Melihat Sisi Lain Dunia Lewat Foto Jurnalistik

0
456

Diadakan lebih dari 60 tahun, kontes foto jurnalistik World Press Photo selalu menjadi ajang foto jurnalistik yang bergengsi. Berpusat di Amsterdam, Belanda, pameran foto tersebut juga turut ditampilkan di Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, Jakarta pada 6-26 September 2019.

Dari 78.000 foto yang diikutsertakan, akhirnya terpilih 140 foto yang memenangkan kontes ini dari beragam kategori. Delapan kategori yang dilombakan adalah isu kontemporer, lingkungan, isu umum, proyek jangka panjang, alam, potret, lingkungan dan spot news. Jurnalis foto dari seluruh dunia bisa berpartisipasi untuk mengirimkan hasil karyanya untuk kemudian dikurasi dan diberikan penilaian oleh juri.

Lewat ekshibisi yang sudah diadakan 23 kali di Indonesia, pengunjung secara tidak langsung bisa melihat rangkuman kejadian internasional dalam satu tahun terakhir. Foto-foto yang ditampilkan juga bisa menjadi referensi cara mengambil foto jurnalistik ketika sebuah kejadian berlangsung.

“Ketika kita memahami konteks, kita tahu bagaimana memotretnya. Pahami konteksnya, itu kita potret. Saat mengambil foto, kita berfikir apa kesan baik foto ini kepada publik,” jelas Bob Wardhana, Project Manager Erasmus Huis pada Selasa (10/09/2019).

Foto seorang anak kecil menangis berjudul “Crying Girl on the Border” karya John Moore, merupakan pemenang World Press Photo 2018. Foto itu dipajang di Erasmus Huis, Jakarta pada Selasa 10 September 2019. Foto: Nashya Tamara

Pameran foto ini berusaha melihat segi humanisme dari setiap kejadian yang terjadi. Seperti foto pemenang World Press Photo tahun ini karya John Moore yang diberi judul Crying Girl on The Border. Pada foto tersebut, terlihat seorang anak perempuan yang menangis saat berada di perbatasan Amerika Serikat pada 12 Juni 2018. Alih-alih memberikan kritik langsung terhadap sebuah kebijakan, lewat foto jurnalistik ini para jurnalis bisa mengangkat isu jurnalistik secara konstruktif.

“Bagaimana orang yang tidak hadir pada peristiwa itu, ketika melihat visual foto itu bisa merasakan kejadian yang terjadi. Kemudian, diperkuat oleh narasi yang mendukung cerita itu, sehingga ketika kita melihat foto itu, kita juga melihat konteks,” ujar Bob.

Foto-foto pemenang kontes fotografi jurnalistik World Press Photo yang ditampilkan di Erasmus Huis, Jakarta pada Selasa (10/09/2019). Foto: Nashya Tamara.

Tidak hanya mahasiswa fotografi dan fotografer profesional, pameran ini juga dihadiri oleh masyarakat umum. Salah satu pengunjung World Press Photo, Rayi Ayu Annisa (20), mahasiswi Jurusan Informatika Universitas Bina Sarana Informatika Jakarta juga secara khusus datang untuk melihat foto-foto yang ditampilkan.

Menjadikan fotografi sebagai hobi membuat Rayi sering mencari acuan lewat beragam pameran foto. “Memang suka fotografi dan terjun ke dunia Fotografi, jadi buat referensi aja kesini,” ujarnya.

Mengetahui ekshibisi ini lewat Twitter, Yeni Pebriyanti (21) merasa bisa melihat gambaran kejadian yang terjadi di setiap negara yang menjadi nominasi World Press Photo. Mahasiswi Jurusan Akuntansi Universitas Trisakti  Jakarta ini juga menjadi lebih peduli dengan karya foto jurnalistik setelah melihat kejadian visual yang terekam dalam pameran.

“Lewat foto jadi tahu keadaan negara lain, gambaran seperti apa kehidupan di negara tersebut,” kata Yeni.

Nashya Tamara, mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi, Jurusan Jurnalistik, Universitas Multimedia Nusantara, magangers Kompas Muda Harian Kompas Batch VII, saat ini sedang magang di Kompas Muda Harian Kompas