Langit Diwangkara memang masih terbilang muda. Usianya baru 17 tahun, ia juga baru saja mencicipi bangku perkuliahan di Jurusan Sistem Informasi Universitas Gunadarma Depok, Jawa Barat. Meski demikian, Langit sadar bahwa bumi dimana ia tinggal saat ini tidak dalam kondisi baik dan ia tidak boleh diam saja.
Langit memilih bersuara melalui desain. Ia hendak mengekspresikan kegundahannya soal kerusakan lingkungan yang menurutnya semakin genting untuk diselesaikan. Selain karena hobi, Langit merasa, desain mampu mengelaborasi hasil pikiran dan perasaan seseorang.
“Saya senang desain. Ya menurut saya menyenangkan, kita mengekspresikan apa yang kita pikirkan, kita lihat, kita dengar jadi sebuah kesatuan,” ujar Langit pada Rabu (18/9/2019) di Jakarta pada penyerahan hadiah bagi pemenang kompetisi Sony Eco Shopping Bag Design Contest.
Sejak SMP, Langit sering mengalami dampak negatif dari tingkah laku manusia yang merusak lingkungan. Kejadian seperti banjir atau polusi udara karena pembakaran sampah sudah jadi makanan sehari-hari. Belum lagi masalah sampah plastik yang semakin menumpuk dan belakangan ini jadi pembicaraan semua kalangan, termasuk anak-anak seusia Langit. Hal ini yang membuatnya semakin ingin menyuarakan kepedulian menjaga bumi.
Langit pun mencari wadah yang mampu menampung ekspresinya dan akhirnya menemukan Sony Eco Shopping Bag Design Contest. Berawal dari iseng dan mencari sarana meluapkan ekspresi, Langit keluar sebagai juara pertama. Desainnya akan digunakan secara resmi oleh pihak Sony Indonesia sebagai kantong belanja ramah lingkungan di semua Sony Center di Indonesia.
“Saya tertarik ikutan karena tema kompetisi ini, soal bumi. Semoga setelah desain saya dipakai, pesan untuk menjaga bumi jadi bisa tersampaikan ke masyarakat luas,” ucap Langit.
Desain Langit yang berhasil menyabet juara tersebut bertajuk “Mendengarkan Bumi”. Proses pencarian ide ia kerjakan selama kurang lebih seminggu dan menghasilkan tiga jenis desain yakni “Mendengarkan Bumi”, “Melihat Bumi”, dan “Membawa Bumi”. Namun, dari semua desain ia merasa lebih klop dengan “Mendengarkan Bumi” karena sesuai dengan kegelisahannya selama ini.
“Kehidupan kita yang sekarang itu sudah menggunakan bumi setiap hari. Kita eksploitasi, tapi apa yang sudah kita lakukan kepada bumi? Apa bumi mengeluh? Apa timbal balik kita kepada bumi? Saya ingin lebih mendengarkan bumi,” tuturnya.
Lewat desain ini, Langit tak hanya dikenal sebagai desainer reusable shopping bag resmi pihak Sony Indonesia. Ia juga mendapatkan hadiah beasiswa sebesar Rp20.000.000.
Beda Jurusan
Meski menyukai bidang desain grafis, Langit menempuh pendidikan di bidang Sistem Komputer. Keputusan ini ia ambil karena menurutnya desain adalah sebuah hobi dan sarananya meluapkan emosi. Ia memilih untuk tak mencampuradukkan hal yang ia suka dan pekerjaan masa depan.
Bagi dia, desain grafis adalah bidang yang bisa dieksplorasi lewat apa saja dan tak melulu melalui pendidikan formal. Ia juga beruntung bahwa kedua orangtuanya juga berkecimpung di dunia desain grafis. Hal ini membuatnya mudah untuk bertanya dan berdiskusi soal desain.
“Sekarang kan banyak ya tutorial Youtube, kemudian bisa bertanya kepada orang-orang juga. Belajar zaman sekarang kan bisa dimana saja,” kata Langit.
Mengambil jurusan pendidikan yang berbeda dengan hobi tak serta merta membuat Langit tak serius menekuni apa yang ia suka. Ia juga sering melatih diri dengan sering mengikuti berbagai kompetisi desain dan membantu proyek teman-temannya.
“Kalau ikut kompetisi memang sudah sering, tapi ini baru pertama kalinya menang. Saya juga sering membantu desain proyek teman-teman, kadang di rumah juga suka diminta bantuan untuk desain spanduk dan semacamnya,” tuturnya.
Ketika kemauan bertemu dengan usaha maka pasti di situ ada jalan. Selamat ya, Langit!
Diana Valencia, Jurusan Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, sedang magang di Harian Kompas.