Tjina Knezevic (15) melangkahkan kakinya ke kiri dan ke kanan. Setelah itu, ia mulai melantunkan bait pertama lagunya, ”Biar saja ku tak sehebat matahari…” Sontak, penonton yang memenuhi teater Taman Ismail Marzuki, Jakarta, riuh bersorak dan bertepuk tangan menyemangati siswi dari Serbia itu. Di sebelah Tjina, penyanyi asli lagu ”Bendera”, Kikan, tersenyum lebar dan melanjutkan menyanyikan bait kedua.
Duet tersebut merupakan bagian dari Festival Internasional Bahasa dan Budaya (IFLC) yang diselenggarakan di Jakarta pada Sabtu (9/4). Festival ini untuk kedua kalinya diadakan di Indonesia. Untuk tingkat dunia, tahun 2016 adalah tahun ke-14 festival tersebut digelar di mancanegara.
”Ini pertama kali saya duet lagu ’Bendera’ dengan orang asing. Luar biasa, Tjina sangat bersemangat mempelajari lagu ini. Pelafalannya juga tidak ada yang salah,” kata Kikan kepada penonton setelah menyanyi.
Selain Tjina, ada 15 penampil dari mancanegara. Mereka antara lain datang dari Aljazair, Belarus, India, dan Tajikistan. Pertunjukan kian semarak dengan penampilan puluhan pelajar sekolah menengah asal Indonesia yang menari dan menyanyi.
Warna-warni busana tradisional, bahasa, dan gerak tubuh menghibur penonton selama dua jam penuh. Suasana bertambah meriah karena ada tari saman, balet modern, hingga tari topeng oleh para peserta dari Indonesia. Sepanjang pertunjukan, penonton mengibarkan Bendera Merah Putih beserta bendera dari negara-negara peserta lainnya. Ada pula penonton yang bertepuk tangan dan ikut menyanyi.
Salah satu penampil yang ramai disoraki adalah Kenan Agayev dari Azerbaijan. Anak laki-laki berumur sebelas tahun ini merupakan peserta IFLC termuda. Tampak penuh percaya diri, ia menyanyi lagu dari negaranya sambil diselingi gerakan kaki yang lincah.
Lagu yang ditampilkan memang direkam beberapa hari sebelum pertunjukan. Menurut Koordinator Acara IFLC 2016 Ari Rosandi, hal ini dilakukan karena pertunjukan ini bukan lomba menyanyi, melainkan acara yang bertujuan memupuk kebersamaan di antara pesertanya.
”Kami menekankan semangat kebersamaan antaranak muda. Mereka telah datang dan tampil seorang diri di negara yang baru mereka kunjungi. Ini menunjukkan kepercayaan diri yang cukup kuat pada mereka,” tutur Ari.
Rayakan persatuan
Acara IFLC 2016 dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Dalam sambutannya, Anies mengingatkan bahwa Bumi sangat kecil dibandingkan luasnya alam semesta. Kehadiran manusia di bumi bisa memberi dampak positif dan dampak negatif.
”Tugas kita sebagai penghuni Bumi adalah menjadikan keberadaan manusia sebagai sesuatu yang baik. Jangan cuma merayakan perbedaan, tetapi juga junjung persatuan karena rumah kita hanya Bumi. Kita harus bekerja sama,” ujar Anies.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Fanny Riana Astuti, salah satu penonton yang membawa anak-anaknya untuk menyaksikan acara IFLC. ”Kalau secara teori perdamaian dan persatuan, Indonesia memang canggih. Namun, praktiknya masih banyak perilaku anarkistis,” ujarnya.
Maka, ia ingin mengenalkan budaya negara-negara lain kepada anak-anaknya agar mereka ketika tumbuh besar tidak bersikap egois. Najla (8), putri Fanny, mengaku terinspirasi untuk belajar tentang kekayaan budaya Indonesia dan dunia serta bercita-cita melanglang buana.
Adapun Zahra, ibu rumah tangga yang juga membawa putra-putrinya menonton IFLC, menghendaki anak-anaknya tumbuh dengan wawasan yang luas dan memiliki banyak teman. ”Mereka harus bangga sebagai orang Indonesia, tetapi juga harus ingat bahwa mereka adalah warga dunia. Bertemu dengan orang-orang yang berbeda merupakan hal wajar. Jangan terbiasa berburuk sangka terhadap perbedaan,” tuturnya.
IFLC pertama kali diadakan di Turki pada 2002. Lewat kegiatan ini, para perwakilan dari sejumlah negara diajak merayakan keindahan persatuan dan perdamaian meskipun mereka berbeda ras, agama, bahasa, dan ideologi politik. Awalnya, perwakilan negara-negara diundang untuk tampil di Turki.
Pada 2014, panitia IFLC mulai menggelar acara dengan tur ke negara-negara di lima benua. Pada tahun 2016, selain di Indonesia, IFLC diadakan di 27 negara. Negara-negara itu antara lain Australia, Maroko, Rusia, dan Thailand. Semua pesertanya adalah pelajar sekolah dari banyak negara yang telah lulus seleksi prestasi, bakat, dan perilaku.
Di tengah konflik yang terjadi di sejumlah tempat, dengan melihat anak-anak dari banyak negara itu menari dan menyanyi, terasa betapa indahnya perbedaan, sekaligus betapa indahya perdamaian.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 April 2016, di halaman 5 dengan judul “Cerianya Warna-warni Persatuan”