Apa urusannya akuntan dan senjata berat? Sosok serius, nyaris tanpa ekspresi di wajah, itu juga terekam dalam foto bersama sejumlah penjahat kelas dunia. Profilnya tak dikenal, tetapi reputasinya membuat akuntan ini diburu.
Film terbaru Ben Affleck, The Accountant, menyajikan kisah akuntan ”aneh” ini. Affleck memerankan Christian Wolff, akuntan yang penuh teka-teki dalam hidupnya. Di awal film langsung diungkapkan bahwa Wolff kecil (diperankan Seth Lee) menyandang autisme, tetapi memiliki kemampuan matematika superior.
Ketika dewasa, dia memiliki sebuah firma kecil dan tinggal di sebuah rumah yang hampir kosong. Dia memiliki mobil dengan perangkat komputer canggih yang bisa berbicara.
Rupanya firma ini semacam kedok. Klien Wolff adalah penjahat kelas berat di Teheran, Tel Aviv, dan Napoli yang menyewa dirinya untuk membereskan keuangan mereka. ”Kartel narkoba, penjual senjata, pencuci uang, pembunuh. Bayangkan rahasia yang dimilikinya,” ujar Ray King (JK Simmons), direktur di Departemen Keuangan, yang memburu Wolff.
Mengetahui bahwa Departemen Keuangan memburunya, Wolff lalu mengambil klien legal, Living Robotic yang bergerak di bidang pengadaan kaki dan tangan palsu. Dia ditugasi pemiliknya, Lamar Blackburn (John Lithgow), untuk menyelidiki perbedaan neraca sebesar 61 juta dollar AS pada pembukuan.
Wolff mendapat bantuan Dana Cummings (Anna Kendrick), akuntan yunior dan penggemar berat matematika seperti dirinya. Kehadiran Dana cukup menceriakan Wolff yang kaku dan penyendiri. Ketika akhirnya mereka menelusuri dan menemukan keanehan dalam pembukuan, nyawa keduanya terancam.
Inilah kenapa akuntan membawa senjata berat. Wolff hobi menembak. Dia digambarkan bisa menembak dengan jitu sasaran dari jarak 500 meter. Di sebuah gudang penyimpanan, terdapat trailer Airstream bermacam senjata berat, uang, emas, dan paspor palsu miliknya.
Bagai ”puzzle”
Alur cerita berjalan maju dan mundur ke masa lalu Wolff untuk menjelaskan kondisinya dan pada akhirnya mengungkapkan jati dirinya yang sekarang. Digambarkan Wolff sering tantrum, terlebih saat ibunya meninggalkan dia. Wolff akhirnya dididik secara keras oleh ayahnya, seorang psikolog militer. Bersama adiknya, mereka dilatih bela diri di Indonesia. Ayahnya tak akan berhenti sebelum mereka berdarah-darah.
Film ini diwarnai banyak baku pukul dan baku tembak. Beberapa adegan perkelahian agak berlebihan, tetapi tak sedikit pula yang justru mengundang tawa.
Jalan ceritanya berputar-putar dan memerlukan banyak tokoh untuk mengupasnya satu per satu, seperti menyusun puzzle besar. Penonton harus sabar mengikutinya dan jangan sampai memalingkan muka sedikit pun dari layar agar tidak tertinggal. Semua tokohnya seakan memiliki rahasia. Terlebih perjumpaan Wolff dengan Braxton (John Bernthal), penjahat yang memburunya, berakhir mengejutkan.
Terselip pula semacam simpati bagi anak berkebutuhan khusus terkait penanganan yang salah atas kondisi mereka. Ayah Wolff sangat ingin anaknya menjadi ”normal”, mengabaikan potensi dan kelebihan yang dimiliki si anak. ”Kamu berbeda. Cepat atau lambat, perbedaan menakuti orang,” kata ayahnya.
Penyuka puzzle, seperti Wolff, bakal menyukai film ini.