Marah merupakan emosi yang kerap mendapatkan stigma negatif, apalagi di tengah masyarakat yang selalu menginginkan harmoni dan menyebarkan keramahan. Film Angry Birds boleh jadi ingin ”membela” emosi yang sering diredam itu. Normal, bahkan kadang diperlukan untuk marah dengan alasan yang pas.
Pesan moral tersebut mengalir lewat film berdurasi 1 jam 37 menit yang disutradarai Clay Kaytis dan Fergal Reilly, The Angry Birds Movie. Burung-burung ”konyol” yang mendunia berkat gim berjudul serupa, Angry Birds, itu menghibur dengan aksi komediknya.
Bagi pencinta atau siapa saja yang pernah memainkan gim Angry Birds, di telepon pintar maupun tablet, ada kegairahan melihat gim besutan Rovio Entertainment yang berbasis di Finlandia itu menjelma menjadi karakter layar lebar.
Gim Angry Birds diluncurkan tahun 2009. Dalam laporan The New York Times pada September 2015, gim freemium (gratis) Angry Birds 2 diunduh 50 juta kali di dunia hanya dalam waktu satu bulan sejak peluncurannya. Belum terhitung pengguna gim lama.
Dalam gim Angry Birds, sekumpulan burung dengan gigi gemerutuk dan kekuatan-kekuatan berbeda, bergantian melentingkan diri dengan katapel untuk menyelamatkan telur atau membebaskan burung dari kerangkeng musuh, seperti monyet dan babi. Namun, tidak ada karakter dengan nama tertentu ataupun jalan cerita dalam gim itu.
Dalam film The Angry Birds Movie, para sutradara dan penulis naskah Jon Vitti menciptakan karakter tiga dimensi, jalan cerita, dan habitat para burung. Tak semua burung lantas diciptakan pemarah dan galak.
Kisah berpusat pada Red, burung merah, pemarah dan suka mengamuk. Hingga pada suatu peristiwa berujung pada Red harus mengikuti kelas manajemen kemarahan atas perintah pengadilan Pulau Burung. Di sana, dia bertemu dengan Chuck, Terence, dan Bomb yang juga bermasalah mengendalikan kekuatan mereka. Chuck yang suka ngebut sembarangan, Bomb yang kadang meledak semena-mena, dan si kalem tapi seram, Terence. Mereka diajar oleh guru Matilda, burung putih.
Sampai kemudian, ketenteraman Pulau Burung terusik dengan kedatangan babi-babi hijau dengan kapal besar. Warga Pulau Burung yang berpandangan tamu seharusnya diperlakukan dengan ramah dan baik menyambut para babi hijau. Apalagi babi-babi hijau bermulut manis, suka menggelar pesta, dan memberi hadiah.
Red sebal ketika warga Pulau Burung juga tak memercayai hasil penyelidikan Red bersama teman-temannya bahwa babi-babi hijau itu akan berniat buruk kepada warga pulau. Red dan teman-temannya lalu mengompori warga Pulau Burung untuk marah dan melawan para babi.
Komedik
Kisah The Angry Birds Movie terbilang sederhana, mudah diikuti, tetapi mengena. Dalam sebuah wawancara di kanal video khusus film Movies Ireland, sutradara Fergal yang asal Irlandia mengatakan, kesederhanaan gim itu juga yang memberikan keleluasaan bagi sutradara untuk menciptakan dunia baru bagi film Angry Bird dan karakter-karakternya. Fergal sendiri menyatakan tertarik menggarap Angry Bird lantaran naskahnya yang komedik
Karakter-karakter tiga dimensi yang kuat dan khas juga berhasil diciptakan. Para pengisi suara ikut menguatkan para karakter, seperti Jason Sudeikis (Red), Sean Penn (Terence), Maya Rudolph (Matilda), Danny McBride (Bomb), Josh Gad (Chuck), serta Peter Dinklage (Mighty Eagle).
”Menerjemahkan” gim ke layar lebar merupakan tantangan tersendiri. Kreator mesti menghidupkan karakter dan kisah dalam gim yang sudah kadung menancap dibenak para pemain gim. Hal itu sekaligus menjadi ”pagar-pagar” yang dapat membenglenggu dan membatasi kreativitas. Tambahan lagi, ada ekspektasi yang tinggi untuk gim populer sekaligus tuntutan menghibur para penonton film yang bukan merupakan pemain gim.
Bagaimana dengan The Angry Birds Movie? Setelah menonton film ini, Anda dijamin tidak bakal marah-marah dan sebagai gantinya tertawa atau minimal tersenyum. Nah, why so angry?
Indira Permanasari
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Mei 2016, di halaman 24 dengan judul “Burung Pemarah Hinggap di Layar Lebar Indira Permanasari”