Profesi Animator Yang Menjanjikan Masa Depan Cemerlang

0
6967

Apa jadinya jika animator beken berkumpul dan bagi-bagi ilmu serta pengalaman mereka? Yang jelas, tiket acara Indonesian CG Heroes yang berlangsung Sabtu (10/11/2018), habis terjual dan sepanjang acara yang berlangsung di Auditorium Green Office Park 9, BSD City, Tangerang itu pengunjung seakan tak mau meninggalkan tempat duduknya.

Mereka menyimak pengalaman dan penjelasan sejumlah animator yang sudah go international. Antara lain, Ronny Gani, senior animator di film Avengers: Infinity War, Rini Sugianto, senior animator di film Ready Player One, Andre Surya sebagai CG Artist di film Iron Man, Denny Ertanto yang pernah bergabung dalam CG Compositor di film War For The Planet of the Apes, dan Daniel Tjondroporo, Lead Animator pada Games Assassins Creed.

Acara Indonesia CG Heroes di Auditorium Green Office Park 9, BSD, Tangerang Selatan, Sabtu (10/11/2018).

Pesan dan kesan para animator Indonesia kelas dunia ini pada intinya sama, yaitu pekerjaan ini bisa dijadikan profesi yang menjanjikan namun perlu perjuangan keras dan waktu yang tidak sebentar. Ronny, contohnya, perlu waktu 5-6 tahun sebelum akhirnya menggapai sukses besar.

Pada acara itu, Ronny yang juga pemilik institusi kursus online BengkelAnimasi.com ini berulangkali menekankan pentingnya kesabaran serta keseriusan jika ingin menekuni profesi animator.

Pesan dan kesan para animator Indonesia kelas dunia ini pada intinya sama, yaitu pekerjaan ini bisa dijadikan profesi yang menjanjikan namun perlu perjuangan keras dan waktu yang tidak sebentar. Ronny, contohnya, perlu waktu 5-6 tahun sebelum akhirnya menggapai sukses besar situs kursus online BengkelAnimasi.com. Berkaca dari pengalaman pribadinya, Ronny tak bosan mengingatkan, “Untuk sampai pada tahap sekarang ini, kita harus mau memulai dari nol.  Mulai dari perusahaan lokal tapi yang terus bahwa untuk bisa mendapatkan pekerjaan impian seperti dirinya siapa pun harus mau memulai dari nol. Mulailah dari perusahaan yang masih lokal, terus belajar, ikuti training jika diharuskan,” kata arsitek lulusan Universitas Indonesia ini.

Sukses besar

Kendati mempelajari bidang animasi secara otodidak, Ronny merasakan benar kerasnya perjuangan agar karyanya diakui dunia internasional. “Waktu pertama kali dapat pekerjaan, saya masih terhitung yunior dan diharuskan ikut training. Ya, saya jalani karena saya ingin serius menekuni profesi animator.”

Itu pun, lanjut Ronny yang rajin membimbing para calon animator sekaligus menyerap tenaga kerja muda di bidang animasi, dilakukannya secara bertahap. “Enggak ada yang didapat secara instan. Semua harus pakai proses dan itu perlu waktu yang tidak sebentar,” ujarnya.

Kerja keras, konsisten, mau terus belajar, dan sabar merupakan resep sukses yang akhirnya membawa Ronny ke puncak sukses dengan menjadi animator untuk film Avengers: Infinity War. Sebuah prestasi yang diimpikan para animator dunia.

“Jangan cuma dilihat suksesnya tapi lihat pula perjuangan untuk sampai ke situ,” tambah animator yang mengaku perlu waktu sekitar lima tahun untuk akhirnya bisa terlibat di film-film box office Hollywood. Tak heran jika ia memiliki prinsip, “It’s either I do this or I don’t do anything at all,” ujarnya, Selasa (10/11/2018).

Dari pengamatannya, profesi animator masih terbuka lebar dan menjanjikan. Oleh sebab itu, Ronny melakukan banyak kerja sama dengan studio lokal untuk mencetak para animator siap pakai. Sebab, tuturnya, industri animasi sudah mulai tumbuh subur di Indonesia. “Peluang kerjanya besar sekali dan ini sekaligus mendukung program Pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian kreatif terbesar di Asia.”

Denny Ertanto (kiri) dan Ronny Gani (kanan).

Jalan panjang

Suka menggambar sejak usia remaja, Denny yang pernah setahun mengambil jurusan Fine Arts di Lassale Collage Of Arts, tiba-tiba berubah haluan. “Saya merasa ada yang kurang cocok karena di situ pelajarannya mostly drawing dan akhirnya pilih pindah ke Vancouver Film School,” kisahnya.

Mulalah Denny menekuni 3D Animation and Visual Effect. “Awalnya belajar doal 2D animation, 3D animation, concept art, dan lainnya, baru enam bulan terahkir penjurusan. Awalnya mau pilih animator tapi, kok, animasi saya jelek.” Ia pun mencoba ambil Jurusan 3D Modelling. “Pas bikin anjing, jadinya kaya kuda. Mau bikin patung setengah badan, bukannya jadi six pack malah keliatan kayak tempe,” kisahnya sambil terbahak.

Akhirnya, ia pun mengambil Jurusan Visual Effects. “Belajar di mana compositing simulation dan yang berkait di situ. Ternyata cocok banget rasanya. Dari situ saya sadar, saya bukan orang yang meng-create melainkan orang yang menggabungkan dan membuat apa yang mustinya jadi karya orang dan membuatnya jadi makin bagus.”

Usai lulus, kisah Denny lagi, ia tak langsung dapat pekerjaan. “Sampai akhirnya harus balik ke Indonesia. Di Jakarta pun enggak langsung kerja,” ungkap Denny yang akhirnya mendapat proyek dari Infinite Frameworks Studio, Batam.

“Di situ saya bekerja untuk film Tatsumi. Jadi, kalau mau tekun dan sabar, pasti ada jalan,” katanya.

Acara yang didukung Intel dan Sinar Mas Land ini, menurut Keenan Bathara, salah satu peserta acara, “Sangat bagus dan memberi kita banyak ilmu. Jarang-jarang bertemu lima animator Indoensia berkelas internasional. Pengalaman mereka luar biasa untuk dicontoh,” kata mahasiswa SAE Institute Jakarta angkatan 2016 atau Batch 6  yang berencana menimba ilmu di studio animasi di sini sebelum nantinya ke Kanada untuk memperdalam ilmunya.

“Cita-citanya, sih, mau animator film, bikin kayak di film Pacific Rim,” ungkapnya saat usai acara.

Ia juga menambahkan, “Dengar-dengar, sih, kalau di Indonesia gajinya kecil. Tapi, kan, tadi Mas Ronny bilang, meski gaji kecil enggak apa-apa yang penting dapat banyak pengalaman.”