Kimo Stamboel: Kualitas Bagus Belum Tentu Laku

    0
    293

    Dalam 10 dekade ini, drama percintaan, komedi, dan horor masih menjadi favorit konsumen film di Indonesia. “Tema religi sudah jauh berkurang pamornya, “kata Kimo Stamboel, sutradara film Rumah Dara dan Headshot. Yang jelas, lanjutnya, “Mayoritas film terlaris di Indonesia didasari oleh intelectual property. Baik itu dari buku maupun film zaman dulu.”

    Dari pengamatan lulusan School of Visual Arts Sydney tahun 2004 ini, film Indonesia semakin menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Salah satu faktornya adalah jumlah layar lebar atau bisokop yang semakin banyak. “Sekarang, kan, sudah ada Cinemaxx, XXI, dan CGV. Tidak hanya di kota besar tapi juga kota kecil. Banyaknya layar lebar ini yang membuat permintaan akan film Indonesia cenderung terus meningkat.”

    film Hollywood tidak terlalu diminati konsumen daerah. Mereka lebih menyukai film Indonesia

    Di sisi lain, menurut Kimo yang ditemui di Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu (27/10/2018), film Hollywood tidak terlalu diminati konsumen daerah. “Mereka lebih menyukai film Indonesia,” ujarnya. Ia melanjutkan, mungkin hal itu disebabkan faktor bahasa atau tema film yang dirasa kurang pas dengan selera konsumen daerah.

    Permintaan pasar yang relatif tinggi membuat para pembuat film gencar memproduksi film. “Harusnya, sih, kualitas produksi juga ditingkatkan meski kualitas bagus tidak jadi jaminan bakal disukai konsumen. Namun sebaiknya diperbaiki terus, karena penonton juga sudah semakin cerdas dan kritis.” Apalagi, lanjutnya, “Produksi sebuah film sangat mahal. Sayang banget kalau karya tidak dibuat maksimal.”

    Di sisi lain, lanjut Kimo, tren pasar baru juga tak kalah menjanjikan. “Namanya platform. Sekarang yang sudah mulai tumbuh Hooq, Iflix, Viu. Juga Netflix meski belum terlalu besar. Mereka juga memerlukan konten lokal yang artinya membuka peluang untuk para pembuat film,” urai Kimo.  Meski berkonten lokal, ia berharap karya yang dibuat para sineas bisa dipahami secara internasional sehingga film Indonesia bisa mendunia.

    Misha Pattiradjawane, mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Tangerang, sedang magang di desk Kompas Muda Harian Kompas