Hari Pertamaku bersama Keluarga Amerika

0
334

“Rumah adalah tempat dimana kamu merasa tinggal di sana dan diperlakukan dengan baik”- Dalai Lama

Rumah dan keluarga merupakan satu kesatuan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Keduanya merupakan asal semangat dan gairah hidup manusia. Rumah dan keluarga memberi segalanya, bukan hanya materi dan benda, lebih dari itu mereka memberikan cinta dan kasih sayang. Sebagai tempat kembali, rumah dan keluarga menawarkan tempat bernaung dan kenyamanan bagi penghuninya. Intinya, rumah dan keluarga adalah inti kehidupan.

Aku tengah mendapatkan kesempatan menimba ilmu di negeri Paman Sam sebagai siswa pertukaran pelajar, tentu salah satu tantangan terbesarku adalah bagaimana menjadi bagian keluarga dari induk semangku di sini. Aku tinggal di sini bukan hanya untuk singgah, tetapi untuk menjalani kehidupan 10 bulan kedepan. Dalam artikel ini, aku akan sedikit menceritakan kisah hari pertamaku bersama keluarga Amerika. So, Check This Out!

Keluarga baruku memiliki 2 anggota saja, yaitu ibu dan ayah. Ayah semangku bernama Kevin Peloquin, dia berusia 50 tahun dan berprofesi sebagai bapak rumah tangga. Ibu semangku bernama Patricia Peloquin, dia berusia 48 tahun dan berprofesi sebagai fisioterapis. Kami tinggal di Highland yang bertempat pada negara bagian paling utara Amerika Serikat, Wisconsin.

Aku pertama kali bertemu dengan induk semangku pada Hari Minggu, 26 Agustus 2018. Kami berjumpa di Dutch Mill Park and Ride, sebuah terminal bus kecil di Madison, Ibukota Wisconsin. Matahari tepat berada di atas kepala, kami lapar. Kami memilih pergi ke restoran yang menyediakan ayam dalam berbagai varian dan saus. Sedap! Semuanya enak! Kalau boleh, aku mau ngambil ayam sebakul! Hahaha.

Highland, kota berpenduduk 1.000 orang yang menawarkan keindahan panorama alam. Kota mungil ini merupakan salah satu basis pertanian di Wisconsin. Di pinggiran jalan terdapat banyak sapi dan persawahan gandum serta jagung. Jarak antara Madison dan Highland sekitar 100 km, sehingga setidaknya memerlukan 2 jam perjalanan untuk mencapai tempat ini.

Aku tiba di “rumah” saat hari menjelang sore. Setelah sedikit merapikan barang-barangku, aku terlelap hingga pukul 7 malam. Saat bangun, aku menawarkan diri untuk membuat santap malam. Menu yang aku buat kala itu adalah indomie! Rasa yang aku pilih adalah kari ayam, rasa favoritku. Butuh waktu 15 menit untuk memasaknya.

Kebersamaan dengan Kevin Peloquin saat menyantap mie instan yang ku bawa. Foto : dok. pribadi Patricia Peloquin

Orang tua semangku sangat gembira. Mereka sangat menyukai mie instan yang ku bawa  dari Jakarta. Menurut mereka, rasa mie instan itu berasa terus, enak lagi. Bahkan, kata mereka mie tersebut pedas! Tetapi, mereka sangat menyukainya!

Sembari makan aku bercerita tentang berbagai merk mie instan yang amat dikenal di Indonesia dan tentu soal pilihan rasanya. Mengapa aku memilih kari ayam dan bagaimana cara membuatnya, itu semua mereka tanyakan. Sungguh, sangat mengasyikan bercerita tentang makanan Indonesia!

Selepas santap malam, kami menghabiskan waktu di meja makan untuk mengenal lebih dekat satu sama lain. Patricia menjelaskan tentang detail kegiatan pembelajaran sekolah yang akan aku hadapi. Mulai dari masalah keberangkatan, kelas yang diambil, hingga menu makan siang semuanya kami bahas saat itu juga. Walaupun terjadi beberapa ralat di kemudian hari, setidaknya dapat memberiku gambaran akan pelajaran yang aku hadapi di sini.

Kevin menjelaskan kepadaku aku banyak hal tentang kehidupan di rumah. Mulai dari video games yang dia miliki hingga musik kesukaannya. Aku baru tahu pada saat itu bahwasanya mereka memiliki X-BOX! Seneng banget pas pertama kali tahu. Seenggaknya bisa untuk refreshing dari penatnya hidup. Ia pun menjelaskan tentang permainan (game) yang dia gemari. Permainan bernama Master of The World craft ada di komputer. Ini games online loh! Makanya dia bilang dari awal kalo pas malam akan suka berisik karena dia baru bermain games saat malam tiba.

Selebihnya, kami membahas banyak hal seputar kehidupanku selama 10 bulan ke depan di sini. Mereka sangat baik layaknya orang tuaku sendiri dan mereka pun menganggap aku anak. Setidaknya, keberadaan mereka menguatkanku di sini dan membuatku berada di zona nyaman. Nah, itu dia ceritaku soal hari pertama bersama keluarga Amerika. Banyak hal yang berbeda di antara kami, namun perbedaan itu membuat kami makin dekat dan saling memahami.

Satrio Febriyanto, siswa Madrasah Aliyah Negeri  Insan Cendekia Serpong, Tangerang (Banten), yang juga Magangers Kompas Muda Harian Kompas Batch X tahun 2018, sedang mengikuti pertukaran pelajar di Amerika Serikat.