Menginjak bulan Agustus, Masyarakat Indonesia gegap gempita menyambut perayaan hari kemerdekaan. Bumi pertiwi kini memasuki usia 73 tahun pasca dikibarkannya bendera merah putih untuk yang pertama kali. Warga Indonesia dengan penuh antusias menyambut hari bersejarah tersebut.
Rumah sampai sudut jalan warga dihiasi pernak-pernik bernuansa merah putih. Tak sampai di situ, berbagai pertandingan digelar untuk menyemarakkan dan mengenang perjuangan pahlawan mengibarkan bendera merah putih.
Setelah mempertaruhkan nyawa di medan perang, apa kabar para pejuang saat ini? Setelah menghabiskan separuh hidupnya di medan perang, sayang para pendahulu tidak bisa menikmati hari tua dengan sejahtera. Itulah yang diungkapkan Hariyanto, Ketua Legiun Veteran kota Sukabumi, Jawa Barat.
Hariyanto merupakan mantan anggota TNI yang berjuang saat terjadi konflik Timor-Timor tahun 1975. Ia jadi saksi perjuangan konflik tersebut selama satu tahun. Hariyanto bahkan terlibat dalam pertempuran jarak pendek yang mencekam saat itu.
Pria ini memiliki kecintaan yang tinggi terhadap Tanah Air. Menurut Hariyanto, saat pertempuran nyawanya telah ia gadaikan demi kedaulatan Indonesia. Setelah pensiun, kini ia menjadi ketua Legiun Veteran Kota Sukabumi.
Tujuh hari sebelum hari kemerdekaan, lebih dahulu kita memperingati hari Hari Veteran Nasional, namun hanya segelintir orang yang merngingatnya, apalagi ikut memperingatinya. Legiun Veteran Kota Sukabumi bahkan harus menggalang dana dari kantong anggota untuk merayakannya. Tak sepeserpun dana dikucurkan oleh pemerintah kota setempat.
Kondisi Veteran Kita
Masalah kesejahteraan veteran jadi topik yang tiap taun diperbincangkan. Menyejahterakan veteran seakan jadi pengahargaan bagi mereka yang rela mati demi kedaulatan Indonesia. Tak heran, Hariyanto menyebut kalau veteran belum “merdeka”.
“Veteran belum “merdeka”, selalu sengsara.sampai hari ini belum mendapat perhatian khusus pemerintah. Yang merdeka hanya pejabat dan anggota dewan perwakilan kita” beber Hariyanto di kantor Legiun Veteran Kota Sukabumi pada Senin (6/8/2018).
Menjelang pergantian kepala dearah, janji manis untuk menyejahterakan veteran selalu terucap. Calon kepala daerah selalu menjanjikan hidup yang berkecukupan sebagai tanda penghargaan. Veteran hanya bisa berharap pemimpin negeri terpilih di 2019 punya perhatian lebih atas jasa veteran di masa lalu. “Janji itu hanya sampai mulut saja, belum ada realisasi,” kata Hariyanto dengan nada ketus.
Hariyanto mengapresiasi upaya pemerintah yang sudah memberikan penghormatan bagi veteran yang telah gugur. Namun, ia meminta pemerintah mesti memberi penghargaan pada mereka yang masih hidup.
Saat ini, veteran mendapat tunjangan sebesar Rp 1,4 – Rp 1,6 juta tiap bulan. Dengan jumlah tersebut, mereka harus mencukupi hidupnya dan keluarga selama sebulan.
Bila kita membayangkan veteran kita kesehariannya hanya duduk sambil menyeruput kopi, maka bayangan itu salah. Di usia yang renta, para vetaran harus berjuang untuk menghidupi dirinya hari demi hari. Pasalnya, dana tunjangan yang dikucurkan pemerintah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhuan harian.
“Ada rekan saya almarhum pak Herman,dulu pejuang kemerdekaan. Beliau tiap hari mengabdi sebagai tenaga kebersihan di GOR Merdeka untuk menambah-nambah pendapatan,” terang Hariyanto.
Saat ini, veteran mendapat tunjangan sebesar Rp 1,4 – Rp 1,6 juta tiap bulan. Dengan jumlah tersebut, veteran harus mencukupi hidupnya dan keluarga selama sebulan. Hariyanto sebagai ketua Legiun veteran menganggap jumlah itu terlalu sedikit untuk bertahan ditengah lonjakan harga di sana-sini.
Pemberian tunjangan dibedakan menjadi dua ketegori, sesuai waktu perjuangan veteran, yakni veteran pejuang kemerdekaan dan pembela kemerdekaan.
Veteran pejuang kemerdekaan ialah warga negara Indonesia yang berjuang dalam kurun waktu sebelum kemerdekaan hingga akhir revolusi fisik tahun 1949. Veteran yang jadi tenaga kesehatan, kurir, juru masak, penghubung fungsi komunikasi, intelejen, yang telah ditetapkan menerima tanda kehormatan veteran republik Indonesia.
Sementara veteran pembela kemerdekaan ialah warga negara Indonesia yang tergabung dalam kesatuan bersenjata resmi yang diakui pemerintah. Veteran pembela kemerdekaan aktif bertempur dalam peperangan mempertahankan kedaulatan Indonesia setelah tahun 1949.
Di tengah kenaikan harga, Hariyanto prihatin melihat anggota dewan yang jadi perwakilan rakyat. Menurutnya, Anggota dewan tidak benar-benar mewakili rakyat.
Di tengah kenaikan harga, Hariyanto prihatin melihat anggota dewan yang jadi perwakilan rakyat. Menurutnya, Anggota dewan tidak benar-benar mewakili rakyat. Rakyat kecil makin tercekik dengan kenaikan harga di berbagai sektor. Sementara anggota dewan sibuk plesir kesana-kemari.
Mencuatnya korupsi di kalangan kepala daerah dan anggota DPR jadi sorotan Hariyanto Berikutnya. Pengorbanannya dahulu untuk menjaga keutuhan Indonesia tercemar dengan ulah oknum yang hanya memperkaya dirinya sendiri. Susah payah pendahulu membangun negeri ini ternyata diruntuhkan oleh oknum yang menyamar sebagai pemimpin.
“Ibaratnya nyawa saya sudah digadaikan saat membela Indonesia dulu. melihat Indonesia sekarang yang penuh korupsi, terus terang saya prihatin,” tutunya sambil menghela nafas panjang.
Tak sampai di situ, koruptor yang telah merugikan negara bermilyar rupiah tidak dibuat jera. Mereka diberi kasur empuk, fasilitas mewah, telepon genggam, hingga akses keluar masuk penjara seperti yang terjadi di Lapas Sukamiskin. Hariyanto mengklaim apa yang terjadi itu tidak sebanding dengan perbuataan mereka yang salah.
Perjuangannya di hutan berbulan-bulan, terik matahari sampai hujan yang ia dapatkan saat menjaga kedaulatan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan hukuman para tikus kantor. Hal itu yang Hariyanto sesalkan dari penanganan korupsi di Indonesia.
Pemuda yang kehilangan arah
Sementara tentang peran pemuda di era sekarang, ia menyatakan jika dulu pemuda hanya bisa berjuang dengan memegang pistol, lain halnya di zaman modern ini. Sederet prestasi yang pemuda Indonesia torehkan membuat dirinya bangga. menurut Hariyanto, pemuda Indonesia tak hanya berhasil menjaga bumi pertiwi dari penjajahan, juga berhasil menunjukkan taji di hadapan negara lain. Namun kebanggaannya terusik dengan tingkah sebagian anak muda.
Ia berpendapat pemuda Indonesia bisa melakukan hal yang jauh lebih baik ketimbang menatap layar telepon genggamnya. Pemuda Indonesia seperti kehilangan arah, tidak tahu apa yang akan dilakukannya di masa mendatang. Kelakuannya hanya meniru pergaulan negara lain.
Hariyanto berpesan pada pemuda di seluruh Indonesia untuk selalu bermimpi dan memikirkan masa depan. Selain itu mereka juga harus selalu ingat identitas ke-Indonesiaan yang jadi kebanggaan. “Jika pemudanya tidak tahu identitasnya sendiri, bagaimana bisa negara ini terus ada,” ujar Hariyanto.
Muhamad Arfan Septiawan