Berangkat dari keprihatinan melihat terung asam yang sering tidak termanfaatkan karena membusuk akibat panen yang melimpah, terutama saat musim banjir tiba, serta beras hitam yang masih belum dikembangkan secara optimal, mahasiswa KKN PPM UGM Unit Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang- Kalimantan Tengah beberapa waktu lalu menemukan inovasi pengolahan terung asam menjadi sirup dan selai serta es krim dari beras hitam khas Kecamatan Jagoi Babang.
Kepala Desa Sekida, Sujianto menyambut baik ide dan inovasi mahasiswa UGM tersebut. “Selama ini, terung asam di masyarakat hanya diolah menjadi bahan campuran sayur dan juga sambal. Disayangkan seringkali tak terhabiskan ketika panen tiba. Begitu juga beras hitam, hanya dijual untuk konsumsi biasa saja” terangnya. Melalui inovasi mahasiswa ini diharapkan, tidak ada lagi terung asam yang dibuang saat panen melimpah dan tentunya dapat menjadi nilai ekonomis tersendiri bagi masyarakat.
Hal serupa disampaikan oleh Ketua PKK Desa Sekida, Fitri Nurjana yang mengapresiasi inovasi olahan yang dikembangkan oleh mahasiswa KKN PPM UGM. “Tentu kami sangat senang dengan adanya inovasi ini. Kami sebagai kader PKK berharap bisa melanjutkan apa yang sudah kami dapatkan dari mahasiswa saat ini,” tutur Fitri. Ia menambahkan, bahkan tidak menutup kemungkinan olahan terung asam dan beras hitam dapat menjadi oleh-oleh khas Desa Sekida.
Koordinator Mahasiswa Unit Jagoi Babang, Khairul Hasbi mengatakan program yang dimotori oleh Kluster Agro dengan Koordinator Nur Afifi dan Munadil Fauzi ini menjadi satu di antara wujud pembangunan ekonomi kreatif di Kecamatan Jagoi Babang sebagai bagian dari tema KKN PPM UGM Unit Jagoi Babang 2019.
“Kami ingin bersama masyarakat mengembangkan potensi lokal yang ada di Jagoi Babang khususnya Desa Sekida sebagai sebuah komoditas dalam pengembangan ekonomi kreatif, di antaranya terung asam dan beras hitam ini” kata Khairul Hasbi.
Terung asam yang lebih dikenal masyarakat Dayak Bidayuh Jagoi sebagai “tiyung masuam” sendiri memiliki nama latin solaum ferox linn yang termasuk dalam suku terung-terungan. Terung asam dikenal juga sebagai terung Dayak yang seringkali tidak ditanam namun tumbuh secara liar.
Berkhasiat
Rasanya yang asam membuat terung asam seringkali dimanfaatkan sebagai campuran masakan dan sambal khususnya pada masyarakat Kalimantan dan sebagian Pulau Sumatera. Jika sudah matang terung asam akan berwarna kuning. Tanaman yang jarang ditemui di daerah lain ini oleh masyarakat dipercaya memiliki khasiat untuk kesehatan, selain mengandung vitamin C karena rasanya yang asam, bijinya juga dapat mengobati sakit gigi. Untuk diolah menjadi sirup, terung asam diambil sarinya dan kemudian di proses hingga menjadi sirup, sedangkan ampas sisa dari buahnya dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan selai.
Sementara tentang beras hitam, komoditi pertanian khas Desa Sekida, selama ini hanya dimanfaatkan untuk dijualbelikan sebagai pangan masyarakat dan dikenal memiliki nilai gizi yang cukup baik untuk tubuh serta rendah kalori. Dalam pembuatan es krim, beras hitam yang menjadi bahan baku utama direbus untuk kemudian diolah bersama bahan-bahan lain untuk kemudian dicampur dan dibekukan.
Lebih lanjut Koordinator Mahasiswa Desa Sekida, Fathur Hafizhi menyampaikan, inovasi pengolahan terung asam menjadi sirup dan selai serta beras hitam menjadi es krim itu dilakukan bersama-sama dengan Kelompok PKK Desa Sekida. Melalui inovasi ini diharapkan, dapat memberikan insiprasi diversifikasi pengolahan pangan yang tentu akan memberikan pemasukan bagi masyarakat. Selain itu, mahasiswa bersama masyarakat Desa Sekida juga akan menindak lebih lanjut inovasi ini dengan tambahan pengemasan yang baik agar siap dipasarkan.
Tidak hanya itu, dalam pelaksanaan program KKN PPM UGM di Desa Sekida dengan melibatkan masyarakat khususnya Kelompok PKK, mahasiswa juga mengajarkan berbagai diversifikasi olahan pangan berbahan lokal seperti singkong yang diolah menjadi nugget sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kreatif. “Dari sisi pariwisata kami sedang menyusun masterplan pembangunan desa wisata dengan penggalian potensi daya tarik wisata lokal seperti Gunung Adan dan kerajinan bidae sebagai kearifan lokal” tutup Fathur.
Fathur Hafizhi