Ada dua macam turis. Yang semata senang bepergian dan yang khusus bepergian untuk memotret. Kelompok yang pertama memang juga membawa kamera, tetapi memotret hanya mereka jadikan rekaman sekilas. Sementara kelompok kedua memilih tidak akan pergi kalau tidak bisa membawa kamera. Bagi kelompok kedua, memotret adalah tujuan utama, sementara tempat indah adalah varian perjalanannya.
Saat ini bisa dikatakan turisme dan fotografi berjalan seiring. Tanpa fotografi, promosi turisme sulit dilakukan. Di sisi lain, fotografi juga makin maju karena adanya pariwisata.
Di Indonesia, promosi turisme konon dipacu habis-habisan. Tetapi, yang selalu dilupakan adalah masalah fotografi ini. Promosi wisata di Indonesia umumnya terlalu sibuk dengan kisah legenda sebuah tempat, lalu komentar-komentar orang yang pernah datang ke suatu tempat. Foto-foto yang tersaji tentang suatu tempat umumnya sangat seadanya. Bahkan banyak tempat indah, tetapi tampil buruk pada sebuah brosur wisata.
Sesungguhnya, sebuah tempat akan terpromosikan dengan luar biasa kalau ada foto luar biasa karya turis yang beredar di dunia maya. Untuk itulah, perlu diadakan turisme berbasis fotografi. Di sini, para turis akan dibimbing untuk menghasilkan foto terbaik tentang suatu tempat, misalnya waktu terbaik atau titik terbaik, dengan contoh-contohnya. Untuk acara-acara tradisional, bisa dibuat pengaturan khusus agar para turis bisa memotret dengan mudah pada hasil terbaik.
Seorang turis yang pulang ke daerah asalnya dengan foto-foto indah tentang suatu tempat adalah promosi gratis tentang tempat tersebut. Dari seorang turis yang pulang membawa foto indah, bisa jadi akan datang puluhan turis lain yang tertarik.
Agatha Bunanta, seorang penghobi berat fotografi di Indonesia, yang sudah sering menjadi juara dan juri berbagai lomba internasional, merasakan bahwa turisme yang dibimbing dengan pengaturan fotografi yang baik adalah turisme masa depan. Agatha sudah sering bekerja sama dengan fotografer dari berbagai daerah di Indonesia untuk bekerja sama menghasilkan foto-foto terbaik suatu tempat, baik alamnya, budayanya maupun hal-hal lain yang bisa direkam dalam foto.
Saat ini Agatha mendirikan sebuah yayasan fotografi untuk mengadakan aneka perjalanan berbasis fotografi, dan sudah diminati banyak turis mancanegara, dimulai dengan rekan-rekan Agatha saat berburu foto di luar negeri. Dengan nama Yayasan Art Photography of Indonesia (Artphotoindo/API), yayasan ini belum lama ini mengadakan Wonderful Indonesia Photo Trip (WIPT) yang diikuti oleh 30 fotografer dari 10 negara, yaitu Arab Saudi, Australia, Maroko, Oman, Uni Emirat Arab, Inggris, Indonesia, Italia, Thailand, dan Turki.
Daerah yang dikunjungi adalah Banyuwangi (termasuk Kawah Ijen), Bromo, dan Bali, yang semuanya ditempuh melalui jalan darat. Dengan pengaturan fotografi yang baik, Anda bisa melihat bahwa foto-foto yang dihasilkan para peserta yang umumnya bukan fotografer profesional menghasilkan promosi pariwisata bagi Indonesia secara luar biasa.
Sudah saatnya Pemerintah Indonesia melalui departemen yang menangani pariwisata untuk semakin menggunakan fotografi bagi sarana promosi pariwisata Indonesia. Pikirkan pengaturan fotografi pada acara-acara budaya yang besar agar semua yang hadir bisa menghasilkan foto yang baik. Libatkan fotografer-fotografer yang ada untuk menghasilkan promosi serius, seperti yang sudah dilakukan negara-negara tetangga kita.
(Arbain Rambey)
Versi cetak artikel ini terbit di rubrik ‘KLIK’ harian Kompas edisi 4 Agustus 2015 di halaman 36