kira-kira yang dirasakan oleh mahasiswa Unpad yang ada di asrama.
Asep Supriyatna, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran.