Sejumlah produksi film Indonesa kadang-kadang mendapat sambutan “dingin” dari penontonnya. Alasan terbanyak alur cerita monoton dan mudah ditebak, sehingga hasrat konsumen film yang ingin menyaksikan karya berkualitas pupus karena disuguhi dengan alur yang biasa-biasa saja.
Dari berbagai jenis film bergenre, horor menjadi tempat tersendiri bagi penikmat film. Dipertengahan tahun ini, sudah hampir lima film bergenre horor di tayangkan dan di apresiasi oleh para penonton.
Salah satu film baru bergenre horor berjudul Kafir : Bersekutu dengan Setan yang saat ini sedang di putar di gedung-gedung bioskop se Indonesia. Sutradara film itu, Azhar Kinoi Lubis pada jumpa pers di Jakarta pada akhir Juli lalu menyatakan, Kafir dikemas dalam bentuk film horor klasik yang modern dan stylist, sehingga menjadi unsur sinematik dalam sebuah film horor. Pendekatan dengan gaya sinematik inilah yang meyakini style yang diharapkan oleh penonton film horor masa kini.
proses pengambilan gambar jauh dari Jakarta, sehingga membuat film ini menjadi film horor termahal di Indonesia.
Sederet artis yang bermain dalam Kafir : Bersekutu dengan Setan” antara lain, Putri Ayudya, Indah Permatasari, Rangga Azof, Sujiwo Tejo, Nadya Arina dan Teddy Syach. Seperti biasa, para pemain yang tercantum didalam film ini melalui proses seleksi oleh sutradara dan jajarannya.
Tokoh utama Sri yang di perankan Putri Ayudya (30) adalah sosok ibu dari dua anak, yaitu Dina dan Andi. Mereka hidup dalam keluarga hormonis sebelum ada kejadian aneh di dalam keluarga tersebut. Setelah ayah Herman yang diperankan oleh Teddy Syach meninggal dengan cara yang tidak wajar, keluarga itu mulai terusik.
Rumah produksi Starvison yang dipimpin oleh Chand Parwez Servia tidak takut mengeluarkan biaya lebih untuk pembuatan film tersebut. Hal itu terjadi karena proses pengambilan gambar jauh dari Jakarta, sehingga membuat film ini menjadi film horor termahal di Indonesia.
Lokasi yang digunakan untuk shooting adalah daerah Gunung Bromo dan daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Di sana pemain dan kru tinggal lebih dari satu bulan untuk proses pengambilan gambar, sehingga menelan biaya produksi cukup besar.
“Ini adalah karya film horor saya yang pertama. Jujur saya belum berpengalaman untuk film bergenre horor ini, karena film yang pernah saya garap sebelumnya hanya bergenre drama dan komedi. Saya juga merasa tertantang untuk semua penyelesaian film dengan waktu yang sangatlah singkat,” urai Azhar Kinoi Lubis, sang sutradara bertubuh gempal itu pada jumpa pers.
Pria berdarah campuran India-Indonesia itu mengakui istilah “kafir” dalam film ini mempunyai penafsiran yang berbeda. Film ini, lebih mengartikan kata kafir dalam bentuk lain. Namun, mengambil sudut pandang yang berbeda dalam menafsirkan kata kafir tersebut.
Masa kecil
Kekuatan film ini terletak pada Upi si penulis skenario yang berkolaborasi dengan Rafki Hidayat dalam film Kafir. Itu menjadikan film tersebut lebih kuat akan kehororannya. Cerita di dalam film tersebut lahir dari pengalaman masa kecil penulis sewaktu masih tinggal didaerah Sumatera Barat.
Upi juga menuangkan segi cerita yang bukan sekedar bikin kaget para penonton, namun juga parade pemunculan setan yang bertubi-tubi. Kafir : Bersekutu dengan Setan lebih memberi penekanan psikologi, dimana rasa mencekam itu terbangun dari rasa takut dan teror yang dialami oleh tokoh utamanya, Sri.
Putri Ayudya yang menjadi tokoh Sri menganggap dirinya bukan seperti yang ada didalam film tersebut. “Saya sangat tertantang dengan peran yang ditawarkan oleh sutradara. Saya membaca dan memahami naskah dari film tersebut dan pada akhirnya saya menyanggupi untuk berperan sebagai ibu Sri, ” kata Putri.
Beberapa bagian yang penting dalam pembuatan skenario film yaitu penyuguhan konflik yang bervariasi, dan story telling dalam sebuah film juga menjadi komponen penting. Begitu juga semua yang di sajikan Kafir dikemas secara sempurna untuk para penikmat film horor di Indonesia.
Sri didalam film ini hanyalah sosok ibu rumah tangga yang diperhatikan oleh suaminya, Herman, hingga maut menjemput sang suami dengan keadaan tidak wajar. Giliran sang ibu mendapat teror-teror gaib yang membuat sikap Sri mulai aneh dan seringkali ketakutan. Sampai pada waktu yang membuat Andi dan Dina mulai mencari tahu apa yang terjadi atas ibu mereka, karena mereka tidak mau kejadian yang sama terhadap ayahnya akan terjadi pada ibu mereka.
Soal cerita dalam film itu, Azhar mengaku pihaknya memiliki tim untuk meriset sebelum melakukan pembuatan film. “Keberadaan dukun-dukun di daerah tersebut memang ada. Alas Purwo tempat shooting film ini memang sudah terkenal dengan urusan santet menyantet, sebagian orang mungkin sudah tahu,” ujar Azhar
Film ini direkomendasikan bagi penikmat film horor Tanah Air, karena suasana daerah proses pengambilan gambar dan tema membawa para penonton ke masa sebelum teknologi canggih, seperti saat sekarang. Bisa jadi beberapa kalangan orang merindukan suasana demikian.
Alan Efriadi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma Palembang