
Sejak sore, langit Jakarta pada Minggu (1/6/2025) sudah memberi tanda akan turun hujan. Gerimis kecil sempat menyapa, tetapi sore tampaknya tetap bersahabat dan mendukung berlangsungnya Jakarta International BNI Java Jazz Festival (JJF) 2025 di JIExpo Kemayoran.
JJF 2025 besutan Java Festival Production itu berlangsung selama tiga hari mulai Jumat (30/5) hingga Minggu (1/6). Di hari terakhir JJF, pengunjung yang datang terlihat lebih banyak dibanding dua hari sebelumnya.
Salah satu alasannya adalah karena jajaran lineup (para penampil) yang ditawarkan sangat variatif dan lintas generasi, baik lokal hingga internasional. Deretan penampil yang memeriahkan JJF hari terakhir antara lain Raye, Snarky Puppy, Maliq & D’Essentials, sampai SORE.
Baca juga : Jacob Collier Bawakan “Indonesia Pusaka” di BNI Java Jazz Festival 2025, Penonton Terpukau!
“Kita nunggu banget MALIQ & D’Essentials” cetus Michelle, pengunjung di stan Kompas. Sebagai orang yang baru pertama kali ke Java Jazz, menurutnya ini adalah pengalaman yang menyenangkan. “WC-nya bersih, suasananya kondusif, seru banget juga,” cetusnya.
Di tengah hiruk pikuk absurditas Kota Jakarta, pergi ke festival musik seperti JJF bisa jadi ibarat lari sejenak dari kenyataan. Tak heran bila meski hampir menuju tengah malam, pengunjung tetap ramai.
Kemeriahan bahkan semakin terasa setelah tengah malam. Para pengunjung menikmati musik sembari bercanda, makan dan minum, serta sesekali mengangkat ponsel untuk mengabadikan momen. Anggapan bahwa ‘Jakarta tidak pernah tidur’ memang benar adanya.
Masih Relevan
Tak bisa dimungkiri, pergerakan musik belakangan ini memang sangat signifikan. Setidaknya seperti yang terjadi di JJF 2025. Suasananya terasa masif, ramai, dan semakin kompleks.
Di tengah berkembangnya platform daring, festival musik, khususnya JJF, ternyata masih tetap relevan di mata publik sehingga mereka tetap berbondong-bondong mengunjungi festival. Ada hal yang tak bisa disampaikan lewat sekadar layar ponsel. Pengalaman menikmati musik terbaik tetaplah dengan menyaksikan penampilan para penyanyi dan musisi secara langsung (live).
Emang suka jazz, sih.
“Emang suka jazz, sih”, jawab salah satu pengunjung, sebut saja Rana, dengan mantap. Yang membuatnya terus datang ke JJF, selain menikmati musik juga sekaligus berkeliling dari satu panggung ke panggung lainnya.
Satu hal yang perlu dicatat dari pendengar jazz, mereka tak punya semangat kompetisi untuk mengetahui seluruh penampil atau hafal lirik lagu yang dibawakan penyanyi-penyanyinya (bila ada liriknya). Namun, mereka punya apresiasi besar terhadap penampilan musiknya. Menarik bukan?

Panggung JJF juga menunjukkan betapa musik adalah hal yang universal dan menyatukan perbedaan. Contohnya seperti yang terjadi pada Minggu malam.
Tak semua pengunjung yang datang ke panggung BYD Hall pukul setengah 8 malam itu mengerti bahasa daerah Ambon, berasal dari Ambon, atau tinggal di Ambon. Tapi itulah uniknya. Album Ambon Jazz Rock (Rework) yang dibawakan oleh musisi Barry Likumahuwa dan kawan-kawan disuguhkan dengan begitu hangat dan asyik sehingga siapapun yang datang merasakan hal yang sama bahwa musik itu inklusif.
Ambon Jazz Rock adalah album fenomenal pada masanya. Berisikan kisah-kisah seputar Maluku yang bukan hanya didengar dalam lanskap lokal, album ini juga memperkenalkan Indonesia Timur secara luas di Indonesia.
Album ini adalah produk di balik otak jenius Alm. Christ Kaihattu yang dibuat pada 1982. Pada penampilan kali ini, Barry datang dengan karya rework-nya sebagai bentuk apresiasi terhadap musisi legendaris itu.
Baca juga : BNI Java Jazz Festival 2025 Ditutup Meriah
“Mereka (musisi legendaris Indonesia Timur) nonton dari surga,” cetus Barry, menyatakan rasa bangganya di panggung JJF.
Penampilan kali ini juga dibawakan dengan beragam bersama Abraham Kevin, Yance Manusama, dan Teddy Adhitya. Penonton ikut terbawa suasana dan bergoyang saat ‘Goyang-goyang’ ft. Abraham Kevin dinyanyikan.
Saat Teddy Adhitya tampil, penonton bersorak riuh. Sebuah kolaborasi yang ditunggu-tunggu setelah sekian lama. “Satu yang pasti, laki-laki Ambon pasti romantis,” tegas Barry disambut sorakan dari penonton.
Namun, penampilan Barry dan kawan-kawan kali ini bukan hanya membahas tentang kisah romantisme ala Ambon seperti lagu-lagu nyentrik khas lokal. Penampilan kali ini juga soal rindu pada kampung halaman dan cinta kepada mama.

Malam itu, Teddy Adhitya juga tampil di Zurich Syariah Hall. Teddy masih konsisten dengan aksi panggungnya yang funky, charming, humoris, dan energik, sama seperti saat tampil di JJF tujuh tahun lalu pada tahun 2018. Teddy datang dengan 13 set list terkenalnya, seperti “Just You”, “Langkit Favoritku”, dan “Caraku Caramu”.
Saat membawakan “In Your Wonderland”, Teddy berhasil ‘menghipnotis’ penonton. Gaya stage Teddy yang intens dengan gerakan pundaknya berhasil membius walau hanya dalam 1 jam penampilan.
Mereka (musisi legendaris Indonesia Timur) nonton dari surga.
Menurut Teddy, lagu “In Your Wonderland” adalah karya yang membawanya ke titik kariernya saat ini. Lagu itu mengantarkannya melangkah dari satu panggung ke panggung lain. JJF, secara tidak langsung, telah menjadi teman tumbuh sepanjang perjalanannya sebagai musisi.
Keunikannya dalam aksi panggung menjadi alasan utama mengapa sebagian penonton betah menyaksikan hingga akhir. “Well done!” seru salah satu penonton di ujung penampilannya.
“Sampai jumpa di lain hari,” tutup Teddy hangat kepada para penonton.
Selebrasi 20 tahun

Dengan berjalannya waktu, 20 tahun bukanlah waktu yang singkat. JJF bertumbuh bukan sekadar sebagai festival musik tahunan, ia telah menjadi tempat di mana para pendatang baru tampil, para artis lokal menunjukkan kualitas, dan tempat di mana artis internasional diapresiasi atas karyanya.
Snarky Puppy, grup musik jazz fusion asal Amerika Serikat pemenang 5 Grammy Awards, juga kembali hadir memeriahkan JJF setelah tampil 9 tahun yang lalu. Hall Teh Botol Sosro penuh, antrean panjang dan orang-orang terus berdatangan untuk merasakan kompleksitas instrumen jazz fushion mereka.
Tompi, salah satu musisi senior Tanah Air, tahun ini juga tampil di JJF. Ia tampil bersama dua buah hatinya, Ayesha dan Zayn. Lewat cover “Pergi Belajar” ciptaan Saridjah Niung ‘Ibu Sud’ yang dinyanyikan langsung oleh Zayn, Tompi menyampaikan kritik terhadap rendahnya gaji guru di Indonesia.
Hari terakhir JJF 2025 juga dimeriahkan artis-artis besar, seperti Raye, Maliq & D’Essentials, GAC, The Lantis, hingga SORE. Hampir semua panggung ramai dengan pendengarnya masing-masing.
Baca juga : Dua Dekade Java Jazz Festival, Perayaan Vitalitas, Inovasi, dan Soliditas Komunitas
Di perayaan ulang tahun JJF ke-20 ini, acara ditutup dengan penampilan spesial 20 Years of Java Jazz Festival bersama Andien, Barry Likumahuwa, Dira Sugandi, Elfa Zulham, Endah N Rhesa, Humania, Indra Aziz, Maliq & D’Essentials, Nikita Dompas, Rafi M, Teddy Adhitya, dan Tompi dan Vox Accord.
Selain set acara yang dikemas dengan rapi, JJF juga menunjukkan bahwa acara ini inklusif, dapat dinikmati oleh segala usia dan kalangan. Bila selama ini menonton konser dianggap sebagai hal yang kurang nyaman untuk anak karena suasananya yang sesak, di JJF terlihat banyak orang tua yang membawa stroller. Bahkan orang dengan kursi roda pun ada. Ini membuktikan JJF adalah milik semua orang.
Legasi JJF di ulang tahunnya yang ke-20 ini membawa penonton kepada suatu hal yang baru, bahwa musik jazz hadir untuk semua. Satu yang pasti, orang akan datang lagi karena mereka percaya pada JJF.
Penulis: Katarina Dian, DKV New Media BINUS Univeristy, volunter Kompas Muda untuk BNI Java Jazz Festival 2025
Fotografer:
Claudio Gracia Pramana, Jurnalistik Universitas Padjadjaran, volunter Kompas Muda untuk BNI Java Jazz Festival 2025
Zahira Ayuningtias Yudevi, Administrasi Rumah Sakit, Universitas Indonesia, Volunter Kompas Muda untuk BNI Java Jazz Festival 2025
Editor : Dwi As Setianingsih