Musim gugur baru saja menyapa Lucerne, kota di jantung negara Swiss. Sisa-sisa musim panas masih terasa karena suhu udara berkisar 20 derajat celsius. Langit biru cerah nyaris tanpa awan. Sungguh waktu yang tepat untuk berjalan mengelilingi kota yang disebut-sebut sebagai salah satu kota tercantik di dunia ini.
Kota ini paling enak dinikmati dengan berjalan kaki. Perlahan-lahan, sembari menyusuri tepi Sungai Reuss, di antara dinding dan jalan konblok kuno yang terawat dengan baik. Apalagi hari cerah dan cuaca nyaman, tak ada gunanya terburu-buru.
Kami, sejumlah wartawan dari sejumlah negara yang diundang Switzerland Tourism, berkumpul di Arch of Station di seberang stasiun kereta api Lucerne. Di sana telah menanti Heidi Muffler, pemandu kami yang akan menemani keliling kota. Bangunan berbentuk lengkungan semacam pintu gerbang itu, kata Muffler, adalah titik kumpul yang populer di Lucerne.
”Ini semula adalah pintu masuk bangunan awal stasiun yang dibangun tahun 1896. Waktu kebakaran besar terjadi tahun 1971, hanya lengkungan ini yang tersisa,” tuturnya.
Dari sinilah perjalanan menikmati keindahan kota tua dimulai. Lucerne, kata Muffler, dari katalucerna. Cahaya.
Keindahan kota ini memang laksana memancarkan cahaya. Gedung-gedung tua berusia ratusan tahun masih kokoh berdiri, berganti-ganti fungsi, tetapi tak kehilangan kegemilangannya. Mereka menjelma kantor-kantor yang nyaman di era modern. Mereka juga menjelma hotel, restoran, atau pertokoan yang ramai dikunjungi wisatawan.
Lucerne merupakan kota terbesar di wilayah Swiss bagian tengah. Siang itu stasiun pusat terlihat sibuk. Orang naik turun dan lalu lalang di deretan peron. Di jalanan, mobil, bus, trem, sepeda motor, dan sepeda melaju dengan patuh di jalur masing-masing. Sebagian orang tampak bergegas, sepertinya mereka warga setempat. Sebagian lain berjalan perlahan dan berfoto ria, tampaknya mereka turis.
Sejarah di tepi danau
Muffler membawa kami menuju dermaga di tepi Danau Lucerne, tak jauh dari stasiun. Semilir angin berembus dari arah danau. Sekelompok orang tampak duduk-duduk di dermaga kayu menikmati hari yang hangat, seolah ingin menyimpan sebanyak-banyaknya panas sebagai bekal saat dingin tiba.
Di salah satu dermaga, sebuah steam boat siap berangkat. ”Semula tempat ini adalah pelabuhan utama yang menghubungkan wilayah utara dan selatan. Sekarang ada lima steam boat yang melayari Danau Lucerne ke berbagai tempat di sekelilingnya,” ujar Muffler.
Di seberang dermaga berderet bangunan tua nan cantik. Salah satunya adalah yang kini berdiri sebagai Hotel Schweizerhof yang dibangun tahun 1845. Hotel ini yang banyak dikunjungi orang-orang besar pada masa lalu, raja dan ratu, bangsawan, seniman, dan politisi. Di antaranya pengarang Leo Tolstoy (1828-1910) yang berkunjung tahun 1857, komposer Richard Wagner (1813-1883) yang menggubah adegan ketiga opera Tristan dan Isolde di hotel ini tahun 1859, juga penulis Mark Twain (1835-1910) yang berkunjung tahun 1897.
Tak jauh dari Hotel Schweizerhof, menjulang dua menara gereja katedral yang terkenal disebut Hof Church. Sebuah biara ordo Santo Benediktus telah berdiri di tempat itu pada abad ke-8. Gereja kemudian didirikan tahun 1633.
Kami lalu menyeberang ke bagian kota tua. Muffler menjelaskan, kota ini dikelilingi benteng tua yang berusia setidaknya 600 tahun. Sebagian dindingnya masih berdiri tegak, begitu pula kesembilan menaranya. Empat menara di antaranya dibuka untuk umum, yakni Schirmer, Zyt, Wacht, dan Männli.
Jembatan dan menara
Di antara kemegahan masa lampu itu, pandangan langsung disergap ikon kota ini, yakni Chapel Bridge dan Water Tower. Chapel Bridge adalah jembatan kayu sepanjang 170 meter yang membentang diagonal di atas Sungai Reuss. Sisi luar sepanjang jembatan dihiasi aneka bunga warna-warni, sekitar 200 jenis bunga nasional Swiss. Di bagian atapnya terpampang lukisan-lukisan kuno.
Semaraknya seolah ingin menyembunyikan tragedi kebakaran yang melalap jembatan itu tahun 1993 akibat kelalaian pelintas yang meninggalkan puntung rokok menyala. Di bagian atap jembatan terlihat beberapa segmen yang menghitam akibat kebakaran itu.
”Jembatan didirikan tahun 1333 sebagai bagian dari perbentengan Lucerne. Anda lihat, sisi yang menghadap luar lebih tinggi dibandingkan sisi dalam. Ini untuk mengantisipasi serangan dari arah danau,” tutur Muffler.
Adapun Water Tower menjulang setinggi 34 meter di sisi Chapel Bridge. Ini bukan menara air seperti terjemahannya. Bangunan berbentuk segi delapan ini pernah difungsikan sebagai ruang penyimpanan arsip dan harta benda, juga penjara dan kamar penyiksaan.
Semakin jauh masuk ke dalam kompleks kota tua, kami semakin terkagum-kagum dengan berbagai bangunan indah berikut cerita yang menyertainya.
Ada gereja gaya Barok pertama di Swiss yang dibangun tahun 1666, juga bangunan bersejarah peninggalan masa pembentukan Konfederasi Swiss tahun 1332 di Weinmarkt, Alun-alun Hirschenplatz, dan Balai Kota Lucerne.
Tak ketinggalan adalah sistem pengaturan tinggi muka air Danau Lucerne yang disebut water spike. Spike, semacam pagar, yang dibangun tahun 1859 ini, dioperasikan secara manual untuk menurunkan atau meninggikan level air yang mengalir ke Sungai Reuss.
Salah satu hal yang menarik di Lucerne adalah keberadaan air mancur yang jumlahnya mencapai 225 buah, 166 buah di antaranya untuk umum. Dengan bentuk aneka macam, orang akan menemukannya dengan mudah di berbagai sudut. Airnya pun bisa langsung diminum.
Muffler secara khusus menyediakan gelas bagi kami agar bisa mencicipi langsung air mancur itu. ”Segar sekali,” komentar Ashwin Rajagopalan, wartawan asal India.
Banyak air mancur yang berasal abad ke-14 atau 15. Alirannya berasal dari pegunungan.
Tak terasa, hari semakin sore. Udara lebih sejuk. Cahaya matahari yang hangat perlahan berganti dengan cahaya lampu kota yang diatur sedemikian rupa oleh pemerintah setempat agar terlihat menarik dan hemat energi. Gemerlapnya tersimpan di hati.
FRANSISCA ROMANA NINIK
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Oktober 2016, di halaman 23 dengan judul “PERJALANAN Binar-binar Lucerne”.