Jaket berbahan parasut, kaos polos, dan celana kulot longgar. Itulah outfit yang dikenakan Eprita Setyanti, mahasiswi di Universitas Padjadjaran Bandung. Sekilas, apa yang dikenakan Eprita mengingatkan kita pada satu tokoh fiksi yang muncul di layar lebar. Ya, outfit itu memang menjadi ciri khas dari Dara, tokoh utama film Dua Garis Biru.
Ada dua hal yang membuat Eprita terkesima pada film Dua Garis Biru. Pertama, nilai moral dari film itu yang begitu membekas di ingatannya. Kedua, aspek fashion yang ditampilkan secara cantik oleh pemeran film tersebut. Hanya dengan balutan baju yang sederhana, tokoh Dara sukses membuat Eprita berpikir bahwa tampil stylish tidak harus dengan busana yang mewah.
Film bagi Eprita tidak sekedar tontonan semata. Selama menikmati film, wanita ini juga
dengan teliti menelaah gaya berpakaian atau fashion para pemerannya. Tidak heran, ada beberapa outfit Eprita yang rupanya terinspirasi dari tokoh film favoritnya.
“Ada beberapa bagian dari beberapa film yang membuat aku merasa kayak bisa nih dipake ke kampus dan hangout sama temen-temen. Menurut aku fashion yang simple dari film bakal mudah diikuti oleh mahasiswa dan remaja lainnya,” Kata Eprita (22/08) .
Tak terpisahkan
Film dan fashion memang menjadi dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Selain
menambah estetika film, fashion juga dapat mendukung para aktor agar semakin merepresentasikan penokohannya. Itulah mengapa, agar terlihat urakan, tokoh Dilan selalu mengenakan jaket denim. Begitu pula dengan Dara yang mengenakan setelan simple dan berwarna cerah untuk mendukung sifat polos dan ceria ala layaknya remaja SMA.
Fashion yang dikenakan pemeran itu juga nyatanya dapat menjadi tren di masyarakat. Hal itu dibenarkan oleh Tyar Ratuanisa, akademisi Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB). Tyar yang meneliti tentang tren gaya berpakaian di Indonesia melihat relasi yang menarik antara fashion dan film. Menurut Tyar, film memiliki karakter khusus yang membuat fashion lebih sering jadi tren ketimbang produk hiburan lain.
“Kalau misalkan musik atau musisi itu kan segmented ya. Orang bisa ada yang suka dan
tidak suka. Dan kalau misalkan musisi itu ditampilkan saat dia manggung atau di video klipnya saja. Nah kalau film itu moving image dalam waktu dua sampai tiga jam, maka dari itu dia dapat membangun karakter secara utuh,” ujar Tyar ketika ditemui di Kampus ITB Bandung pada akhir Oktober 2019.
Ia menyebut, pada tokoh Dilan misalnya, dia berasal dari keluarga seperti apa, dia punya prinsip seperti apa. Dia tujuannya apa sih mengejar Milea- kah itu gagasannya dapat terbangun secara utuh dalam film.
Tyar juga menilai bahwa orang Indonesia itu pada
dasarnya sangat senang meniru.
Menegok tren fashion di Indonesia, Tyar juga menilai bahwa orang Indonesia itu pada
dasarnya sangat senang meniru. Mulai dari tokoh film, aktris, hingga selebgram menjadi kiblat anak muda Indonesia dalam berpakaian. Dengan kata lain, pemilihan aktris dalam film juga menjadi aspek penting agar gagasan dan tren fashion dapat tersampaikan ke penonton.
“Ketika tokoh film diperankan oleh tokoh oleh orang yang tepat, maka gagasan yang disampaikannya nyampe ke penonton. Mungkin Dilan itu sosok yang urakan berandalan tapi ketika yang ditampilkan adalah Iqbal, dia idola masa kini, kata Tyar.
Ia menambahkan, jadi orang yang meniru fashion “ala” Dilan, bisa jadi dia tidak ingin jadi sosok yang urakan dan bandel, tapi dia ingin mendapatkan perasaan ‘keren’ layaknya Iqbal itu sendiri. Perasaan “keren” itu juga ditunjang dengan gagasan dari tokoh Dilan yang berprinsip misalnya. “Jadi fashion itu tidak hanya mewakili visualnya tapi mewakili juga semangat tokohnya,” kata Tyar lagi.
Di tengah industri film Indonesia yang semakin modern, ada hal yang terlihat kontradiksi dalam aspek gaya busananya. Tyar melihat, film Indonesia justru cenderung menampilkan gaya busana yang berasal dari gaya yang jadul. Ada dua hal yang disinyalir Tyar membuat fenomena old school ini berkembang di perfilman Indonesia.
Penonton Indonesia yang tengah terhegemoni oleh nostalgia salah satunya. Hal itu ditandai dengan munculnya film remake atau berlatar tahun 80 hingga 90-an seperti Si Doel Anak Sekolahan dan Dilan 1990 & 1991. Hal lainnya ialah fashion kontemporer saat ini yang begitu membosankan. Fashion yang terkesan jadul menjadi alternatif di tengah perkembangan fashion kontemporer yang semakin seragam. Jadi, tren fashion ala 1980 hingga 1990-an juga tidak lepas dari andil perfilman Indonesia.
Meski begitu, masifnya produksi film membuat tren fashion dari film tidak bisa bertahan
lama. Ratusan judul film berarti ratusan gagasan dan kemungkinan tren baru yang akan
berkembang. Tidak heran, bila Tyar mengklaim tren fashion dari satu film hanya akan bertahan setidaknya satu tahun saja.
Perilaku imitasi
Bila dicermati, tren fashion dari film sebenarnya berasal dari perilaku imitasi. Perilaku yang dalam dunia sosiologi disebut sebagai hasil konstruksi manusia terhadap obyek yang dia sukai. Hal ini juga yang menjadi alasan Eprita meniru fashion Dara. Tidak lain karena Eprita memang kepincut sama tokoh yang diperankan oleh Zara JKT48 tersebut.
“Perilaku imitasi itu muncul dari hasil konstruksi dia terhadap benda yang dia konsumsi.
jadi kalau dulu Gabriel Tarde mengatakan adanya upaya atau perilaku atau tindakan untuk meniru tindakan seseorang yang. Nah sekarang diperbaharui konteksnya jadi bukan hanya meniru tapi bagaimana dia mengkonstruksi suatu benda (Film),” urai Aditya Chandra Lesmana, Dosen Sosiologi Universitas Padjadjaran yang juga ditemui pada akhir Oktober 2019.
Aditya memaparkan, setiap film memproduksi gayanya masing-masing yang dapat
mempengaruhi ranah pikiran manusia. Dengan kata lain, ketika suatu film berhasil membuat tren fashion di masyarakat, artinya film itu berhasil memengaruhi ranah pikiran sebagian besar masyatakat.
Sebagai salah satu sarana hiburan utama di masyarakat urban, menonton film telah berubah menjadi gaya hidup. Antusiasme masyarakat nampak dari angka jumlah penonton yang semakin merangkak. Ratusan ribu, hingga jutaan pasang mata mondar- mandir di bioskop setiap hari. Maka, setiap jutaan pasang mata itu selesai menonton, ada tren fashion baru yang mungkin muncul karena kepincut dengan fashion dari film tersebut.
Muhamad Arfan Septiawan, Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran Bandung