Belenggu Korupsi Bangsa

0
753

71 tahun sudah merdeka Indonesia. Diisi dengan berbagai fenomena bangsa, tapi tetap satu yang tak pernah hilang dalam sejarah bangsa, korupsi.

Sebelum di mulainya perang Jawa 1825-1830, Pangeran Diponegoro di depan kerabat Keraton Yogyakarta menampar Danurejo IV. Tamparan di muka itu dilakukan Diponegoro dengan selop yang digunakan sebagai alas kakinya. Kemarahan pangeran itu dipicu penyewaan lahan keraton oleh Danurejo IV kepada bangsa Eropa. Uang hasil sewa lahan digunakan Danurejo untuk memperkaya diri sendiri.

Danurejo IV merupakan Patih Yogyakarta dengan masa jabat 1813 hingga 1847. Selama masa jabatnya, Danurejo tak jarang melakukan kegiatan korup. Salah satunya saat proses pengadilan atas sebuah kesalahan. Praktik wani piro yang dewasa ini kita sering dengar ketika pejabat meminta uang kepada rakyat untuk sebuah administrasi negara rupanya juga terjadi sejak zaman kerajaan.

Raden Adipati Joyodiningrat merupakan Bupati Karanganyar 1832 hingga 1864 pernah menuliskan sebuah naskah tentang korupsi di tanah Jawa. Dalam tulisannya, Joyodiningrat menceritakan betapa korupnya Danurejo IV pada saat persidangan. “Agar perkara selesai, segala tergantung kehendak Danurejo IV. Barang siapa yang menyerahkan uang atau barang atau khususnya perempuan cantik dialah pemenang perkara,” tulis Joyodiningrat dalam naskahnya.

Di era Danurejo IV, jika terdapat pihak yang tidak terima atas vonis yang dijatuhkan akan mendapatkan hukuman yang lebih berat. Mereka yang benar tapi tidak memberikan suap kepada Danurejo akan difitnah agar kalah di persidangan. Pihak yang mengelak akan dituduh memelihara rampok dan saksi-saksi yang mahir merekayasa bukti.

Dalam perjalanan sejarah korupsi Indonesia, terdapat juga beberapa langkah pemberantasan korupsi. Herman Willem Daendels merupakan salah satu orang yang berusaha menghapus praktik korupsi di tanah Nusantara. Sepeninggal Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC yang bangkrut karena korupsi di tubuhnya, Daendels dikirim oleh Raja Louis dari Belanda untuk menghilangkan warisan korupsi VOC.

Memerintah selama tiga tahun, Gubernur Jendral Jawa ini membuat banyak perubahan, di antaranya sentralisasi pemerintahan di Batavia. Seluruh administrasi daerah di Jawa harus melapor ke pusat yang ada di Batavia. Hal ini dilakukan demi mengurangi wewenang daerah dan mencegah praktik korupsi yang biasa terjadi di daerah. Daendels dalam hal infrastruktur juga berperan besar untuk menghubungkan ujung barat dan timur Jawa atau dikenal dengan Jalan Raya Pos.

Cerita singkat sejarah di atas merupakan penggalan cerita di buku Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia. Ditulis oleh Peter Carey dibantu oleh wartawan senior Kompas Suhardiyoto Haryadi, buku ini membawa semangat bagi pembacanya untuk berjuang melawan korupsi. Perjalanan korupsi sejak zaman kerajaan hingga reformasi disajikan dalam buku berbentuk persegi ini.

Halaman muka buku berupa lukisan Pangeran Diponegoro yang sedang menampar Danurejo IV yang korup. Gambar itu diambil dari Perpusatakaan Universitas Leiden di Belanda. Sedangkan sampul belakang lukisan Raden Saleh yang menggambarkan korban banjir bandang di Banyumas akibat hujan besar 21 dan 22 Februari 1861.

Terdiri dari empat bab, buku ini juga menyajikan sumber buku secara detail, catatan belakang dan daftar pustaka menjadi akhir masing-masing bab. Kelengkapan data yang disajikan membuat tulisan yang dirangkai terasa detail tanpa menyisakan tanya bagi pembacanya.

Eko Ramdani

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta