Pandemi Covid-19 menjadi penyebab orang-orang di seluruh dunia untuk melakukan karantina di rumah masing-masing. Tak heran apabila kebanyakan orang terhambat dalam melakukan pekerjaannya. Di lain sisi, banyak bermunculan pemberitaan yang mengkhawatirkan mengenai virus corona ini.
Berkurangnya interaksi sosial dan banyaknya berita “buruk” dapat menjadi pemicu tingkat kecemasan dan kegelisahan seseorang. Hal ini dikhawatirkan akan memperburuk keadaan mental seseorang di tengah pandemi Covid-19.
Di sela kegiatan perkuliahan daring, seorang mahasiswi Jurusan Arsitektur Insitut Teknologi Bandung (ITB), Latisha Zahrah selalu menyempatkan diri untuk melakukan meditasi. Sudah sejak tiga minggu terakhir perempuan yang akrab dipanggil Zahrah ini menyempatkan diri untuk bermeditasi paling tidak 45 menit dalam sehari. Setelah melakukan serangkaian proses meditasi tersebut, ia mengaku tubuhnya menjadi lebih rileks dan ringan.
Mahasiswi jurusan arsitektur itu menceritakan, selama proses meditasi harus tercipta ketenangan di dalam diri untuk mencapai keberhasilan dalam prosesnya. Ada kala ia berhasil mencapai level paling tinggi dalam meditasi. Level paling tinggi ini menandakan ia telah mencapai delta wave, fase ini merupakan fase di mana otak sudah tertidur dan tubuh akan hilang kesadaran.
“Di tengah pandemi ini penting untuk tetap menjaga diri agar terhindar dari stres, dan memang perlu perhatian khusus terhadap diri sendiri,” kata dia. Ia berpendapat, kita harus dapat mengonsumsi energi-energi positif sebagai upaya pertahanan diri. Nah, salah satu solusinya adalah dengan melakukan meditasi.
Meskipun baru berjalan selama tiga minggu, Zahrah sudah merasakan manfaat dari rangkaian kegiatan meditasi yang ia lakukan. Belakangan ini, ia dapat tidur dengan nyenyak dan nyaman. Bahkan gadis itu juga merasa dirinya mampu menangkal berbagai pikiran negatif, sehingga merasa dirinya jauh lebih rileks. Energi yang didapatkan dari meditasi menjadikannya lebih sadar akan aneka kebutuhan dalam diri dan jiwanya.
Meditasi menjadi media pilihan untuk memulihkan pikiran negatif yang sering muncul selama tidak berinteraksi dengan dunia luar.
“Jangan cari kesempurnaan dalam meditasi, tetapi resapi manfaatnya. Hal yang terpenting dari meditasi adalah kita tahu bahwa kita melakukannya karena ada manfaat yang akan didapat oleh diri dan jiwa kita,” ujar Zahrah.
Meditasi menjadi media pilihannya di tengah keterbatasan selama masa karantina untuk memulihkan pemikiran negatif yang sering muncul selama ia tidak berinteraksi dengan dunia luar. Selain itu, penting bagi orang-orang untuk memiliki pemikiran yang positif untuk menghindari perasaan cemas yang berlebih akibat pandemi ini.
Keuntungan bermeditasi tak hanya itu, berdasarkan penelitian di Universitas Wisconsin, Amerika Serikat dalam buku The 100 Simple Secret of Healthy People karya David Niven PH.D tahun 2003. Menurut penelitian itu, tingkat imunitas tubuh yang tinggi bisa diperoleh bagi mereka yang rutin melakukan meditasi.
Selain Zahrah, Marwah Adinda, mahasiswi Jurusan Administrasi Negara Universitas Indonesia juga merasakan hal serupa setelah melakukan meditasi. Sebelum masa karantina, ia sudah hampir satu tahun rutin melakukan meditasi untuk self-healing. Mahasiswi jurusan administrasi negara ini pun merasa dapat lebih santai dalam menghadapi berbagai tekanan dalam hidupnya setelah rutin melakukan meditasi.
“Saat sedang meditasi, sekujur tubuhku terutama bagian leher dan dada itu sakit banget, tapi setelah itu justru bikin lega. Hal itu buat badanku jadi lebih rileks dan pikiranku lebih jernih karena energi negatifnya sudah keluar,” ujar Marwah.
Kedua mahasiswi ini sama-sama belajar meditasi melalui daring bersama seorang pelatih yoga dan meditasi bernama Pishi. Ia merupakan seorang instruktur yoga dan meditasi yang sekarang ini aktif mengadakan kelas meditasi melalui instagram-nya yaitu @pishiyoga selama masa karantina berlangsung.
Ia sudah bertahun-tahun berkecimpung di dunia yoga dan meditasi. Pishi mengatakan di salah satu sesi tanya-jawabnya, meditasi merupakan cara seseorang untuk mengenali emosi dalam dirinya.
Dengan mengenal emosi, maka seseorang akan mengeluarkan emosi-emosi yang dirasakannya, seperti sedih atau kecewa. Apabila emosi yang memiliki energi negatif seperti sedih dan kecewa terus dipendam, maka hal tersebut dapat memicu stres dari dalam diri mereka.
Marwah merasa meditasi bisa menjadi sarananya untuk mengeluarkan energi negatif dari dalam dirinya, terutama karena ia tidak bisa refreshing keluar rumah selama masa karantina. Ia juga menjadikan meditasi agar ia tetap produktif walaupun hanya di rumah saja.
Meditasi juga mampu menangkal pikiran berlebih atau overthinking yang menjadi salah satu pemicu stres. Overthinking biasanya menyebabkan seseorang memikirkan peluang negatif yang dapat terjadi di dalam hidupnya.
Raisha Isabel merupakan salah satu orang yang melakukan meditasi untuk menangkal pikiran berlebihnya. Mahasiswi Jurusan Sastra Belanda Universitas Indonesia ini biasanya melakukan meditasi sebelum tidur agar ia mudah tidur tanpa memikirkan sesuatu yang membebaninya.
“Asal dilakukan dengan benar, meditasi dapat mengubah energi yang ada di dalam diri kita menjadi energi positif. Bagi orang yang sedang memiliki banyak pikiran yang membebani, meditasi bisa jadi pilihan untuk menyegarkan pikiran” ujar Raisha.
Berdasarkan pengalamannya, meditasi juga mampu mengurangi tingkat stres dan kecemasan seseorang. Oleh karena itu, menurut Raisha, meditasi dapat menjadi salah satu kegiatan untuk menurunkan tingkat stres dan kecemasan dengan melepas energi negatif dari dalam tubuh.
Nelsya Namira Putri, mahasiswa Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
Comments are closed.