Tak Perlu Tersesat di Kebun Binatang

0
2093

Satu lagi pekerjaan terancam punah gara-gara kemajuan teknologi informasi. Ya, tak berapa lama lagi, pemandupemandu informasi tak bisa lagi bercerita. Karena cerita-cerita mereka bakal digantikan gawai-gawai yang berceloteh, menutur segala macam informasi tentang kebun binatang, pameran-pameran, koleksi museum, isi buku, segalanya.

Pernah mengunjungi Taman Margasatwa Ragunan di hari libur, dan merasakan ngerinya terpisah dari rombongan di tengah ratusan ribu pengunjung yang berdesakan? Atau merasa kebingungan menjelajah kebun binatang terbesar kedua di dunia itu demi mencari kandang binatang terfavorit?

Semua itu bakal jadi masa lalu. Tak perlu lagi panik mencari teman seperjalanan yang terpisah, tak perlu lagi bingung mencari arah di rerindangan Taman Margasatwa Ragunan. Unduh aplikasi Ragunan Zoo, dan jadikan gawai pintar memandu.

Ragunan Zoo, yang diluncurkan sejak Juni 2015, memberi pengalaman baru menjelajah taman margasatwa seluas 147 hektar itu. Begitu dibuka, aplikasi itu memberikan informasi berbagai aktivitas menarik yang bakal berlangsung selama kunjungan Anda. Setiap pukul 15.00, misalnya, para pawing bakal memberi makan gorila, salah satu satwa ikonik di Taman Margasatwa Ragunan.

Bingung mencari kandang gorilla agar tiba tepat waktu? Aktifkan perangkat global positioning system (GPS) dalam gawai, lalu buka fasilitas peta dalam aplikasi itu. Segera saja, gawai menyuguhkan peta yang menuntun kita menuju kandang sang kera raksasa itu. Dengan cara yang sama, pengguna juga bakal menghemat waktu dalam mencari 2.010 satwa yang ada di taman margasatwa itu. Informasi singkat dan foto berbagai satwa koleksi Ragunan juga tersedia.

Aplikasi Ragunan Zoo bisa menyelamatkan pengguna yang terpisah dari rombongan. Aplikasi itu memiliki fasilitas untuk mengirimkan lokasi pengguna ke gawai lain, bahkan ketika gawai tujuan tidak memasang aplikasi Ragunan Zoo.

Staf Hubungan Masyarakat Taman Margasatwa Ragunan Wahyudi Bambang P menyebutkan aplikasi Ragunan Zoo sebagai program corporate social responsibility (CSR) dari Indosat, salah satu penyedia layanan telekomunikasi.

”Aplikasi itu tergolong cepat dibangun. April lalu kami bertemu dengan Indosat, lalu pada Juni aplikasi itu sudah tersedia. Kami terus memberikan informasi terbaru, misalnya, koordinat kandang jerapah koleksi terbaru Ragunan. Para pengelola aplikasi dari Indosat memasukkannya sehingga informasi baru diketahui pengguna,” kata Wahyudi.

 

Serba Bisa

Telepon pintar alias gawai sejatinya seperti pintu yang bisa kita bawa ke mana-mana, membuat kapan saja kita bisa memasuki dunia maya dan menjangkau apa saja di dalamnya. Miliaran data, teks, foto, suara, bahkan video bisa dijangkau dari gawai.

Aplikasi Ragunan Zoo tergolong canggih karena memberi jurus anti tersesat bagi pengguna yang menjelajah taman margasatwa terbesar di Asia itu. Namun, Ragunan Zoo bukan satu-satunya aplikasi pemandu. Aplikasi pemandu kian jamak digunakan untuk memperkaya pengalaman seseorang saat mengunjungi pameran, destinasi wisata, mendatangi museum, atau mencari koleksi perpustakaan misalnya.

Kompas/Riza Fathoni
Kompas/Riza Fathoni

Pameran ”Aku Diponegoro” di Galeri Nasional pada 6 Februari-8 Maret 2015 menjadi contoh lain. Pameran besar itu juga menyuguhkan aplikasi buatan lembaga kebudayaan Jerman, Goethe-Institut Indonesia, memberi kesempatan pengunjung untuk mendengar panduan menikmati pameran karya seni rupa yang dikurasi Werner Kraus, Peter Carey, dan Jim Supangkat itu.

Semua latar belakang karya dan seniman yang berpameran tersaji lengkap, dalam bentuk suara, membuat pengunjung memahami proses kurasi pameran. Sejarah lukisan ”Penangkapan Diponegoro” karya Raden Saleh, misalnya, tersaji lengkap tanpa meminta pengunjung membaca berlembar-lembar katalog. Para pengunjung tak lagi perlu melongok-longokkan kepala demi mendengar penjelasan pemandu pameran yang biasanya dikerumuni puluhan orang.

Cara lebih ringkas dipakai Gesyada Annisa Namora Siregar, kurator pameran 17 seniman perempuan menggelar pameran seni rupa ”Buka Warung” di Galeri RuangRupa, Jakarta, 23 Mei-5 Juni lalu. Gesyada tidak repot-repot membuat aplikasi khusus untuk menyulap gawai pengunjung menjadi pemandu pameran. Ia memilih memakai aplikasi pemindai quick response code (QR Code) yang jamak terpasang di gawai pintar.

Begitu terpindai, QR Code akan melontar tampilan kita kepada tautan internet berisi rekaman. Isi rekamannya, suara para seniman perempuan tersebut, masing-masing menjelaskan konsep karyanya. Cara itu tak hanya membuat pengunjung bebas dari ”kewajiban ” membaca katalog, tapi juga menghemat biaya produksi pameran.

Aplikasi panduan gawai juga kian beragam dan canggih. Ketika menerbitkan buku 50 Tahun Kompas Memberi Makna, Penerbit Buku Kompas dan harian Kompas memakai aplikasi bernama ”layar ” yang menyediakan tautan informasi tentang isu buku tersebut.

Dengan memindai sampul buku 50 Tahun Kompas Memberi Makna misalnya, pengguna bisa membaca isi buku dari gawainya, tanpa perlu membuka lembaran-lembaran buku itu. Pengguna punya cara baru untuk memutuskan membeli atau tidak membeli sebuah buku, tanpa merepotkan para penjaga toko buku.

 

Gampang-Gampang Susah

Teknologi aplikasi khusus, aplikasi QR Code scanner, atau aplikasi layar membuat pengakses tidak perlu repot mengetik kata kunci. Yang lebih penting lagi, seluruh teknologi itu menuntun pengguna untuk mendapatkan informasi yang ditentukan pemberi informasi, bukan informasi hasil pencarian mesin pencari yang bisa jadi tidak akurat.

Namun, penggunaan berbagai aplikasi pandu dalam gawai gampang-gampang susah karena ditentukan kemampuan pemilik gawai beradaptasi dengan teknologi baru itu. Pameran seni rupa Art|JOG 15 di Yogyakarta pada 6-28 Juni lalu misalnya, awalnya dirancang menjadi pameran yang sepenuhnya memandu pengunjung dengan aplikasi pemandu pameran dan QR Code. Belakangan, Heri Pemad selaku penyelenggara pameran memutuskan melapis panduan gawai dengan cara konvensional, yaitu pemandu pameran dan katalog fisik.

”Teknologi panduan gawai jauh lebih murah dan ramah lingkungan ketimbang pemandu informasi atau barang cetakan. Bagi yang piawai mengoperasikan gawai, panduan pameran melalui gawai akan terasa nyaman. Mereka bisa memilih sendiri informasi apa yang ingin didalami. Aplikasi kami juga memberikan panduan pameran yang bisa dipakai di luar ruang pamer, pengunjung yang tidak punya banyak waktu untuk menjelajah semua karya yang dipamerkan. Namun, teknologi itu belum sepenuhnya dikenal publik. Akhirnya, kami lagi-lagi memakai pemandu pameran dan mencetak katalog. Bagaimanapun kebanyakan orang lebih puas memegang katalog fisik,” kata Heri.

Namun, kegagapan orang berhadapan dengan teknologi panduan informasi melalui gawai sepertinya tak berumur panjang. Apalagi, sensasi panduan gawai menjanjikan kemungkinan tak berbatas, menggantikan teks- teks di atas kertas dengan rekaman suara atau video. Belum lagi akurasi informasi, yang tidak lagi mengandalkan ingatan seorang pemandu.

 

Aryo Wisanggeni


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 September 2015, di halaman 30 dengan judul “Tak Perlu Tersesat di Kebun Binatang”