Delapan tahun sudah Afgan (27) berkarier di belantika musik. Waktu dan perjalanan selama itu telah mendewasakannya. Kini, kepribadian cowok ini kian matang, lebih terbuka, dan komunikatif.
Rabu (1/6) lalu, di Jakarta seharian ia sibuk melayani wawancara dan pemotretan dengan media, termasuk Kompas Muda. Ia bercerita banyak hal, termasuk usahanya untuk terus bisa berkomunikasi dengan penonton di depan panggung. Ia bahkan menyiapkan sendiri catatan-catatan yang bakal diobrolkan dengan penonton.
”Aku membuat kayak skrip gitu. Kalau di panggung, aku enggak mau hanya menyanyi. Selesai, lalu turun,” tuturnya.
Sebelumnya, pemilik nama lengkap Afgansyah Reza itu lebih banyak menyanyi saja. Bisa jadi karena sifat pemalu masih menghinggapinya sehingga ia jarang berbincang panjang dengan penonton. Selesai satu lagu, dia bakal langsung menyanyikan lagu berikutnya. Saat kelar, langsung turun panggung.
Tetapi, itu cerita dulu. Kini, sikap itu sudah berubah seiring kesadaran barunya tumbuh. Ia belajar dari penyanyi senior, terutama di luar negeri. ”Berkomunikasi, ngobrol dengan penonton, menjadi hal yang penting supaya di antara kami ada koneksi. Sekarang aku enggak sekadar bertanya-jawab. Ketika sedang manggung, pernah ada penonton melawak sampai aku terbahak,” urainya.
Ia suka penonton yang merespons penampilannya dengan ikut menyanyi atau bahkan ikut menari. Sekalipun dikenal sebagai penyanyi lagu berirama sendu, dia juga punya lagu berirama ceria. Di panggung pun sekarang ia tak segan menari.
Bagi Afgan, adanya koneksi membuat lebih nyaman dan dekat dengan penggemarnya. Sudah pasti penonton dan Afganisme, perkumpulan fans Afgan, senang bisa mengenal dia lebih dekat.
Negara Tetangga
Afgan yang terkenal dengan lagu-lagu bertema cinta yang romantis, seperti ”Terima Kasih Cinta” dan ”Bukan Cinta Biasa”, tak hanya dikenal di Indonesia. Sejak 2013, setelah merilis album ketiga, L1ve To Love, Love To L1ve, namanya juga mulai merambah negara tetangga, Malaysia. ”Padahal, ketika kuliah di sana, orang tak tahu aku,” kata cowok yang pernah kuliah di Monash University Malaysia itu.
Kini, warga negara serumpun Malaysia dan Singapura acap kali menanti kehadiran Afgan. Untuk mewujudkan keinginan penggemar, ia mengadakan konser di kedua negara tersebut. Hampir pasti Afganisme di Malaysia, Singapura, dan Brunei berbondong-bondong untuk menonton Afgan manggung. Mereka bahkan menyempatkan diri nonton konser Afgan di Indonesia.
”Senang melihat mereka hadir di tengah penonton Indonesia. Penonton dari Malaysia malah membawa bendera negaranya,” jelas anak kedua dari empat bersaudara itu.
Permintaan manggung kerap datang dari negeri jiran. Sering kali cowok berdarah suku Minang, Sumatera Barat, itu menghabiskan akhir pekan di Malaysia untuk menyanyi. ”Lumayan sering, tapi juga sering menyanyi di sini. Imbanglah,” ujar Afgan.
Menulis lagu
Seperti musisi, Afgan ingin terus mengembangkan diri. Ia tengah menyiapkan album keempat berjudul Sides. Sejumlah pencipta lagu, seperti Alam Nurbach, Rian D’Masiv, dan Numata, menjadi mitranya. Ia juga menggandeng Mark Hill, produser musik asal Inggris yang pernah menangani penyanyi Craig David dan Ed Sheeran. Beberapa waktu lalu, Mark ke Jakarta dan menghabiskan waktu selama seminggu untuk bekerja dengan Afgan.
”Mark sangat rendah hati. Ia membuatku nyaman sehingga tanpa bekal apa pun akhirnya aku bisa bikin lima lagu. Wow…,” katanya dengan mata berbinar.
Afgan, sekali lagi, menyebut relasi dan koneksi sebagai faktor penting baginya untuk mengembangkan diri.
Soelastri Soekirno
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Juni 2016, di halaman 36 dengan judul “Musik: Afgan yang Kian Matang