Sssttt… ini rahasia, Levi’s punya sebuah ”gudang” rahasia di bilangan San Francisco. Dari ”gudang” rahasia itulah, karyawan-karyawan terpilihnya menyiapkan rancangan terbaru. ”Gudang” rahasia nan santai, gaduh oleh musik, diskusi dan debat panjang, suara mesin jahit, serta mesin-mesin ”penghancur” segala macam kain jins.
Pintu depan ”gudang” tanpa papan nama itu selalu terkunci, hanya bisa dibuka dengan kartu khusus yang hanya dimiliki karyawan-karyawan terbaik Levi’s yang bekerja di sana. Levi’s & Co menyebut ”gudang” itu laboratorium inovasi, berjuluk ”Eureka”. Kata yang berulang-ulang diteriakkan Archimedes saat berlari keliling kota dengan telanjang bulat gara-gara girang berhasil memecahkan teka-teki keaslian mahkota sang raja.
Ya, Eureka memang ”gudang” tempat Levi’s menemukan cara terbaik memanfaatkan berbagai perkembangan teknologi paling baru untuk menghasilkan busana jins terbaik. Begitu melewati pintu yang selalu terkunci tersebut, kami melihat sebuah ”kapal pecah”.
Potongan-potongan kain jins menghampar di lantai yang luasnya seukuran separuh lapangan basket dikerumuni beberapa orang. Hamparan itu belasan rak berisi ratusan gulungan kain jins—dari jenis kain jins terbaru sampai yang berumur 30 tahun lebih. Di tengah keruwetan itu, Bart Sights—perancang denim andalan Levi’s—berjalan pelan, memain-mainkan sebuah bola rugbi di tangannya, seolah tengah memanggil lagi ”eureka”-nya.
Sebuah compo memutar musik keras-keras, mengatasi deru beraneka macam mesin yang ada di sana. Panggung mezanin ada di sekeliling dinding bangunan dengan pagar yang ”meriah” gara-gara sampiran celana-celana jins yang tak terhitung banyaknya. Dua ”peneliti” berdiri di atas sana, melamuni tumpukan kain yang menghampar di lantai, membandingkannya dengan celana yang tersampir di pagar mezanin.
”Tolong, jangan memotret
dulu, jangan merekam gambar secara detail,” kata Toni Hall, pekerja Levi’s yang mengantar perjalanan kami. Seruan yang langsung menebar sensasi kerahasiaan di antara kami, para wartawan dan bloger dari sejumlah negara Asia yang diundang Levi’s mengunjungi Eureka.
”Kapal pecah” itu adalah proses rancang bangun dari busana berbahan jins yang baru akan diluncurkan 2017 dan 2018 mendatang. Kebocoran rencana Eureka bisa membuat kompetitor Levi’s menyalip di tikungan.
Sang komandan ”gudang” rahasia, Jonathan Cheung, yang menjabat sebagai Head of Global Design Levi’s Brand, menyapa kami. ”Ayo mari mendekat, ada banyak cerita yang ingin saya bagi,” ujar Cheung. Cheung tersenyum-senyum melihat kami berjingkat-jingkat di antara tumpukan-tumpukan kain jins itu. ”Terima kasih karena Anda semua menghormati apa yang kami kerjakan di sini. Selamat datang di jantung Levi’s,” ujar Cheung bangga.
Apa pun dijajal
Cheung seorang pemandu yang pintar menuturkan sejarah kecil Eureka, sebuah laboratorium inovasi yang didirikan pada 2013 itu. ”Kalian sudah melihat arsip-arsip celana Levi’s tertua kami, kan? Itu lorong waktu kami di Eureka, tempat kami belajar membangun prototipe rancangan jins yang lebih baru di Eureka,” ujar Cheung sambil menggiring kami menuju sebuah ruang kecil, tempat tiga mesin mirip mesin cuci rumahan bergetar keras. ”Mari kita bertemu Sarah,” ajak Cheung.
Sarah, yang sedang duduk mengawasi segumpalan kain jins di dalam salah satu mesin, tersenyum menyambut kami. ”Hai, selamat datang di pusat penghancuran kain jins. Tugas saya di sini mempelajari segala hal yang bisa merusak sebuah jins, salah satunya efek pencucian,” ujar Sarah, memamerkan mesin cucinya yang diatur komputer untuk ”mencuci” dengan kecepatan sekian kali lipat dari mesin cuci rumahan. ”Dengan menemukan segala cara merusak jins, kami bisa membuat kain jins yang lebih kuat,” ujar Sarah tertawa.
Tunggu dulu, ”kekejaman” Sarah itu bukan satu-satunya ulah aneh para awak Eureka. Cheung juga mengajak kami bertemu Ray, seorang pemuda yang tanpa henti menggosok sebuah celana jins dengan selembar amplas lembut. ”Hari ini saya sudah menggosoknya selama tiga jam. Saya mencari kemungkinan baru memunculkan kesan warna berbeda dari teknik gosok. Kadang saya menggosok satu celana jins lebih dari sehari hanya untuk mencari teknik gosok terbaik guna memunculkan kesan warna tertentu,” kata Ray.
Cheung memamerkan bau menyengat dari fermentasi indigo, pewarna alami jins Levi’s, proses yang membentuk sebuah kata ikonik, ”blue jeans”. Di
”gudang” rahasia itu juga ada sebuah mesin laser yang dalam sekejap bisa menoreh motif serumit apa pun ke atas kain jins. Mesin-mesin ”zadul”, seperti pemotong, mesin jahit, setrika, dan mesin stone wash (mesin yang ”mencuci” jins dengan batu apung), bersesakan dengan mesin-mesin super canggih, seperti mesin gas ozon yang mampu mempercepat proses oksidasi.
Cheung mengibaratkan Eureka pabrik kecil Levi’s. ”Di pabrik sesungguhnya, satu celana Levi’s dikerjakan dalam sistem ban berjalan. Ada yang memotong kain, ada yang menjahit, dan yang lain lagi memasang paku keling penguatnya. Di Eureka, setiap prototipe dibuat satu orang, dari awal sampai akhir. Pola kerja itu memungkinkan setiap kegagalan rancang bangun dianalisis dan didiskusikan bersama karena kami tahu dengan siapa kami harus mendiskusikan kegagalan itu,” kata Cheung.
Karyn Hillman, sang Chief Product Officer Levi’s Brand, menyebut Eureka pabrik super lengkap. ”Kami bekerja tanpa jam kantor, mencari segala kemungkinan dari kain jins, dan segala alat kerjanya ada di sini. Kami bisa merombak rancang bangun jins apa pun dalam waktu satu hari,” kata Hillman.
Tapi, jangan tanya berapa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah rancangan hingga siap dipasarkan. Terkadang, hal itu memakan waktu beberapa bulan, kadang tahunan.
”Model 501 untuk perempuan, misalnya, melalui penelitian tahunan. September ini, Levi’s meluncurkan koleksi New Women Denim Collection, hasil kami menggarap ulang model 710super skinny dan 711 skinny. Itu proyek pengembangan besar-besaran yang kami kerjakan selama dua tahunan,” ujar Hillman.
Merawat akar
Pencarian segala macam kemungkinan dan kerja kreatif para awak Eureka justru didedikasikan untuk menghidupi legenda 140 tahun lebih Levi’s. Seperti kata Cheung, para awak Eureka selalu kembali ke lorong waktu, membongkar celana-celana tua koleksi arsip Levi’s yang diampu ahli sejarah Tracey Panek, lalu kembali ke masa kini dan mencipta.
Levi’s Flagship Store yang terletak di 815 Market St, San Francisco, adalah panggung dari setiap curahan dan gosokan gagasan Eureka. Anjungan ”Levi’s
Made & Crafted” menjadi panggung paling mewahnya, menempatkan segala ”kenakalan” awak Eureka sebagai premium product Levi’s dengan banderol harga
termahal. Levi’s seri Commuter yang tahan air dan bernapas, juga hasil dari riset Eureka, menjadi koleksi-koleksi terbaru Levi’s.
Levi’s Flagship Store itu juga menghadirkan seri koleksi Levi’s Vintage Clothing, yang menyalin sepersis mungkin celana tua koleksi arsip Levi’s—dari warna jins bekas hingga robekan dan tambalan. Koleksi Levi’s Vintage Clothing pada musim semi 2016, misalnya, menghadirkan tiruan arsip 501 buatan tahun 1933 dan celana Grandstand 501z (model 501 buatan 1954 yang memakai retsleting). Para awak Eureka membuat slogan ”membeli Levi’s adalah membeli sejarah” menjadi pengalaman sesungguhnya.
Cheung, sang komandan Eureka, menyebut arah jelas Levi’s. Meskipun punya segudang orang kreatif di Eureka, Levi’s tidak akan mencoba-coba menjadi
Chanel, Louis Vuitton, atau adibusana lain sekelasnya.
”Akar dari Levi’s adalah menciptakan busana kelas pekerja, yang dalam perjalanannya menjadi ikon tren kasual yang mengglobal. Hari ini Presiden Amerika Serikat juga mengenakan Levi’s. Steve Jobs memakai Levi’s saat menjadi pembicara utama di berbagai forum. Arah Eureka adalah memberikan pengalaman terbaik dalam berbusana kasual, dengan terus merawat akar Levi’s sebagai pengusung nilai kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan kita. Akar itulah yang akan menghidupi sejarah dan masa depan Levi’s,” kata Cheung.
Aryo Wisanggeni G
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Oktober 2016, di halaman 18 dengan judul “Gudang Rahasia Levi’s”.