Jika setiap hari selama sebulan kita menyaksikan berita pemerkosaan di Televisi, akankah kita resah akan kondisi moral Negara ini? Barangkali muncul rasa resah, membuat kita bertanya-tanya apa upaya Pemerintah untuk mengatasinya. Mungkin ada yang menantang diri sendiri; Apa yang bisa Saya lakukan untuk mencegahnya terjadi? Sekarang, mari alamatkan pertanyaan yang sama jika kita mendengar atau melihat korupsi. Masihkah keresahan itu muncul?
Untuk sebuah tindakan Kriminal, Penulis merasa bahwa korupsi masih dianggap biasa, barangkali hanya dianggap menjadi masalah KPK. Kampanye anti korupsi masih kalah pamor dengan kampanye pelestarian alam maupun kampanye-kampanye lain. Kita hanya membicarakan korupsi ketika ada Pejabat yang tersandung atau ketika KPK bertikai dengan lembaga lain semisal DPR atau Polri, selebihnya kita diam dalam hening.
Korupsi adalah masalah besar dan nyata ancamannya bagi kemajuan Bangsa, khususnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Vito Tanzi, dalam tulisannya tahun 1998 berjudul Corruption Around the World: Causes, Consecuenses, Scope, and Cures yang dipublikasikan oleh IMF, menyebutkan bahwa korupsi akan menyebabkan melebarnya defisit fiskal yang disebabkan berkurangnya pendapatan Negara. Korupsi juga berkontribusi memperlebar ketimpangan hingga memperparah kemiskinan. Tindakan korupsi semisal pungli yang dilakukan para Birokrat terhadap para Pelaku Usaha juga dapat merugikan karena berpotensi merusak iklim dunia usaha. Secara keseluruhan, korupsi akan menjadi faktor negatif yang memperlambat pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
Transparency International, sebuah lembaga non-pemerintah berskala Internasional, setiap tahunnya mempublikasikan survei Indeks Persepsi Korupsi seluruh Negara di Dunia, yang menggambarkan subjektivitas Masyarakat terhadap kondisi korupsi di Negaranya. Indonesia pada tahun 2016 masih ada di peringkat 90 dari 176 Negara, dengan nilai 37 per 100. Sebagai perbandingan, nilai rata-rata seluruh Negara di Dunia adalah 43 per 100, dimana negara tetangga semisal Malaysia memperoleh nilai 49 per 100, Brunei 58 per 100, bahkan Singapura mencapai 84 per 100. Jika belum cukup resah, Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan sepanjang tahun 2016, total kerugian Negara akibat korupsi adalah sebesar kurang lebih Rp. 3 Triliun. Prof. Peter Carey, seorang Sejarawan asal Inggris, dalam publikasinya menyebutkan bahwa kerugian Indonesia akibat Korupsi sepanjang tahun 2001 – 2015 mencapai Rp. 205 Triliun.
Indonesia bebas Korupsi 2045? Bisa! Penulis ingin membagikan semangat ini kepada seluruh Masyarakat Indonesia, khususnya kepada generasi saya, generasi milenial, kami yang lahir pada awal tahun 1980-an hingga pertengahan tahun 1990-an. Masa depan Indonesia ada ditangan generasi ini, mereka yang pada tahun 2045 nanti akan memegang posisi-posisi strategis. Saat ini, sebagian besar generasi milenial mungkin tak lebih dari kakak bagi adiknya, namun pada tahun 2045 nanti mereka akan menjadi tokoh bagi Negaranya.
Sayangnya, generasi milenial cukup apatis terhadap politik. Survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia pada tahun 2012, menyebutkan bahwa 79% pemuda tak tertarik pada politik, dengan alasan citra politik yang buruk dimata mereka. Tentu kita tak ingin saat tiba giliran generasi milenial memimpin Indonesia, orang-orang yang mewakili generasi ini adalah mereka yang merusak dan korup. Harus lebih banyak orang baik yang terlibat dalam aktivitas politik, menjadi pemimpin dan berjuang bersama mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Penulis memandang bahwa Mahasiswa sebagai bagian dari generasi milenial yang mempunyai peran vital dalam mencapai cita-cita Indonesia bebas Korupsi tahun 2045. Mahasiswa adalah kelompok Masyarakat yang mampu mengakses ilmu pengetahuan yang lebih luas sehingga memiliki nilai dan tanggung-jawab lebih. Peran Mahasiswa sendiri bagi Masyarakat cukup besar, baik melalui Penelitian, Pengabdian Masyarakat, hingga Gerakan-Gerakan yang pernah punya sejarahnya sendiri. Setelah lulus, mereka ramai-ramai ditawarkan beasiswa bahkan hingga keluar Negeri, karena ada harapan agar kelak mereka menjadi Pemimpin. Tentu kita tidak ingin Mahasiswa gagal memaksimalkan potensinya dan mengakibatkan cita-cita agar Indonesia bebas Korupsi tahun 2045, hingga lebih jauh cita-cita kemerdekaan Indonesia, bagai Pungguk merindukan Bulan.
Mahasiswa, melalui berbagai Lembaga Kemahasiswaan yang umumnya ada di kampus masing-masing, semisal Badan Eksekutif Mahasiswa, Senat Mahasiswa, hingga Himpunan Mahasiswa, bisa berperan aktif setidaknya dalam dua kampanye besar, yaitu kampanye anti korupsi dan kampanye politik bersih.
Kampanye anti korupsi bisa dikemas dengan berbagai cara, dari yang kompleks hingga sederhana. Perlawanan terhadap korupsi tersebut dapat dihidupkan dengan mendatangkan tokoh-tokoh anti korupsi atau para pejabat Publik yang bisa diminta berbagi gagasan dan komitmennya untuk mewujudkan Pemerintahan yang bersih dari korupsi, hingga lewat pesan-pesan satir pada puisi atau pertunjukan seni semisal karya lukis maupun teater yang bertemakan anti korupsi. Bahkan, cara sederhana semisal mengampanyekan jujur saat mengerjakan ujian dapat berpengaruh dalam upaya membentuk karakter generasi muda calon Pemimpin Bangsa yang anti korupsi. Sesekali, turut serta dalam kampanye anti korupsi dalam bentuk yang lebih Politis bisa dilakukan, semisal yang dilakukan oleh sekelompok Mahasiswa Universitas Indonesia beberapa waktu lalu dengan menyambangi KPK untuk menyatakan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi, dimana ketika itu KPK dihadapkan pada gangguan berupa Hak Angket DPR ketika sedang mengungkap kasus Korupsi e-KTP. Kampanye Anti Korupsi yang digagas oleh Lembaga Kemahasiswaan ini dapat diadakan di ruang-ruang publik agar dapat dirasakan dampaknya lebih luas kepada Masyarakat Sekitar.
Kampanye politik bersih pun juga baik diadakan agar Mahasiswa tidak apatis dan resisten mendengar kata politik. Hal-hal sederhana bisa dilakukan semisal dengan mengajak turut serta datang ke TPS ketika berlangsungnya Pemilu atau mendatangkan tokoh-tokoh politik Nasional yang menginspirasi untuk mengajak lebih banyak Mahasiswa berpolitik dimasa mendatang.
Saya percaya jika dua kampanye ini dilakukan di makin banyak kampus di seluruh Indonesia, kita tidak akan kekurangan orang baik yang mau mengisi bangku-bangku Pemerintahan. Karena pada akhirnya, modal terpenting untuk memberantas korupsi tak hanya Sistem, namun para Penggerak Sistem yang berhati bersih dan anti Korupsi dalam pikiran dan perbuatannya.
100 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia sudah mulai terlihat, jika diibaratkan seperti sebuah puzzle, barangkali masih banyak kepingan yang berserakan. Kitalah yang akan menjadi pemimpin untuk menyatukan kepingan-kepingan tersebut menjadi satu gambar besar nan megah, yaitu Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, makmur, dan bebas korupsi.