Wabah virus korona yang akhir-akhir ini merebak di seluruh penjuru dunia, mau tidak mau memaksa kita berdiam diri di rumah. Di rumah saja untuk sampai waktu yang tak ditentukan tentu membuat kita tidak nyaman. Bagaimana tidak, kondisi ini memaksa kita untuk mengubah rutinitas kita. Secara naluriah, perubahan adalah hal yang paling tidak disukai, bahkan merupakan hal yang paling ditakuti oleh manusia. Jadi, wajar saja kalau kita merasa gelisah karena perubahan ini.
Namun, tidaklah baik kalau lama-lama murung dan bersedih. Oleh karena itu, sebagai anak muda saya berusaha untuk menyesuaikan diri dan menikmati hari-hari yang saya jalani. Awalnya memang tidak mudah, tetapi seiring berjalannya waktu, saya mulai terbiasa menjalani new normal yang saya alami saat ini.
Mengingat kondisi saat ini, kegiatan perkuliahan pun dilakukan secara daring. Jadi, saya punya waktu yang jauh lebih banyak ketimbang saat masih kuliah seperti biasa. Biasanya, karena jadwal kuliah yang padat dan kesibukan di organisasi kampus, saya jarang memiliki waktu untuk mengembangkan diri. Namun, karena sekarang memiliki waktu luang yang lebih banyak, saya manfaatkan waktu tersebut untuk melakukan hal-hal yang saya sukai, seperti membaca buku.
Sesekali membaca cerita fiksi mengharuskan kita berpikir untuk memahami alurnya, apalagi kalau membaca fiksi detektif
Waktu masih kuliah konvensional, saya hanya membaca buku dan literatur yang berkaitan dengan mata kuliah yang saya ambil. Saat ini saya masih membaca literatur untuk keperluan kuliah, tetapi di samping itu saya juga membaca buku cerita roman dan berbagai jenis fiksi lainnya. Ngomong-ngomong, membaca cerita fiksi tidak melulu bersantai, loh! Sesekali membaca cerita fiksi mengharuskan kita berpikir untuk memahami alurnya, apalagi kalau membaca fiksi detektif. Coba saja kalian baca cerita Hercule Poirot karangan Agatha Christie, dijamin kalian akan menebak-nebak apa yang akan terjadi!
Kegiatan lain yang paling sering saya lakukan adalah menggambar dan bermain piano. Kebetulan, menggambar dan bermain piano bukan hanya sekadar hobi, melainkan juga merupakan bidang yang saya dalami dan tekuni sejak lama.
Biasanya, saya hanya menggambar sketsa kecil-kecilan di kala penat atau jenuh, tetapi, saat ini saya dapat mengerjakan proyek gambar yang lebih besar. Ada beberapa tantangan sendiri dalam menyelesaikan proyek gambar besar, seperti dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran yang tinggi. Kadang-kadang dalam membuat gambar baru, saya juga suka mencoba teknik lukis yang belum pernah saya coba sebelumnya. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri, tetapi akan sangat memuaskan begitu melihat gambar yang dihasilkan bagus.
Dalam seni musik, sangat dibutuhkan kedisiplinan dan kesungguhan hati. Tidak hanya sekadar memencet kunci not yang benar saja, tetapi juga harus menjiwai lagu yang dibawakan. Untuk itu, kunci utama dalam seni musik adalah latihan setiap hari. Jika dihitung-hitung, sudah kurang lebih enam bulan saya tidak menyentuh piano sama sekali! Baru semenjak masa pembatasan sosial ini saja saya mulai belajar bermain piano lagi.
Memang sulit untuk belajar lagi dari awal, apalagi jari-jari saya tidak selincah dulu. Butuh waktu untuk bisa bermain seperti sediakala. Lambat laun permainan saya mulai membaik. Di samping mempelajari kembali music piece yang dulu saya kuasai, saya mulai menambahkan lagu-lagu baru untuk dipelajari.
Berkumpul kembali
Sebagai mahasiswa rantau, saya sudah jarang berada di rumah bersama keluarga. Komunikasi dengan keluarga biasanya hanya melalui suara telepon, dan terkadang melalui video call. Itu pun agak jarang, bahkan pernah di suatu hari ibu saya marah besar karena saya tidak mengangkat telepon dari beliau.
Karena wabah ini, keluarga pun menyuruh saya untuk pulang kembali ke rumah. Memang awalnya canggung. Terlebih ada banyak ‘aturan-aturan tidak tertulis’ baru yang berlaku di rumah. Semula hidup sendiri kini harus berbagi dengan anggota keluarga di rumah. Tanggung jawab saya yang semula diambil alih oleh yang lain selama tidak ada di rumah kini dikembalikan lagi kepada saya.
Jadi, di rumah tidak seutuhnya bisa rebahan dan bermalas-malasan karena saya harus membantu ibu saya menyelesaikan pekerjaan rumah, seperti mencuci baju, nyapu-ngepel, dan memasak. Yah, hitung-hitung agar saya tetap bisa mandiri saat saya kembali kuliah di perantauan nanti. Mungkin ibu ingin saya tetap memiliki kebiasaan hidup yang baik dan kemandirian yang sama seperti saat merantau meskipun saya di rumah.
Terlepas dari itu semua, saya akhirnya dapat menghabiskan waktu bersama keluarga saya lagi. Sesuatu yang tidak mungkin saya lakukan di perantauan. Memang, harta yang paling berharga adalah keluarga. Kejadian ini membuat saya semakin menghargai betapa berartinya keluarga.
Entah kapan wabah ini akan berakhir, hanya yang empunya semesta yang tahu. Namun di kala yang sulit ini, alangkah baiknya kita memanfaatkan waktu yang ada untuk terus mengembangkan potensi diri dan menanamkan kebiasaan yang baik, serta tak lupa untuk saling menguatkan sesama.
Vanessa Kristina, magangers Kompas Muda Harian Kompas Batch X dan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang