Belanda adalah negeri bunga. Siapa pun yang berkunjung, terutama pada musim semi, sungguh mudah jatuh cinta. Bunga-bunga yang bermekaran adalah bahasa cinta paling universal. Mereka punya ungkapan populer: katakan dengan bunga!
Sebagai penggemar tanaman, mendapat kesempatan mengunjungi Belanda pada awal musim semi seperti mendapatkan durian runtuh. Musim semi adalah jadwal di mana kebun bunga Keukenhof dibuka untuk umum. Di kebun bunga itu, beragam bunga tulip (Tulipa sp) mulai memamerkan keindahannya masing-masing. Bukan hanya tulip, bunga-bunga lain, seperti narcis, daffodil, dan lili, serta bunga-bunga lainnya seperti berlomba-lomba menawan hati pengunjung.
Saat singgah ke Keukenhof, Sabtu (16/4), ribuan pengunjung antre di depan gerbang masuk. Walaupun sebagian pengunjung ada yang telah mempunyai tiket masuk yang dibeli sekaligus dengan tiket bus bolak-balik, dan juga telah membeli tiket masuk melalui internet, antrean di loket penjualan tiket masuk masih sangat panjang. Banyaknya pengunjung yang datang tersebut karena kebun bunga Keukenhof hanya buka sekitar dua bulan dalam satu tahun. Tahun ini, Keukenhof hanya buka dari 24 Maret hingga 16 Mei.
Bagi para turis asing, mencapai Keukenhof sangatlah mudah. Walaupun jarak Keukenhof dengan pusat kota Amsterdam sangat jauh, kira-kira 40 menit perjalanan tanpa macet, turis asing yang tidak pernah ke Belanda tidak akan nyasar.
Kemudahan itu terwujud karena Belanda sudah memiliki sistem transportasi umum yang baik dengan jadwal yang pasti. Bahkan, mereka menyediakan tiket dengan harga paket, 24 euro sudah termasuk tiket bus pergi-pulang dari Schiphol dan tiket masuk ke Keukenhof. Harga tiket masuk Keukenhof adalah 16 euro untuk dewasa.
Di dalam kebun tersebut, pengunjung tidak hanya bisa menikmati berbagai macam paviliun bunga yang indah, tetapi juga bisa bisa naik ke kincir angin tradisional dan naik perahu seharga 8 euro untuk keliling kebun sambil melihat ladang-ladang tulip milik petani.
Selain itu, pengunjung juga bisa merangkai bunga narcis menjadi kalung atau gelang tanpa harus membayar. Untuk anak-anak, selain disediakan berbagai permainan, juga di dalam Keukenhof ada kebun binatang mini di mana anak-anak bisa berinteraksi dengan hewan.
Desa kanal
Selain Keukenhof, tempat yang tidak kalah indahnya untuk dikunjungi adalah Giethoorn. Desa kecil yang sering disebut Venesia dari Belanda ini mempunyai keunikan, yakni tidak memiliki jalan raya. Desa yang menjadi bagian dari Taman Nasional Weerribben-Wieden ini menggunakan perahu sebagai alat transportasinya. Jadi, jika ingin bertetangga, para penghuninya harus menggunakan perahu.
Desa yang dicapai dengan perjalanan mobil selama hampir dua jam dari Amsterdam ini terlihat sangat asri dan bersih. Sayang, ketika saya berkunjung, bunga-bunga belum banyak dan belum semua pohon dipenuhi dedaunan. Walau demikian, desa itu tetap terlihat sangat romantis dan indah untuk dinikmati. Apalagi bunga magnolia berkembang sangat dahsyat. Seluruh pohon hanya dipenuhi bunga berwarna putih pink itu.
Pengunjung yang sudah selesai berkeliling dengan perahu bisa menjelajah desa dengan jalan setapak yang sudah disediakan untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda. Jalan tersebut akan melewati jembatan kayu yang jumlahnya sangat banyak. Selain itu, pengunjung juga bisa beristirahat sambil menyeruput teh mint panas yang bisa menghangatkan tubuh, sambil menikmati perahu berlalu-lalang dan bebek berenang di kanal.
Untuk berkeliling di Desa Giethoorn, pengunjung boleh menyewa perahu sendiri dengan tarif 20 euro-25 euro bergantung pada kapasitas penumpang. Apabila ingin bersama-sama dengan pengunjung lain bisa juga naik perahu yang lebih besar dengan tarif 6 euro per orang. Di sana juga terdapat museum yang menceritakan sejarah Giethoorn.
Giethoorn mulai terkenal sejak diputarnya film De Fanfare (1958) yang memakai latar belakang desa berpenduduk 2.500 jiwa ini. Seperti film Laskar Pelangi yang mempromosikan Belitung, film De Fanfare membuat turis mancanegara terus-menerus datang ke sana dan mendatangkan penghasilan bagi warga setempat.
Mereka sadar, untuk terus jadi tujuan wisata, penduduk desa menjaga kebersihan lingkungan. Desa tersebut benar-benar bebas polusi dan sampah berserakan. Bahkan, motor yang digunakan untuk menggerakkan perahu menggunakan baterai sehingga tidak menimbulkan asap.
Destinasi wisata seperti Keukenhof dan Giethoorn bisa dicontoh oleh pariwisata kita. Wisata yang sederhana, tetapi karena disiapkan dengan matang, dijaga kebersihan dan kerapiannya, membuat para turis jatuh cinta. Mereka terus-menerus datang, dan membuat destinasi ini menjadi sumber penghidupan bagi warganya.
M Clara Wresti
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Mei 2016, di halaman 17 dengan judul “Perjalanan: Musim Semi di Keunkenhof”.