Kata ini pasti sering terdengar di kalangan anak muda pada zaman milenial. Kata yang awalnya hanya untuk lelucon, kini menjadi tameng bagi yang bersalah. Baper yang merupakan singkatan dari bawa perasaan, biasanya dipakai oleh orang-orang yang merasa dirinya benar pada saat ia melakukan sesuatu, atau mengatakan sesuatu pada orang lain, namun mendapatkan air muka atau balasan yang menurutnya tidak valid (bagi dirinya). Orang yang terlabeli dengan sebutan ‘baper’ itu, mau tak mau harus tertawa dengan guyonan itu.
Kita tidak tahu, apa yang ada di dalam hati orang yang terlabeli kata ‘baperan’. Ia tidak suka dengan hal itu. Namun sikap sosial dilingkungannya membuatnya sulit untuk menjadi diri sendiri. Padahal kita tidak tahu kebenarannya. Contohnya seperti ini :
A nama seorang perempuan, ia meminjam pulpen ke temannya B, namun pulpen itu hilang dan A siap untuk mengganti pulpen yang hilang tersebut. B meminta A untuk mencari lebih teliti lagi, namun si A malah merasa tersinggung dan menyebut B sebagai seorang yang ‘baperan’ hanya untuk sebuah pulpen.
Lalu teman-teman yang lain, juga merasa bahwa B terlalu berlebihan hanya untuk sebuah pulpen. Dan C,D, bahkan E yang tidak mengetahui apa-apa juga ikut nimbrung dan mengatakan hal yang berbeda namun intinya sama.
“Baper ah, pulpen doang, ribet” atau “emang kenapa sih, pulpennya?”-sarkas. Dimana setelah B mendengar perkataan dari teman di lingkungannya mau tak mau meng-iyakan kalimat si A untuk membelikan pulpen yang baru. Kita tak tahu bahwa setelah kejadian itu, setelah semuanya kembali kerumah masing-masing, B menangis, karena pulpen itu adalah pemberian kakeknya yang telah meninggal.
Memahami dan tanggung jawab
Walau cerita di atas bisa kita sanggah dengan berkata, ”seharusnya B bisa bilang bahwa pulpen itu penting, berikut alasannya !”. Namun jika kamu berada di posisi B dan tidak ada seorang pun berada di pihaknya, apakah ia masih ingin memaksakan kehendaknya ? Pasti tidak, agar orang-orang tak memberinya label ‘baperan’ dan mendapat tatapan aneh dari orang-orang di sekitarnya.
Yang seharusnya kau lakukan adalah lupakan kata ‘baperan’ dan langsung memahami kesalahanmu, jawab dengan perkataan maaf, lalu bertanggung jawablah. Lingkungan pertemanan menjadi salah satu yang kuat untuk membuat seseorang berubah.
Oleh karena itu jadilah manusia yang baik untuk diri sendiri atau orang lain. Bijaklah dalam hal apapun, berusaha memahami orang lain agar tak menyakiti mereka.
Membaca cerita diatas bisa menyadarkan kita, mana hal baik dan mana yang buruk. Kalian berada di posisi dimana ?
Annisa Julianty, mahasiswi Jurusan Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta.