Antara Yogya dan Temanggung

0
1019

Perempuan dengan air muka sendu itu memulai harinya dengan semangat baru di sebuah toko mebel. Seragam kaus polo berwarna merah berpadu rok span hitam sedikit mendongkrak penampilannya sehingga tampak seperti perempuan yang lebih berdaya.

Ning (diperankan Christy Mahanani) tampak menikmati pekerjaan barunya sebagai pramuniaga di Toko Mebel Diana, di Yogyakarta. Perempuan Jawa ini tahu, pekerjaan itu akan lebih mewarnai hidupnya ketika suaminya, Jarot (Joned Suryatmoko), yang pengangguran, nyaris selalu mengacuhkannya. Di toko mebel itu, Ning setidaknya tak lagi merasa terasingkan seperti di rumahnya sendiri.

Mur (Muhammad Abe Baasyin), rekan kerjanya di toko mebel pun berbaik hati mengajari Ning teknik membujuk calon pembeli. Tak perlu terlalu lama, Ning berhasil mendapatkan pembeli. Sebuah sofa, yang diiming-imingi Ning sangat nyaman untuk diduduki sambil menonton televisi, dibeli seorang pembeli dari Temanggung.

Kini, tugas Ning selanjutnya yaitu mengantar sofa tersebut dengan mobil ke Temanggung, tentu saja dengan disopiri oleh Mur. Sofa itulah yang pada akhirnya menggiring Ning dan Mur dalam sebuah cerita perjalanan tak terlupakan, antara Yogya– Temanggung.

Film Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya (VJPL) garapan sutradara muda asal Yogyakarta, Yosep Anggi Noen, resmi diluncurkan di publik dan diputar secara terbatas Juli lalu, di Jakarta, Solo, dan Surabaya. Film produksi Limaenam Films, Amalina Pictures, Lynx Film, dan Tembi Rumah Budaya Yogyakarta, ini meraih penghargaan dalam ajang Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2013 sebagai Film Cerita Terbaik kategori apresiasi film cerita panjang nonbioskop.

Film berkemasan road movie ini mengambil latar di Yogyakarta, Temanggung, Wonosobo, dan Dieng. Selama dua tahun ini VJPL telah berkeliling di lebih dari 24 festival internasional, seperti Locarno, Rotterdam, Busan, Hongkong, Mumbai, dan Vancouver.

Pelarian

Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya memotret kehidupan bersahaja masyarakat kelas jelata dengan problematika hidup yang khas dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Problematika yang tetap mengizinkan hadirnya percikan romantik yang banal sekaligus lugu dalam kehidupan mereka.

Romantika ala rakyat jelata menjadi semacam eskapisme tersendiri di antara pergulatan hidup, kebosanan, dan keterasingan dari gemerlap pembangunan yang kerap hanya menjadi tontonan berjarak.

Bagi Ning, pekerjaan tak semata sumber penghidupan, tetapi juga pelariannya dari perilaku Jarot yang lebih berminat pada tayangan reality show di televisi ketimbang Ning, kecuali saat lelaki itu dirongrong birahi. Sementara, bagi Jarot sendiri reality show juga seolah menjadi pelarian dari realitas hidupnya yang kecut tanpa pekerjaan.

Yosep meramu adegan-adegan sederhana secara alami, seolah tidak bertendensi sedang membuat film. Percakapan dalam bahasa Jawa dengan aksen kental yang natural antara Ning dan Mur terjalin wajar tanpa kesan pemaksaan harus sarat makna. Isi dialog itu selazimnya dua orang yang belum begitu akrab tercipta selama perjalanan.

Meskipun jarak Yogyakarta–Temanggung terbilang dekat, hanya sekitar 68 kilometer, interaksi emosi tertahan antara Ning dan Mur terasa terjalin panjang melampaui jarak tempuh perjalanan. Tugas mengantar sofa ke Temanggung yang sebenarnya bisa selesai dalam sehari seolah menciptakan ruang dan waktu tersendiri bagi keduanya, melentur antara pekerjaan, vakansi, dan pelarian.

Tanpa perlu penjelasan, keduanya lalu digambarkan ”perlu” menginap di sebuah motel sederhana ketika malam akhirnya turun di tengah perjalanan pulang ke Yogya. Romantika serba tertahan antara Ning dan Mur dihadirkan tanpa perlu pembenaran jalan cerita.

Produser Vakansi, Fauzan Zidni, mengungkapkan, film langganan festival seperti Vakansi di Indonesia masih menghadapi kendala klasik ketika hendak dihadirkan ke publik dalam negeri secara luas. Kesempatan minim dari jaringan bioskop yang bersedia memutar film festival, membuat peredarannya selalu terbatas. ”Karena itu perlu peran pemerintah untuk menyediakan fasilitas alternatif. Di luar negeri, bioskop untuk film art biasanya juga khusus,” ujar Fauzan.

Sarie Febriane