Menggali Solusi Untuk Madura

0
920

Surabaya – Madura, sebuah pulau seluas 5.168  yang terletak di timur laut Jawa Timur. Baru-baru ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kabar penggratisan tol Suramadu.

Opini masyarakat pun terbelah menjadi dua. Ada yang menganggap bahwa penggratisan adalah sebuah langkah untuk memperbaiki perekonomian di Pulau Madura, dan sebagian lagi beranggapan bahwa hal ini tak lebih dari sekedar kampanye dari salah satu pasangan calon presiden, untuk memenangkan hati penduduk Pulau Madura.

Banyak pihak yang tidak menyadari, bahwa permasalahan yang ada di Pulau Madura benar-benar pelik. Selain perekonomian yang menjadi sorotan utama, Pulau Madura memiliki masalah-masalah gawat lainnya. Salah satunya adalah mengenai Indek Pembangunan Manusia. Berlokasi relatif dekat dengan Surabaya, terlebih setelah peresmian jembatan Suramadu, indeks pembangunan manusia di Pulau Madura adalah yang terendah se-Jawa Timur. Hal ini mengisyaratkan, bahwa usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Pulau Madura belum berjalan dengan baik.

Maka dari itu, Harian Kompas, bekerja sama dengan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Airlangga (PPIKAUA) dan Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga, menggelar sebuah Focus Group Discusion (FGD) atau yang lebih dikenal dengan forum diskusi, yang bertajuk: “Meneropong Lonjakan Industri di Pulau Madura Pasca Penggratisan Tol Suramadu”.

FGD diadakan untuk membahas, apakah penggratisan tol Suramadu memiliki imbas positif bagi Pulau Madura, dan bagaimana cara mengatasi permasalahan-permasalahan yang menghambat pertumbuhan sumber daya manusia, dan Ekonomi di Pulau Madura.

FGD dilaksanakan pada hari Jumat, 30 November 2018, di Kantor Harian Kompas Gubeng. Hadir sebagai moderator, Ambrosius Harto seorang wartawan dari Harian Kompas. Hadir pula tokoh-tokoh senior Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga. Di antaranya ada Dr. Tjuk K. Sukiadi, S.E., dan Dr. Rudi Purwono, S.E., M.S.E. dan beberapa alumni dari Universitas Airlangga.

Permasalahan pokok yang dibahas adalah perekonomian, dan bagaimana Budaya Madura yang konservatif juga turut berdampak pada pertumbuhan ekonomi, yang menjadikan pilihan usaha menjadi terbatas agar tidak berbenturan dengan budaya yang sudah ada.

Diskusi berjalan dengan cukup santai. Gelak tawa peserta juga beberapa kali pecah. Meskipun diwarnai suasana yang cukup tegang, ketika diskusi berjalan semakin dalam, secara umum, tidak ada ketegangan yang berarti dalam jalannya acara FGD. Beberapa ide cemerlang juga muncul pada diskusi.

Salah satunya adalah pemanfaatan Selat Madura untuk membangun harbour tour layaknya yang dilakukan Australia di Sydney Harbour dengan pemandangan langsung ke Sydney Opera House. “Sebenarnya Surabaya dangan Madura ini bisa ada  harbour tour yang sangat indah sekali” Ujar Dr. Tjuk.

Selain harbour tour, untuk mewujudkan industri yang mampu berjalan selaras dengan Budaya Madura, mucul pula ide untuk membangun Madura sebagai pusat wisata halal, untuk mengakomodasi wisatawan dari daerah Timur Tengah. Ide-ide di atas, jika diwujudkan, diharapkan mampu memberdayakan masyarakat, dan menopang perekonomian Pulau Madura.

Penulis: Liem Yosia