Sejak masih anak-anak, kita sering dicekoki susu sambil dirayu, ”Ayo Nak mimik susu biar cepat besar, sehat, dan pintar.” Kini, tidak perlu dipaksa-paksa banyak anak muda nongkrong di kafe sambil minum susu aneka rasa.
Suatu siang di kafe Mom Milk di kawasan Rawa Belong, Kemanggisan, Jakarta Barat. Pengunjung sedang tidak terlalu ramai. Di tengah hawa yang membuat badan kita berkeringat, dinginnya susu menjadi obat dahaga yang menyegarkan.
Gregorius Aldi, mahasiswa Jurusan Mobile Application and Technology Universitas Bina Nusantara, Jakarta, mengatakan, tempat yang nyaman dan tak terlalu ramai membuat dia lebih enak belajar atau mengerjakan tugas. ”Susunya juga enak, enggak terlalu kental. Kalau yang kental aku enggak suka, bikin enek,” kata Aldi di kafe Mom Milk.
Masuk ke kafe, kita langsung menuju kasir yang menyediakan beragam pilihan menu. Jangan bingung memilih sekitar 30 rasa susu, dan dua pilihan ukuran gelas: king (500 ml) dan reguler (250 ml).
Kalau kita pengin mencoba rasa yang lagi top dan disukai banyak orang, pilih rasa taro cookies, vanilla regal, atau green tea. Harganya bervariasi Rp 17.000 sampai Rp 35.000. Susu yang diambil dari Puncak, Kabupaten Bogor, itu masih terasa segarnya meski sudah dicampur berbagai perasa.
Aditya Satrya (24), salah seorang pemilik Mom Milk, bercerita, perasa untuk campuran susu berasal dari bahan lokal. ”Setidaknya sekali sebulan kami menawarkan rasa baru. Kami juga membuat perasa sendiri di Solo,” katanya.
Oh, ya, pernah dengar, kan, kalau Mom Milk ini milik putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka? Nah, ternyata Gibran menjadi investor kafe susu yang awalnya berdiri di Solo. Pendiri Mom Milk adalah Dhimas Aji Kurniawan yang kemudian mengajak Aditya sebagai mitra kerja sama. Keduanya berteman saat kuliah di Limkokwing University di Malaysia.
Hingga kini, Mom Milk sudah punya tujuh cabang di Solo, Semarang, dan Jakarta.
”Ngedot yuk”
Kafe-kafe yang menyediakan menu susu juga bertebaran di beberapa kota. Di Yogyakarta ada kafe Neneners Kalimilk, sedangkan di Bandung ada kedai susu DOT dan BMC.
DOT adalah singkatan dari drink like old times. Nama ini digunakan untuk mengajak anak-anak nongkrong mengenang kembali masa-masa ketika mereka masih ngedot. Karena itu, kemasan untuk menyajikan aneka susu di kedai DOT pun mirip seperti peralatan mimik untuk bayi. Ada botol dot, botol berkepala seperti sendok, dan mug.
DOT ini merupakan usaha kerja sama Sylvia Krista dan teman-temannya yang didirikan pada Maret 2015. Kedai yang terletak di Mal Paris Van Java (PVJ) itu terinspirasi oleh acara televisi di Perancis. Di situ terlihat kafe dengan minuman anggur yang disajikan dengan botol dot. Kemasan seperti itu akhirnya dipakai untuk menyajikan susu yang dijual DOT.
Sejauh ini, wadah favorit pilihan konsumen adalah botol dot. Mereka yang sudah memiliki botol atau mug dot bisa mengisi ulang tanpa perlu membeli kembali wadahnya. Harga isi ulang minuman DOT Rp 14.000. Adapun minuman beserta wadahnya dibandrol dengan harga Rp 25.000-Rp 30.000.
Pengalaman kembali ke masa bayi ternyata membuat orang merasa senang. Jadilah kemudian banyak orang tak sekadar membeli minuman DOT, tetapi juga berswafoto untuk diunggah ke media sosial. Salah satunya dilakukan Guntur Aji, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, pelanggan DOT.
”Asyik aja ke situ bareng sama teman-teman. Aku biasanya pilih kemasan botol dot. Kalau barengan sama teman, kan, enggak malu, malah seru,” kata Guntur.
Nuansa ”jadul”
Selain DOT, di Bandung ada kedai Bandoengsche Melk Centrale (BMC) saat kita ingin menyeruput susu dalam suasana Jalan Aceh. Di sini, susu disajikan dalam berbagai menu, mulai dari susu murni, yoghurt, kefir, milkshake, sampai smoothies.
Dari masing-masing jenis menu itu pun, kita bisa memilih berbagai rasa buah-buahan, seperti stroberi, leci, anggur, atau campuran dari berbagai rasa buah. Selain tentu saja rasa standar, seperti cokelat dan moka.
Sambil menyeruput minuman berbahan susu, di BMC kita juga bisa nongkrong sambil menikmati musik hidup. Kalau kita lapar pun tersedia aneka menu, mulai camilan seperti batagor dan pempek, sampai makan berat berupa nasi dengan lauk ayam goreng atau sop buntut. Pilihan lainnya adalah mi bakso dan mi kocok yang cocok untuk menghangatkan badan saat Bandung diguyur hujan.
Suasana jadul menjadi ciri khas BMC karena bangunannya berdiri sejak tahun 1932. Seperti umumnya bangunan masa kolonial, langit-langit ruangannya tinggi dengan jendela-jendela berkaca patri. Bangunan bergaya art deco ini sampai sekarang masih dipertahankan.
Jadi, gimana? Kamu mau mimik susu di mana?
SIE/CP
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 November 2016, di halaman 26 dengan judul “TREN KULINER: Susu Pelepas Dahaga”