Ibu-ibu Kader PKK Bantu “Gerakan Kang Pisman” di Bandung

0
606

Tragedi longsor sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Bandung, tahun 2005 silam masih membekas. Bandung kala itu menjadi lautan sampah dan menyadarkan banyak pihak dengan persoalan sampah yang seperti bom waktu. Berbagai upaya pemerintah agar kejadian serupa tak terulang pun banyak dicanangkan.

Meski pada awal tahun 2019 ini gagal meraih Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kota Bandung terus berbenah diri untuk mengatasi permasalahan sampah yang tak kunjung usai. Sebutlah “Gerakan Kang Pisman”.

Gerakan ini merupakan kolaborasi antara pemerintah, warga, pihak swasta, dan lainnya. Kang Pisman berarti Kang (Kurangi), Pis (Pisahkan), dan Man (Manfatkan) sampah, diharapkan dapat menjadi pedoman bagi masyarakat untuk mewujudkan era melek pengelolaan sampah di Bandung.

Pengelolaan sampah membutuhkan partisipasi dari seluruh elemen masyarakat. Usia muda dan tua harus bersinergi agar kampanye ini membuahkan hasil. Setidaknya itu yang menjadi salah satu latar belakang Bintarsih Sekarningrum, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kecamatan Cinambo, Bandung, menggerakkan kader-kadernya. Sebagai bentuk dukungan untuk gerakan ini, ia memberikan ide-ide segar yang kemudian digarap bersama ibu-ibu anggota PKK Cinambo.

“Saya dari PKK Cinambo dari Juli 2019 sudah melakukan gerakan-gerakan terkait dengan program Kang Pisman. Dimulai dari memberikan edukasi dan memberikan sosialisasi. Jadi tahun 2018 memang saya mantapkan untuk edukasi dan sosialisasi,” ujar Bintarsih yang ditemui di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran, hari Rabu (22/5/2019).

Sosialisasi dan edukasi tersebut diwujudkan dengan melakukan pelatihan-pelatihan pengolahan sampah baik sampah organik maupun anorganik serta adanya studi banding. Edukasi yang dijalankan tidak lain adalah literasi lingkungan.

Kesempatan melakukan sosialisasi secara besar-besaran dilaksanakan dengan mengadakan Bazaar Sampah Cinambo tanggal 16 Maret 2019 lalu. Kegiatan itu juga dihadiri oleh Walikota Bandung, Oded Muhammad Danial. Bazaar sampah menjadi ajang sosialisasi PKK Cinambo kepada masyarakat umum dengan mencoba memberi pengertian bila sampah tidak harus dibuang tetapi bisa dimanfaatkan.

“Pada saat bazaar ini dilakukan, kita mengadakan kegiatan dengan menyediakan sembako. Dengan sembako itu, masyarakat bisa membeli sembako dengan menjual sampahnya. Sampah yang dibawa kemudian ditimbang dan dilihat berdasarkan kategori sampahnya jenis apa, lalu kita nilai. Setelah itu ditukar dengan voucher. Nah, voucher inilah yang menjadi sembako,” tutur Bintarsih.

Selain menggelar Bazaar Sampah Cinambo,  lomba-lomba juga diadakan sebagai bentuk membangun partisipasi masyarakat. Diantara lomba tersebut adalah  membuat desain tas dari sampah daur ulang. Menurut Bintarsih, adanya lomba justru menjadi salah satu proses sosialisasi, tentunya dengan penghargaan yang dapat menjadi motivasi.

Hal ini membuktikan bahwa kesuksesan Kang Pisman tidak lepas dari peran lembaga atau organisasi yang dekat dengan masyarakat

Saat ini Kota Bandung telah berhasil mengumpulkan 835 balad (anggota) Kang Pisman, 1810 unit bank sampah, dan terdapat 70 simpul Kang Pisman. Bintarsih menganggap tidaklah cukup hanya dengan pengadaan fasilitas. Sangat dibutuhkan literasi lingkungan yang akan mendorong masyarakat menyukseskan gerakan Kang Pisman. Wujudnya adalah sebuah buku berjudul “Cinambo Nyaah Ka Bandung: Gerakan Kang Pisman” yang juga diluncurkan saat bazaar.

Buku ini menjadi salah satu sarana edukasi gerakan Kang Pisman melalui literasi lingkungan. Penulis buku tersebut bukan orang terkenal atau influencer di bidang lingkungan, melainkan ibu-ibu anggota PKK Cinambo yang menuangkan pengalaman mereka melakukan gerakan Kang Pisman. Para penulis kemudian dikukuhkan sebagai Kader Literasi PKK Cinambo.

Antusiasme luar biasa datang dari mereka karena menulis dan memublikasi sebuah buku merupakan pengalaman pertama kali. Bintarsih menyatakan, “Awalnya saya mengadakan lomba dulu yaitu lomba menulis untuk kader PKK. Jadi yang masuk menjadi penulis ini terseleksi. Mereka lalu mengikuti workshop penulisan dulu untuk diarahkan, baru dituangkan dalam sebuah buku.”

Jumlah tulisan yang masuk merupakan representasi dari keinginan mereka agar bisa membagikan wawasan dan pengalaman terkait gerakan Kang Pisman. Gerakan ini juga merupakan bentuk sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa kesuksesan Kang Pisman tidak lepas dari peran lembaga atau organisasi yang dekat dengan masyarakat.

“Saya mencoba ini atas inisiatif sendiri, bukan dari proyek Kota Bandung ya, untuk melakukan gerakan Kang Pisman dengan memberdayakan potensi para wanita khususnya kader PKK,” ucap Bintarsih.

Sebab rutinitas PKK yang bersentuhan dengan keluarga dan masyarakat, pemberdayaan para kadernya ini dinilai sebagai langkah yang tepat. Kegiatan PKK di lingkup keluarga pada umumnya mencakup bagaimana hidup sehat maupun bagaimana memberikan pola asuh dalam keluarga. Bagaimana cara memasukkan gerakan Kang Pisman di dalamnya?  Bagi Bintarsih, gerakan ini sangat fleksibel sehingga dapat digaungkan seirama dengan program PKK yang sudah ada.

Posisi wanita yang dekat dengan rumah tangga menjadikan potensi wanita itu sendiri menjadi penting dalam gerakan ini. “Sumber masalah sampah itu ada di tingkat rumah tangga. Di tingkat rumah tangga itu siapa yang paling penting? Wanita. Ibu ini menjadi pilar penting bagaimana mereka bisa memilah dan mengolah sampah,” tuturnya.

Proses yang dapat dibilang singkat tentu tidak lepas dari semangat para kader PKK Cinambo yang berpartisipasi dalam penulisan buku tersebut. “Alhamdulillah, buku ini terpublikasi dan terjual cukup yaitu di atas 100 eksemplar. Sebagian besar dinas-dinas juga memesan. Mereka ingin melihat bagaimana gerakan Kang Pisman dilakukan di Kecamatan Cinambo,” tambah Bintarsih.

Langkah Ibu-Ibu PKK Cinambo tidak berhenti di sini.  Saat ini tengah dirintis buku kedua dengan judul “Cinambo Nyaah Ka Bandung: Pojok Kang Pisman”. Pojok Kang Pisman adalah wahana edukasi, sosialisasi, dan kolaborasi dalam pengelolaan sampah.

Partisipasi Masyarakat 

Bintarsih mengakui tidak terlalu sulit untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Kecamatan Cinambo akan problematika sampah. Berkaitan dengan program Pojok Kang Pisman, awalnya ia membina satu Rukun Warga (RW) dari empat kelurahan di Kecamatan Cinambo sebagai wilayah pilot project. Pembinaan tersebut berjalan dengan hasil. Mekanisme pengelolaan sampah disesuaikan dengan karakteristik dan potensi wilayah masing-masing. “Kegiatan ini justru dapat terwujud karena adanya dukungan dan kesadaran sosial masyarakat,” tuturnya.

Kerja keras ibu kader PKK Cinambo tidak sia-sia menilik hanya dalam waktu satu bulan, model Pojok Kang Pisman yang dikembangkan, tetapi sudah mendapat banyak apresiasi dan akan dikembangkan ke seluruh wilayah Kota Bandung. Bintarsih berharap Kecamatan Cinambo dapat menjadi wilayah wisata edukasi Kang Pisman.

Ia juga telah membentuk Pengurus Kawasan Bebas Sampah di tingkat kecamatan hingga RW yang bergerak di Pojok Kang Pisman. Selain itu, keseriusan program ini dilihat dari adanya Duta Kang Pisman yang akan menangani siapapun yang bertanya mengenai apa saja yang dilakukan di Pojok Kang Pisman.

Pemberdayaan yang dilakukan Bintarsih melibatkan kader-kader PKK yang dekat dengan unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Hal ini menjadi suatu kesempatan berharga yang akhirnya mendorong masyarakat secara umum untuk ikut terlibat dalam gerakan pengelolaan sampah. Persoalan sampah tiada berhenti sampai seluruh elemen masyarakat dapat melakukan perubahan baik dalam memilah maupun mengolah sampah yang dihasilkan.

“PKK secara struktural atau hierarki ada di tingkat kecamatan, kelurahan hingga kader tingkat RW. Kalau dijumlahkan menjadi sangat banyak dan kalau kita bisa memegang potensi itu akan sangat besar. Dengan potensi yang ada sejauh ini, dukungan yang ada sangat besar, keberhasilan sangat tinggi maka dampak juga sangat besar dirasakan,” pungkas Bintarsih.

Jeli melihat sebuah peluang, menjadi salah satu faktor pendukung gerakan pengelolaan sampah ini semakin berkembang di masyarakat. Persoalan sampah tidak menjadi tanggung jawab satu pihak saja. Solusi-solusi menarik perlu diperhatikan untuk menggaet lebih banyak kesadaran seluruh elemen masyarakat akan sampah.

Ventriana Berlyanti, mahasiswa Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran