Pantai Kuta di Kabupaten Badung hampir tak pernah sepi pengunjung. Pantai ini masih menjadi tujuan utama wisatawan yang berkunjung ke Pulau Bali. Salah satunya karena panorama matahari terbenam di pantai ini seolah tak tertandingi.
Seiring banyaknya wisatawan yang berkunjung, calon investor berlomba-lomba memperebutkan sejengkal tanah di sekitar Pantai Kuta untuk dibangun akomodasi wisata. Harga tanah pun melambung hingga ratusan juta rupiah per are. Kawasan Kuta pun terus bertumbuh.
Wisata di Badung tak hanya Kuta. Wisatawan mulai menjelajah panorama alam pantai lainnya, seperti Pantai Pandawa, Pantai Legian, Pantai Seminyak, dan Pantai Batu Bolong, yang sama-sama indah. Ada pula kekayaan alam dan budaya yang tak kalah menarik dan masuk 10 besar terbanyak dikunjungi turis di Bali, yaitu Pura Uluwatu, tempat menikmati tempat ibadah umat Hindu di atas tebing; Sangeh yang khas dengan hutan dan monyetnya; dan Puri Taman Ayun, tempat keindahan taman Kerajaan Mengwi.
”Ini menjadi investasi dan pendapatan bagi Badung. Upaya menjaga keaslian dan keasriannya terus dilakukan. Karena ini daya tarik utama para wisatawan, keasliannya diharapkan berkesan dan menjadikan turis datang kembali di masa datang,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung Cok Raka Darmawan, 2 Agustus lalu.
Pembenahan dan pengembangan disusun guna memperkuat destinasi wisata yang ada. Hal ini, lanjut Cok Raka, menjadi agenda setiap tahun. Pengadaan toilet menjadi sasaran utama di kawasan pantai. Sejumlah toilet dibangun sepanjang 84 kilometer pantai di Badung. Idealnya, setiap 400 meter ada satu toilet dan ini bukan persoalan sederhana. Tahun ini, Pemerintah Kabupaten Badung membangun empat toilet di Pantai Legian dan selanjutnya di Pantai Seminyak.
Selain itu, inovasi dan eksplorasi destinasi juga bakal digali. Menurut Cok Raka, destinasi seperti Pantai Kuta hanya perlu dijaga dan dipertahankan kebersihannya hingga adat budaya masyarakatnya. Untuk pengembangannya, dinas pariwisata setempat ingin menggali sejarah Kuta. Alasannya, wisatawan mulai tertarik dengan cerita sejarah di balik destinasi dan kegiatan adat sehingga tak melulu pementasan untuk komersial.
Ragam budaya bisa jadi berbeda antara Badung dan kabupaten/kota lainnya di Bali. Perangsiat tipat di Kapal, misalnya, tak sekadar menjadi tontonan masyarakat adat saling siat(lempar) tipat. Makna di balik budaya itu juga menarik untuk diinformasikan karena perang ini merupakan bentuk syukur sekaligus leluhur meminta untuk terus menjaga keberadaan pertanian/sawah. Harapannya, jika sawah tetap bertahan, beras tersedia dan warga tetap bisa menggelar upacara perang siat tipat.
Kurang maksimal
Menurut Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana I Made Sendra, pemerintah setempat kurang memaksimalkan daya tarik destinasi selain pesona alam serta budayanya. Wisata religi termasuk rangkaian upacaranya, misalnya, belum menampilkan utuh makna religi dan sejarah di balik keindahannya.
Menurut dia, turis juga menantikan wisata yang bisa mengedukasi, informatif, dan tak perlu memaksa hal baru untuk memperbanyak jumlah wisatawan ke Badung. Jika destinasi yang ada dieksplorasi lagi, akan memperkuat promosi pariwisata.
Sejumlah masyarakat desa di Badung, misalnya, berhasil mengelola bidang agronomi dan ekowisata. Sebanyak 11 desa menjadi desa wisata. Warga
Desa Carangsari, salah satunya, berhasil mengembangkan agronomi dan ekowisata. Pengusaha lokal pun sukses memadukan wisata alam, perkebunan, hasil kebun dengan penyewaan kuda untuk ditunggangi sambil menikmati Pantai Canggu hingga Seminyak.
Menurut Anak Agung Inda Trimafo Yudha, pemilik agrowisata di Carangsari, turis yang datang antusias. Turis menikmati wisata kebun coklat dan demo cara mengolah buahnya hingga menjadi olahan coklat. Wisatawan dari Eropa banyak mencari hal unik dan menantang.
Cok Raka mengatakan, jika ada calon investor, pemerintah menyarankan agar uangnya ditanam untuk membantu pengembangan desa wisata saja daripada untuk membangun akomodasi wisata lagi. Di Badung terdapat sekitar 150 hotel berbintang dengan jumlah kamar sekitar 24.000. Selain itu, terdapat 460 hotel nonbintang dengan jumlah kamar sekitar 10.000. Jumlah kamar hotel di Badung merupakan yang terbanyak di Bali yang total memiliki 50.000 kamar.
Pendapatan pajak dari hotel dan restoran di Badung tertinggi di Bali. Pajak hotel pada 2015 Rp 1,3 triliun dan pajak restoran Rp 240 juta. Sekitar 20 persen dari pendapatan pajak tersebut disubsidikan ke tujuh kabupaten lainnya yang pajak hotel dan restorannya kecil.
Infrastruktur jalan termasuk baik dan merata di wilayah Bali bagian selatan. Kelemahan transportasi publik, menurut Cok Raka, terus diupayakan diperbaiki. Pemkab juga berupaya memperbanyak transportasi publik yang nyaman dan mampu menjangkau destinasi alam dan desa wisata.
Ayu Sulistyowati
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Agustus 2016, di halaman 27 dengan judul “Surga Alam di Pulau Bali”