Jarum jam baru menunjukkan pukul 15.30. Masih setengah jam sebelum Klinik Kopi, sebuah kedai kopi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, resmi buka. Firmansyah alias Pepeng, pemilik sekaligus peracik kopi di Klinik Kopi, masih membereskan aneka peralatan di dalam kedai.
Namun, para pembeli ternyata sudah mulai berdatangan. Meski di pintu masuk Klinik Kopi masih terdapat tulisan ”Close”, mereka telah menyerbu ke ruang utama kedai. ”Sebentar, ya, Pak. Ini saya masih beres-beres,” kata Pepeng ramah.
Begitulah suasana di Klinik Kopi menjelang kedai itu dibuka. Sejak didirikan pada Juli 2013, Klinik Kopi dikenal sebagai kedai kopi dengan konsep yang sangat unik. Beberapa waktu belakangan, ternyata Pepeng dan para asistennya menjadi kian sibuk karena jumlah pembeli di kedai tersebut makin banyak.
Salah satu penyebab bertambahnya jumlah pembeli itu adalah film AADC 2. Klinik Kopi memang menjadi salah satu lokasi shooting film itu sehingga banyak penonton AADC 2 tergerak untuk datang ke kedai tersebut. ”Saat Mbak Mira Lesmana (produser AADC 2) bilang mau shooting di sini, saya sebenarnya agak ragu karena khawatir nanti Klinik Kopi akan menjadi sangat ramai. Namun, akhirnya saya sepakat karena cerita film itu, kan, memang ada kaitan dengan kopi,” ujar Pepeng.
Pepeng menceritakan, peningkatan jumlah pembeli sudah terjadi sejak Mira Lesmana mengumumkan di media sosial bahwa Klinik Kopi akan menjadi bagian dari AADC 2. Setelah film tersebut tayang, kunjungan ke Klinik Kopi terus meningkat. ”Sebelum AADC 2, kami biasanya menjual 70 sampai 80 gelas dalam sehari. Namun, sekarang bisa dua sampai tiga kali lipat dari itu,” ujar pria berusia 36 tahun itu.
Econg (26), asisten Pepeng di Klinik Kopi, bercerita, kenaikan jumlah pembeli mulai terasa sejak awal Mei ini. Pada Rabu (4/5), misalnya, Klinik Kopi menjual 250 gelas kopi dalam sehari. Hari itu, masa buka kedai tersebut, yang normalnya pukul 16.00 hingga pukul 22.00, terpaksa diperpendek karena antrean pembeli sudah terlalu panjang. ”Kalau biasanya pemesanan terakhir pukul 21.00, waktu itu pemesanan terakhir terpaksa dimajukan pukul 19.00,” katanya.
Dampak AADC 2 juga dirasakan Sabari (38), pemilik Warung Sate Klathak Pak Bari di Wonokromo, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Warung legendaris yang berlokasi di dalam pasar ini juga dipakai sebagai lokasi shootingAADC 2. ”Setelah AADC 2 tayang, pengunjung luar biasa banyak. Ternyata banyak juga, ya, ’korban’ AADC ini,” kata pemilik warung yang buka pukul 19.00 hingga 01.00 itu.
Menurut Sabari, pada hari-hari biasa, rata-rata ia menyembelih dua sampai tiga kambing per hari untuk memenuhi permintaan para pelanggannya. Namun, sesudah euforia AADC 2, Sabari harus menambah jumlah daging kambing. Pada libur panjang akhir pekan lalu, misalnya, Sabari mesti menyembelih tujuh kambing dalam semalam karena pembeli membeludak. ”Kami sampai harus mencatat nama pembeli supaya tahu siapa yang datang lebih dulu. Ini baru pertama kami lakukan,” ujar pria yang berjualan sate klathak sejak 1992 itu.
Sesudah euforia AADC 2, Sabari mengaku kewalahan melayani pembeli. Pada Selasa lalu, ia terpaksa libur berjualan karena kelelahan. Saat ditemui pada Rabu siang, Sabari menunjukkan beberapa bekas luka di telapak tangan kanannya. Luka-luka itu karena tergores jeruji sepeda yang dipakai sebagai tusuk sate.
EGI/HRS
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Mei 2016, di halaman 13 dengan judul “Industri Kreatif: Wisata Kuliner Pun Ketiban Rezeki”