Merry Riana, tokoh populer dengan perjuangan hidup yang ulet dan kemudian sukses, dibawa ke layar lebar dalam Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar. Jelang tutup layar, ada semacam disclaimer atau catatan bahwa cerita film ini diinspirasi oleh biografi Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar garapan Alberthiene Endah.
Dalam biografi dituturkan bagaimana Merry Riana oleh orangtuanya diminta ke Singapura demi alasan keselamatan, menyusul kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Ia kuliah di Nanyang Technological University. Ia kuliah dengan pinjaman dari universitas sebesar 40.000 dollar Singapura. Dengan kegigihan luar biasa, Merry sukses, meraih penghasilan 1 juta dollar.
Dengan alasan sebagai karya fiksi yang terinspirasi oleh kisah nyata, film ini mengubah lanskap waktu. Kerusuhan dikisahkan sebagai bukan kerusuhan Mei 1998. Merry terbang melintas waktu sekitar 15 tahun dari masa yang terkisah di biografi. Masa ketika Singapura telah memiliki Marina Bay Sands dan Singapore Flyer. Masa ketika gadget sudah melekat dalam kehidupan.
Namun, tokoh film tetap bernama Merry Riana yang diperankan Chelsea Islan. Ada juga tokoh Alva (Dion Wiyoko) yang hidup pula di biografi. Begitu pun jejak hidup Merry Riana yang kurang lebih sama, dengan penambahan dramatika sana-sini.
Lanskap waktu masa kini, dan bukan 1998, dipilih dengan alasan, antara lain, seperti dikatakan sutradara Hestu Saputra, secara teknis budget akan bertambah besar, terutama menyangkut pengambilan gambar Singapura pada era akhir 1990-an. Alasan lain, mereka tidak ingin terikat dengan sejarah. ”Kami tak mau terbebani dengan sejarah. Takut filmnya akan menjadi dark (gelap),” kata Hestu.
Kerusuhan yang oleh Hestu disebut sebagai sejarah kelam itu dalam film dijadikan alasan yang memicu tokoh Merry Riana bekerja keras dan menjadi sukses.
Adegan awal dalam film ini berupa kerusuhan dramatik. Satu keluarga menembus kota yang rusuh. Sebelum meninggalkan rumah, mereka memasang tulisan di depan rumah, ”Milik Pribumi”. Begitulah realitas di negeri ini kala kerusuhan Mei 1998 terjadi. Di jalan, keluarga itu dicegat massa, diperas, diancam. Sang ayah mati-matian mempertahankan keluarga. Merry diminta segera menuju bandara untuk terbang ke Singapura.
Adegan itu cukup berhasil menggambarkan peristiwa yang dalam biografi oleh Merry disebut sebagai ”peristiwa yang meninggalkan jejak luka batin mendalam”. Ditulis pula bahwa 14 Mei 1998 adalah suatu hari saat Merry ”melihat kengerian yang mencekam”.
Adegan awal itu memberi latar sosial tentang tokoh Merry. Adegan tersebut juga seperti menjadi bekal ”psikologis” bagi penonton untuk mengikuti jejak Merry di Singapura. Namun, sungguh sayang, catatan sejarah yang oleh sutradara dan Merry Riana disebut sebagai ”kelam”, ”mencekam”, dan ”menjadi luka batin” itu ”difiksikan” begitu saja. Setidaknya, dalam film, sejarah itu tidak dicatat sebagai kerusuhan Mei 1998. Pengakuan akan sejarah tersebut bisa menjadi penambah bobot lebih film.
Perjuangan Perempuan
Hestu Saputra mengatakan, Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar lebih menekankan pada perjuangan Merry Riana dalam bekerja keras dan kemudian sukses. Penekanan tersebut menjadikan latar sosial terkesan tidak begitu penting.
Penginian lanskap waktu ini cukup membingungkan. Terlebih karena adegan awal itu berhasil menggiring ingatan penonton pada kerusuhan Mei 1998. Namun, persoalannya kita tetap berhadapan dengan tokoh bernama Merry Riana, dengan jejak hidup yang mirip. Merry Riana lalu menjadi tokoh yang hidup di dua alam: nyata dan fiksi dengan lanskap waktu yang berbeda.
Yang tidak berubah adalah jumlah utang Merry yang sama-sama berada di posisi 40.000 dollar Singapura, baik di alam fiksi maupun biografi. Inkonsistensi inilah yang membingungkan dan tampaknya perlu dirapikan sebelum skrip menjelma gambar.
Namun, siapa pun namanya, dan kapan pun ia hidup, tetaplah menarik disimak perjuangan, kerja keras, dan keuletan seorang perempuan dalam bergelut dengan kehidupan. Lepas dari kekerasan sosial di negeri asal, ia menghadapi jenis ”kekerasan” kehidupan yang lain. Dan, seorang tokoh bernama Merry Riana memenangi semuanya. Optimisme bisa menutupi keterbatasan seseorang.
Ada pesan lain, Merry yang terobsesi untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya akhirnya tersadar, uang bukan segalanya. Ada hal-hal lain yang lebih penting, seperti persahabatan dan cinta kasih yang tulus.
Seandainya tidak diinspirasi oleh kisah nyata pun, film ini cukup inspiratif.
Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar
Sutradara: Hestu Saputra | Pemeran: Chelsea Islan, Dion Wiyoko, Niniek L Karim, Kimberly Ryder, Ferry Salim, Cyntia Lamusu | Penulis: Titien Wattimena, Rahabi Mandra, Alberthiene Endah | Produser: Dhamoo Punjabi, Manoj Punjabi | Produksi: MD Pictures 2014
(EKI/XAR)