Tak ada yang mencolok dari selasar itu. Mungkin tidak kalau sensibilitas kita meninggi pada sepasang rak yang termangu di situ. Dalam kekokohannya melewati waktu sembari menaungi seabrek buku, di siang itu, lagi-lagi hampir tak ada insan yang berkerumun merayakan kehadiran anasir perpustakaan Dusun Kaligatuk, Desa Srimulyo, Kabupaten Bantul tersebut.
Mari kita menyebut hal itu sebagai momen mengerikan, namun ini bukan saja lantaran kesetiaan sepi yang melanda sepetak ruang baca itu. Lebih dalam, ini semua adalah tentang impotensi visi atas ruang tersebut, sebagaimana yang diidealismekan Supriyanto, Kepala Dusun Kaligatuk yang membidani kelahiran perpustakaan dusu tersebut.
Supri, demikian ia biasa disapa, berkisah, perpustakaan ini adalah buah kegamangan dirinya atas masa depan anak-anak Dusun Kaligatuk bersama masifnya dinamika teknologi komunikasi. Perasaan itu memuncak pada Agustus 2017 silam, kala ia bersama tim Kuliah Kerja Nyata Universitas Negeri Yogyakarta (KKN UNY) bersepakat untuk mendirikan perpustakaan Dusun Kaligatuk.
“Awalnya kami sama temen-temen KKN UNY saja. Kami punya harapan, pengen mengadakan tempat baca untuk anak-anak. Biar anak-anak tidak melulu pada kegiatan (main) handphone (HP),” ujar Supri.
“Anak-anak sini mayoritas mainannya HP. Itu yang sebetulnya bagi saya kurang begitu pas. Bahkan yang belum (masuk) SD seringkali juga sudah main HP punya orang tua… ,” .
Alasan Supri tak berlebihan dalam mendirikan perpustakaan tersebut, sebab, pengamatannya menunjukkan, penggunaan HP atau gawai di kalangan anak-anak Dusun Kaligatuk memang mulai memasuki level waspada. “Anak-anak sini mayoritas mainannya HP. Itu yang sebetulnya bagi saya kurang begitu pas. Bahkan yang belum (masuk) SD seringkali juga sudah main HP punya orang tua. Padahal sudah saya sampaikan (ke orang tua mereka), hati-hati memberikan fasilitas kepada anak, termasuk HP,” lanjutnya Supri.
Pendirian perpustakaan Dusun Kaligatuk oleh Supri, lantas menjadi secercah asa untuk menyelamatkan anak-anak agar tak tenggelam menikmati kemutakhiran teknologi. Perpustakaan ini, hemat Supri, bisa ikut mengontrol perilaku anak-anak agar tidak termakan keliaran pergaulan yang menubuh dalam aktivitas bermain gawai, baik untuk menggunakan media sosial atau game virtual.
Soal ini, tentu kekhawatiran Supri bukan tanpa dasar. Menurut dia, keberadaan fasilitas seperti gawai terutama, rentan mengancam daya pikir anak-anak untuk dapat dewasa sebelum waktunya. Imbasnya, saat mereka terlewat dari fase yang seharusnya, mereka belum terlalu matang saat mulai menjalankan kehidupan di fase yang ia hadapi saat ini.
Karena itu, fungsi buku yang dihadirkan dalam perpustakaan Dusun Kaligatuk di sini tak sepragmatis untuk sekadar mengalihkan hobi anak dari main gawai ke membaca. Secara tersirat, Supri menghendaki agar membaca buku, khususnya lewat perpustakaan yang dikelolanya, dapat membimbing fase perkembangan psikologis anak-anak ke arah yang tepat.
Butuh tambahan buku
Supri mengakui setelah satu tahun berlalu, perpustakaan Dusun Kaligatuk belum menampakkan pergerakan secara signifikan. Keterbatasan koleksi buku menjadi salah satu yang utama. Ia berterus terang, dari sekian buku yang dimiliki perpustakaan Dusun Kaligatuk, tema-tema yang tersedia baru untuk anak-anak sehingga membuat jumlah pengunjung perpustakaan minim.
Buku-buku itupun sebagian besar merupakan warisan tim KKN UNY tahun lalu. Kondisi ini, lanjut Supri, tak terlepas dari kenihilan struktur kepengurusan perpustakaan tersebut. “Saya jujur saja belum memikirkan pembentukan pengurusnya. Saat ini saya masih ingin berfokus dulu untuk memperbanyak koleksi,” beber pria berusia 43 tahun tersebut. Alasan inilah yang lantas menjadikan perpustakaan itu masih dikelola secara pribadi oleh Supri, meski semula merupakan aset milik Dusun Kaligatuk.
Meihat kekurangan itu, Supri terus berupaya untuk menambah jumlah buku di perpustakaan Dusun Kaligatuk itu. Lewat berbagai jaringan stakeholder yang ia miliki, seperti tim KKN dari sejumlah kampus yang saban tahun menempati Dusun Kaligatuk, Supri mengajak mereka turut berkontribusi menyumbangkan buku-buku layak baca ke perpustakaan binaannya tersebut.
“Ini yang temanya umum masih kecil (jumlahnya). Sekarang kami berharap pada pemberian buku-buku tema lain seperti sejarah dan wawasan umum,” urainya. “Selain itu, dengan adanya banyaknya opsi tersebut, selanjutnya anak-anak bisa tertantang, saya harus baca ini, saya harus baca itu,” tambah Supri.
Usaha Supri tak hanya sampai disitu. Saat ini ia mulai membangun komunikasi dengan pihak SDN Kaligatuk. Lewat jalinan relasi tersebut, Supri berharap ke depan kegiatan belajar siswa-siswi di sekolah tersebut bisa dilaksanakan beberapa kali di perpustakaan dusun. Di samping itu demi meramaikan “detak kehidupan” perpustakaan Dusun Kaligatuk, Supri ingin agar nuansa pendidikan bagi anak-anak berevolusi.
“Ya paling nggak kita ajak-lah mereka agar mau dekat dengan perpustakaan dan buku-buku. Gimana biar mereka tertarik untuk datang ke sini, untuk bisa nyantai dan ngewedhang, sambil belajar. Lagian di sini juga selalu sedia suguhan kok,” ucap Supri seraya tersenyum.
Faudyan Eka Satria