Kesuksesan Unsoed di Puncak Amerika Selatan

0
445

Unit Pandu Lingkungan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Jenderal Soedirman (UPL MPA UNSOED) membentuk Tim Ekspedisi BRI Soedirman VII, untuk menuju puncak tertinggi di Argentina, salah satu dari “7 Summit” dunia, yaitu Gunung Aconcagua 6962 Mdpl. Tim ini berhasil mengantarkan tiga orang sampai ke puncak Gunung Acuncagua, titik tertinggi di Amerika Selatan.

UPL MPA Unsoed memiliki impian mendaki 7 Puncak tertinggi didunia 7 Summitpada ulang tahun UPL MPA Unsoed yang ke-50 tahun 2029. Harapan itu disampaikan Abdul Kadir Usman, Ketua Forum Komunikasi Anggota Luar Biasa UPL MPA Unsoed, saat Workshop Hasil Ekspedisi BRI Soedirman VII di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman pada Rabu(16/01/2019) pukul 19.00WIB.

“Pendakian ini merupakan mimpi organisasi UPL MPA Unsoed, untuk itu kita bersyukur dapat terus menjalankannya dengan baik, hingga Ekspedisi BRI Soedirman VII ini dapat berhasil,” kata Abdul.

 Impian ini sudah dimulai sejak Ekspedisi Soedirman I tahun 1991, dengan rangkaian ekspedisi:

  • Ekspedisi Soedirman I pemanjatan Tebing Parang (Purwakarta), Goa Luwen Jarang (Pacitan), dan penjelajahan  rawa laut di segaraanakan (cilacap) tahun 1991
  • Ekspedisi Soedirman II Gunung Carstensz pyramid gagal karena isu keamanan (OPM) tahun 2002
  • Ekspedisi Soedirman III Gunung Elbrus di Rusia 5.642 mdpl tahun tahun 2005
  • Ekspedisi Soedirman IV Gunung Kalimanjaro di Tanzania 5.895 mdpl tahun 2009
  • Ekspedisi Soedirman V Gunung Carstensz Pyramid (Puncak Jaya) di Papua 4.884 mdpl tahun 2012
  • Ekspedisi Soedirman VI Gunung Huaskaran di Peru 6.768 mdpl tahun 2016
  • Ekspedisi BRI Soedirman VII Gunung Akunkagua di Argentina 6962 mdpl tahun 2018

Upaya mewujudkan mimpi organisasi tersebut telah berlangsung selama lebih dari 27 tahun terhitung sejak Ekspedisi Soedirman pertama dilaksanakan. Namun demikian, belum semua “7 Summit” berhasil ditaklukkan. Masih ada 3 gunung tertinggi di dunia yang menjadi pekerjaan rumah bagi UPL MPA Unsoed yaitu Gunung Denali 6,190 mdpl di Alaska, Gunung Vinson Massif 4,892 mdpl di Antartika dan Gunung Everest 8,848 Mdpl di Nepal.

Seleksi ketat

Seleksi tersebut berlangsung 10 bulan dari Februari – November 2018. Hasilnya, terpilihlah 3 dari 10 orang, untuk menjadi atlet pendaki gunung UPL MPA Unsoed yang akan berangkat ke Puncak Gunung Acuncagua. Mereka adalah Ningam Syukri (20) mahasiswa semester 5  Jurusan Budidaya Perairan, Miftakhur Rizky (19) Mahasiswa semester 3 Jurusan Administrasi Negara, dan Mohamad Ridho Ashari (20) Mahasiswa semester 5, Jurusan Agribisnis Universitas Jenderal Soedirman.

3 Mahasiswa (Ridho, Ningam, dan Miftakh) lolos seleksi atlet untuk pendakian Gunung Acuncagua 6962mdpl di Argentina  (dokumentasi UPL MPA Unsoed, 2018)

“Pelatihan atlet pendaki gunung ini, mulainya pada bulan februari – November 2018, dengan berbagai seleksi akhirnya terpilih 3 dari 10 orang aja yang daftar jadi atlet,” kata Ridho.

Ia melanjutkan, “Seleksi itu berat, kita ada jogging rutin selama 1 minggu 5x, Trail Running dari Basecamp Gunung Slamet – Pos 3 Bambangan, kegiatan lapangan 9-10 hari di Gunung Slamet, longmarch 1 hari penuh (21 Jam) tanpa tidur dari Baturraden – Puncak Gunung Slamet – Baturraden itu kita lakuin dari bulan Februari – November 2018 kemarin”.

Mereka juga memiliki misi kebudayaan. Diceritakan oleh Miftakh, “Tanggal 28 Desember 2018 kita Seminar Kebudayan Indonesia di KBRI Buenos Aires. Kita ngenalin destinasi wisata Indonesia seperti Danau Toba, Candi Borobudur, Pantai Sanur, Pulau Komodo, dan Kepulauan Raja Ampat ke masyarakat Argentina. Kebudayaan Indonesia juga kita kenalin, seperti angklung, wayang, sama tarian ebeg asli khas Banyumas. Gak lupa kita kenalin dan sajikan langsung kuliner Indonesia kayak Rendang Sapi, Sate Ayam, Tempe Mendoan khas Banyumas, dan Nasi Goreng.”

Tim Atlet Ekspedisi BRI Soedirman VII sedang memperkenalkan makan dan kebudayaan khas Indonesia di KBRI Buenos Aires, Jumat 28 Desember 2018 (Sumber: Dokumentasi UPL MPA Unsoed, 2018)
Nasi Goreng, Kerupuk, Rendang Sapi, Sate Ayam, dan Tempe Mendoan yang disajikan pada Seminar Kebudayaan Indonesia di KBRI Buenos Aires (Sumber: Miftakhur Rizky, 2018)

“Ada yang suka pedes, ada yang ngga tapi semuanya suka dengan masakan Indonesia, Bahkan bule-bulenya pada nambah”, tutur Miftakh dengan tertawa.

Diharapkan dari usaha untuk memperkenalkan kebudayaan, makanan, dan destinasi wisata Indonesia tersebut warga argentina dapat lebih mengenal dan pada saatnya nanti dapat berkunjung ke Indonesia, sehingga dapat menambah pemasukan negara dan membantu pembangunan melalui sektor pariwisata.

M. Ridho sedang makan makanan khas Indonesia bersama dengan empat wanita Argentina di KBRI Buenos Aires. (Sumber: MiftakhurRizky, 2018)

Tak terduga

Saat memulai perjalanan turun, Tim Atlet Ekspedisi BRI Soedirman VII mengalami musibah tidak terduga di La Canaleta, jalur turun pendakian. Ridho kepalanya terbentur batu saat jatuh terperosok ketika hendak turun dari puncak Gunung Acuncagua, ia mengatakan, “Keadaan pas turun, kita udah capek semua, terus gue salah nginjek batu, ternyata itu es yang kurang kokoh, jadilah gue jatuh terperosok 2-3 meter dan kepala gue terantuk batu, alhamdulillah aja pake helm. Jadi kepala gue gak kenapa-kenapa.”

Miftakh terjatuh 7-8 meter dan hampir masuk jurang. Ia bercerita kepada penulis, “Saat kita hendak turun dari puncak, sekitar jam 16.00 GMT-3 (Waktu Argentina), “Kami udah nge-drop. Kita minta waktu makan siang tapi gak dikasih sama guide karena cuaca mulai berubah drastis jadi bahaya dan kita harus segera turun. Jadi dalam keadaan laper, saya salah nginjek batu yang ternyata mudah runtuh. maka jatuhlah saya, terperosok 7-8 meter. Bahkan, trekking pole saya 2 buah sampe lepas. Disitu saya ngerasa kaki udah ga bisa digerakkin, sempet mikir kalo kaki ini patah,  dan sempet putus asa takut gak bisa lanjutin perjalanan turun. Untung guide kita bisa mastiin kalo kaki saya gak kenapa-napa. Akhirnya kita bisa lanjutin perjalan turun dengan selamat”.

Ningam menceritakan bagaimana rasanya saat ia terkena gejala penyakit Acute Mountain Sickness (AMS), saat perjalanan naik menuju Puncak Gunung Acuncagua. Ningam berkata,”Di ketinggian 6400 – 6500, itu aku udah mulai capek dan mulai terindikasi terkena AMS. Rasanya ngantuk banget karena susah tidur, disana kadar oksigen tipis, setiap jam saya kebangun. Kepala kayak dipukulin, sakit banget cenat-cenut. Kaki udah mulai lemes, mata kunang-kunang, pengennya duduk gak mau jalan, berat rasanya kaki buat jalan. Nafas juga susah, detak jantung berdebar lumayan kenceng, perut rasanya mual dan pengen muntah. Waktu itu saya disemangatin sama Edo, katanya “Ayo semangat Ngam, Bendera Merah Putih dan Panji UPL kan elu yang pegang, jadi lu gak boleh nyerah sekarang, dari situ saya semangat lagi buat melanjutkan pendakian,” kenangnya dengan penuh penghayatan.

Tim Ekspedisi BRI Soedirman VII menggelar pementasan wayang di Puncak Gunung Acuncagua 6962 mdpl di Argentina (Sumber: Dokumentasi UPL MPA Unsoed, 2018)

Penulis berusaha ‘mengulik’ total dana yang dikeluarkan oleh Tim Ekspedisi BRI Soedirman Unsoed VII dengan bertanya kepada Tim Atletnya, dan penulis mendapatkan jawaban dari Ridho,”Gue juga gatau persis berapa kisaran total biaya untuk ekspedisi puncak gunung akunkagua ini, karena diurus sama tim, tapi kiranya sekitar RP 250.000.000 – RP 300.000.000-lah keseluruhan”.

Ridho bercerita izin dari orang tuanya, “Awalnya, mereka ngelarang, khawatir kondisi fisik dan akademis gue bisa menurun, tapi pelan-pelan gue jelasin dan pas udah lolos seleksi sekitar H-2 bulan berangkat, gue kabarin mereka dan akhirnya alhamdulillah mereka luluh. Dari sisi akademis Ridho-pun telah mendapatkan izin dan dukungan dari dosennya. 10 tugas yang tertunda akibat kepergiannya ke Argentina boleh dikumpulkan ketika minggu Ujian Akhir Semester (UAS) sekitar 1 bulan setelah kepulangannya ke Indonesia”.

Sejalan dengan Ridho, Miftakh juga menceritakan hal yang sama tentang orang tuanya, Miftakh bercerita, “Awalnya orang tua berat hati, mungkin karena ini lebih dari 6000 mdpl. Bahkan, mereka sampe gabisa tidur setiap ngebaca relay yg kita kirim, tapi setelah kita berhasil akhirnya mereka seneng dan bangga ngeliat anaknya berhasil mencapai puncak”.

Untuk urusan akademis itu lain persoalan, dosen memang mengizinkannya, namun untuk pengumpulan tugas miftakh harus berpacu dengan waktu dan ke-killer-an dosennya. “Ada sebagian yang boleh dikumpulin ada juga dosen yang gak ngebolehin buat ada tugas susulan, aku udah ngira, dan udah siap berkorban untuk pendakian ini,” kata Miftakh.

Selaras dengan kedua temannya, Ningampun merasakan kekhawatiran orang tuanya, “Orang tua tadinya gak dibolehin untuk pendakian kali ini, mungkin karena mereka khawatir karena taruhannya nyawa, tapi seiring waktu alhamdulillah mereka mengizinkan. Setelah selesai pendakian, orang tua sangat senang dan mereka cuma shock karena ngeliat muka-muka kita agak menghitam karena terbakar matahari”.