Strategi Promosi Lebih Efektif Dilakukan dengan Diplomasi Budaya
SINGAPURA, KOMPAS Promosi potensi investasi dan kekayaan Indonesia dapat dilakukan lewat permainan. Strategi promosi lebih efektif dilakukan melalui diplomasi budaya karena hal itu lebih mudah diterima lintas negara, baik di dalam maupun di luar negeri.
Sejumlah negara mengenalkan kekayaan dan potensi mereka lewat permainan. Sarana promosi seperti itu lebih mudah diterima secara lintas negara dan kalangan.
Menurut Eko Nugroho, CEO Kumara, perusahaan pembuat permainan di Indonesia, sekarang ini di Indonesia mudah sekali menemukan permainan yang mengenalkan budaya Korea, Jepang, atau negara lain.
”Namun sebaliknya, hampir tidak ada permainan yang mengenalkan kebudayaan Indonesia,” ujarnya di sela Serious
Games Conference di Nanyang Technological University, Singapura. Konferensi yang berlangsung sejak Selasa hingga Jumat (14/8) itu dihadiri peserta dan pembicara dari beberapa benua.
Fungsi permainan sebagai sarana promosi, pendidikan, dan alat terapi kesehatan belum banyak dilirik di Indonesia. Masih banyak orang menganggap permainan hanya untuk menghabiskan waktu dan berdampak negatif.
”Promosi kebudayaan dan potensi lewat permainan membuat orang terlibat dan belajar soal potensi itu. Mereka tidak merasa sedang melihat iklan,” katanya.
Sebenarnya pelaku industri permainan di Indonesia menyadari potensi itu. Namun, mereka belum berani masuk ke ceruk pasar tersebut. Salah satu penyebabnya adalah industri permainan dan industri kreatif berbasis perancangan serta multimedia adalah industri padat modal. Hal inilah yang membuat para pelaku lebih memilih bisnis dengan pasar yang pasti agar bisa menutup investasi.
”Belum ada yang mau menjadikan kekayaan kebudayaan dan alam Indonesia sebagai materi permainan,” ucapnya.
Mendorong pertumbuhan
Pengorganisasi konferensi, Ivan Boo, menuturkan, konferensi ini menjadi salah satu cara mendorong pertumbuhan industri permainan untuk kepentingan khusus. Pembicara dalam konferensi itu, antara lain, menunjukkan permainan yang isinya melatih anak dengan autisme untuk mengenal huruf dan angka. Ada pula pembicara yang menunjukkan permainan sebagai alat terapi pasien.
Ivan menambahkan, industri permainan dengan segmen itu masih amat baru di Asia. Singapura yang tergolong negara maju saja masih belum bisa sepenuhnya memanfaatkan permainan untuk kepentingan pendidikan. ”Kami beruntung ada perhatian dari sektor kesehatan. Ada sejumlah permainan dipakai untuk terapi,” katanya.
Eko dan Ivan sepakat bahwa permainan sebagai sarana
pendidikan diyakini efektif karena sesuai dengan kondisi anak-anak. Secara alamiah, anak-anak amat suka bermain. Dalam konteks sekarang, anak-anak hampir tidak pernah lepas dari gawai dan menjadikannya alat permainan.
”Daripada memisahkan apa yang sudah menjadi dunia mereka, lebih baik (hal itu) dimanfaatkan maksimal untuk tujuan pendidikan. Ki Hajar Dewantara dulu juga menekankan pentingnya permainan dalam proses pendidikan,” ujar Eko.
(KRIS RAZIANTO MADA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Agustus 2015, di halaman 21 dengan judul “Memasarkan Lewat Permainan”