POLWAN BERHATI MULIA

0
1080

Awalnya aku tidak menghiraukan  sosok polwan, wanita tangguh berseragam rapi dengan potongan rambut di atas bahu dan berbadan tegap. Sampai suatu pagi, aku melihat seorang polwan  menyeberangkan seorang kakek renta yang memikul barang dagangannya, di ujung jalan. Tidak hanya itu, sang polwan juga bersedia membantu memikulkan barang dagangan sang kakek tanpa menghiraukan seragam dan pangkat yang ia kenakan.

Lalu lintas cukup ramai saat itu. Di sekitarnya, orang sibuk mengerjakan berbagai aktivitas. Namun, pandanganku akhirnya fokus kepada “kakak” berseragam rapi tersebut.

Aku awalnya berpikir, tugas polisi hanya sebatas mengatur lalu lintas  dan menilang pengendara yang melanggar. Tetapi, mereka juga suka membantu orang. Itu membuat hatikan tersentuh. Entah ini perasaan kagum atau takjub melihat seorang polwan dengan penuh kesabaran membantu seorang kakek.

Selama ini aku berpikir polisi atau polwan adalah profesi yang tidak menyenangkan. Aku pikir polisi adalah sosok yang kurang bersahabat dengan masyarakat. Namun, sejak pagi ini ketika melihat adegan polwan menyeberangkan seorang kakek renta dan bersedia memikulkan dagangannya, aku mesti berpikir ulang. Ternyata, polisi atau polwan juga bersahabat dengan masyarakat.

Setelah 45 menit berlalu, akhirnya aku tiba di sekolah. Aku masih terbayang sosok polwan berhati mulia itu. Ingin rasanya aku berjumpa dengan polwan itu dan menanyakan alasan ia menolong kakek tadi.

Bel telah berbunyi, anak-anak berlari menuju kelasnya masing-masing. Aku segera bergegas menuju Kelas 10 Akutansi 3. Cita-citaku ingin sekali bisa berguna bagi banyak orang, karena membahagiakan banyak orang itu jauh lebih berharga dibandingkan materi. Mungkin seperti peristiwa pagi ini yang aku lihat. Sosok Polwan yang cukup berkesan dan meninggalkan pelajaran baru untuk kehidupanku. Dengan membantu orang lain secara tulus “mungkin” bisa mengubah dunia ini menjadi lebih damai. Tidak terasa, bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku melangkahkan kakiku keluar dan mulai mengayuh sepeda menuju rumah.

Selain menjalani profesinya sebagai polwan, ia juga membantu bapaknya berjualan pisang di sebuah kios

Alarm kamarku berdering. Jam menunjukkan pukul 05.00 pagi. Suara ayam berkokok mengawali pagi yang indah ini. Seperti biasanya, aku segera merapihkan kamar, menuju kamar mandi untuk segera mengambil air wudhu dan menunaikan sholat subuh. Hari ini aku tidak perlu pergi kesekolah karena hari ini adalah hari Minggu. Aku ingin bersepeda santai mengelilingi daerah sekitar rumahku. Biasanya memang jika hari libur aku selalu menyegarkan pikiran dengan bersepeda.

Menghirup udara segar sambal menikmati jalanan yang sangat sepi membuat pikiranku lebih tenang. Sedang asyiknya bersepeda aku melihat sebuah kios yang menjual pisang. Di sana, aku melihat polwan yang kemarin menyeberangkan kakek renta. Namun, pagi ini ia tidak mengenakan pakaian polwan seperti kemarin, melainkan mengenakan pakaian yang sangat sederhana.

Ia berada di kios tersebut bersama  seorang  laki-laki paruh baya yang kelihatan akrab dengan polwan itu. Kali ini aku tekadkan untuk melihat sebentar karena rasa penasaran terhadap polwan tersebut. Awalnya aku sedikit sungkan, tetapi aku akhirnya memberanikan diri mendekatinya.

Aku pun duduk tepat di sampingnya. Ia menyambutku dengan sangat baik. Wajahnya yang terlihat  ramah membuatku cukup nyaman untuk memulai pembicaraan. Kini aku yang memulai pembicaraan. Aku  menanyakan namanya setelah beberapa menit  mengobrol. Dari situ aku tahu namanya adalah Bripda Vika. Ia adalah salah satu polwan dari Polres Jakarta Selatan yang ditugaskan di daerah Jagakarsa dekat rumahku.

Ia bercerita, selain menjalani profesinya sebagai polwan, ia juga membantu bapaknya berjualan pisang di sebuah kios yang tidak seberapa besar. Bripda Vika merasa tidak malu sedikit pun membantu ayahnya berjualan pisang sebab apa yang ia lakukan demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Menurutnya semua pekerjaan itu baik selama kita tidak berada di jalan yang salah dan mendapatkannya dengan cara halal. Bripda Vika malah merasa bangga bisa menjadi anak yang berbakti pada orangtua.  “Jangan pernah menyerah karena kita tidak mempunyai harta, justru tekad itu lebih dari segalanya,” katanya.

Ia juga santun, lembut, gigih, pekerja keras, dan peduli terhadap sesama

Begitulah ceritanya kepadaku dan aku mendapatkan banyak pelajaran  dari ceritanya tersebut. Kini pemikiranku yang salah mengenai profesi polwan harus aku ubah setelah bertemu dengan Bripda Vika. Di saat sedang ramai pembiacaraan di media sosial–bahkan viral–tentang sosok-sosok polwan berwajah cantik, aku bertemu sosok Bripda Vika yang cantik sekaligus baik hati. Ia juga santun, lembut, gigih, pekerja keras, dan peduli terhadap sesama. Ia sungguh sosok polwan yang berbeda di mataku.

Aku berpikir dunia akan sejahtera bila banyak polisi atau polwan di Indonesia yang memiliki sifat seperti Bripda Vika. Begitu banyak pelajaran yang dapat aku petik dari kisah hidup yang Bripda Vika bagi kepadaku. Intinya aku harus banyak besyukur dan lebih giat lagi mengejar masa depan, karena aku juga ingin bisa menjadi wanita sukses seperti Bripda Vika. Sukses untuk berbakti kepada kedua orangtua, sukses di dunia dengan tetap peduli pada sesama.

Penulis

Alisa Mokoginta, SMK Kemala Bhayangkari Delog

(Tulisan ini memenangi juara 3 Lomba Menulis Kemala Bhayangkari 2017 yang digelar April dengan juri dari Tim Muda Harian Kompas)