Sebelum menjadi dewasa, seseorang dituntut untuk menjadi mandiri. Namun interpretasi mandiri itu sendiri berbeda-beda menurut opini masing-masing orang. Seperti Disyeila Hasna Nabilah, mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional Universitas Pasundan Bandung yang mendefinisikan mandiri ketika kita mampu melakukan segala sesuatu hal oleh diri sendiri. Tidak lagi bergantung kepada orang lain serta dapat berfikir dewasa.
Disyeila pun menganggap dirinya sudah mandiri. “Karena saya sudah berumur 20 tahun dan sudah menginjak usia dewasa sehingga mampu melakukan sesuatu hal dikerjakan oleh sendiri,” kata Disyeila memberi alasan. Menurut dia seseorang dapat dikategorikan mandiri apabila sudah memenuhi beberapa kategori.
“Ketika saya mampu melakukan sesuatu sendiri, dapat mengatur pola hidup sendiri, tidak manja, tidak terlalu bergantung dengan orang lain (selalu ditemani), pulang pergi kuliah sendiri (tidak diantar), dapat mengatasi masalah sendiri,” urainya lagi tentang katagori mandiri versi dirinya.
Ia menambahkan apa yang ia katakan di atas bisa terwujud dengan cara mencoba memberanikan diri atau mengatur pola pikir kita bahwa kita mampu melakukan sesuatu hal sendiri. Kedua, tidak melulu dalam segala hal itu ditemani orang lain atau bergantung kepada orang lain serta bersikap tidak manja. Itulah tips mandiri ala Disyeila.
Pendapat itu sama dengan pemikiran Anggita Kusumaningsih, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta yang juga menyatakan mandiri itu bisa melakukan semuanya sendiri tanpa tergantung kepada orang lain. Anggita sendiri mengaku belum sepenuhnya mandiri “Dibilang mandiri juga belom karena aku juga masih bergantung dengan orang tua. Masih suka manja, apalagi kalau sedang sakit namun di sisi lain sudah mandiri,” ujarnya.
Ada beberapa hal menurut Anggita yang mengkategorikan seseorang sudah mandiri. “Orang tua mempercayai untuk pulang malam karena ada orang tua yang belum percaya. Berpergian jauh tanpa pantauan orang tua, dan mampu untuk membantu pekerjaan di rumah,” kata Anggita
Pemikiran semakin bertambah usia punya tanggung jawab yang lebih besar, harus tidak bergantung kepada orang lain dan keluar dari zona nyaman merupakan tips dari Anggita untuk menjadi mandiri.
Andalkan diri sendiri
Pendapat lain datang dari Ihya Akbar yang masih kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. “Waktu SMA, sih, rasanya sudah mulai mandiri tapi ternyata enggak juga ya?” kata Ihya. Setelah menjadi mahasiswa, Ihya baru menyadari, salah satu bentuk kemandirian adalah ketika ia sudah tidak bergantung lagi pada orang lain.
“Menurut saya, kalau masih dikasih uang sama orangtua, artinya saya masih bergantung sama mereka. Memang, sih, itu salah satu cara mendidik kita untuk mandiri, yaitu bagaimana mengelola uang yang dikasih orang tua. Belajar tanggung jawab pada diri sendiri lah,” lanjutnya.
Mahasiswa semester 3 ini meyakini, mandiri adalah jika ia sudah tidak bergantung pada orang tua dan juga ke orang lain. “Baik itu masalah uang atau lainnya. Kalau sudah bisa bayar tagihan kartu kredit, rekening listrik, atau biaya hidup sehari-hari, nah itu menurut saya yang disebut mandiri. Jadi, benar-benar harus mengandalkan diri sendiri,” katanya saat dihubungi Selasa (22/10) lalu.
Hal senada disampaikan Insan Kamil, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. “Mandiri menurut saya simple banget, yaitu tidak ada ketergantungan dengan orang lain. Terutama orangtua,” katanya dengan nada tegas, pada Senin (22/10) lalu via telepon. Dalam soal materi, kemandirian menurut Insan adalah, “Kalau saya sudah bisa membiayai diri sendiri dan berkecukupan. Soalnya, salah satu kunci dari kemandirian adalah tidak membebani siapa pun.”
Itu sebabnya, lanjutnya, “Sekarang ini, sih. Saya masih jauh dari mandiri dari sisi ekonomi. Tapi kalau segi lainnya, dengan hidup sendiri jauh dari orang tua, saya merasa sudah mulai belajar hidup mandiri.”
Sebuah keterampilan yang harus dimiliki orang sehingga dalam kehidupan sehari-hari, dia bisa lebih banyak mengandalkan diri sendiri
Apa kata psikolog mengenai kemandirian ? “Sebuah keterampilan yang harus dimiliki orang sehingga dalam kehidupan sehari-harinya dia bisa lebih banyak mengandalkan diri sendiri,” jawab Melissa Magdalena, psikolog anak dan remaja dari Personality Development Center Jakarta.
Ditemui di kantornya di jl Gatot Subroto Jakarta, Kamis (25/10/2018) lalu, Melissa menjelaskan, kemandirian tercermin dari mampu tidaknya seseorang. “Baik mampu membuat keputusan, mampu bertanggung jawab, dan juga mampu percaya diri,” jelasnya.
Menurut Melissa, kemandirian bervariasi pada tiap individu, sesuai tahap perkembangannya. Ia memberi contoh, orangtua, misalnya, punya goal sendiri. Jika ia melihat anaknya yang berusia 2 tahun belum bisa memakai baju sendiri, pasti ia memaklumi dan tidak akan dibilang enggak mandiri. Itu karena kemampuan si anak belum sampai di situ.
Soal kemandirian, Melissa sekali lagi menyebut harus dilihat dulu perkembangannya karena di setiap tahap (usia) ada tuntutan yang berbeda, tetapi memang perlu dilatih dan diajari, supaya anak bisa melakukannya.
Ia mengingatkan, penting bagi orangtua memahami tahapan-tahapan perkembangan anak sehingga memiliki tuntutan yang realistis. Untuk ukuran mandiri secara finansial, umpamanya. “Mungkin kita punya tuntutan angka sendiri. Tapi kalau mandiri dalam aspek lain, sangat bervariasi secara sosial maupun emosi. Memang ada tuntutanya dan akan sangat bervariasi pada setiap orang. Semuanya tergantung pada pembelajarannya, pengetahuannya, juga lingkungannya,” ujar Melissa lagi.
Debora Mulya & Misha Pattiradjawane, mahasiswa, sedang magang di Desk Kompas Muda, Harian Kompas.