Kwitang di Tengah Gempuran Zaman

46
488

Bukan hal mudah bagi Pasar Buku Kwitang untuk tetap bertahan di tengah era perkembangan dunia digital. Tetapi, gencarnya buku elektronik dan kemudahan pencarian informasi lainya tidak mematikan eksistensi Kwitang.

Pada masanya, Kwitang merupakan pusat penjualan buku, baik buku bekas, baru, terbitan lama, hingga buku-buku langka. Sejak penggusuran tahun 2008, sebanyak 207 pedagang telah memutuskan untuk menutup lapak. Kini, hanya tersisa 30 pedagang buku di sana.

Salah satunya Iwan (62), yang menyewa sebuah ruko di sisi Jalan Kwitang Raya bersama empat pedagang lain. Iwan bercerita mengenai situasi Kwitang saat ini, kebanyakan pembelinya adalah kalangan pelajar dan mahasiswa, khususnya mahasiswa yang tengah menyusun skripsi. “Untuk jumlah (pembeli) memang menurun ketimbang tahun-tahun awal saya merintis usaha pada 1989  hingga awal 2000-an, tetapi peminatnya tetap ada.”

Ia mengungkapkan kadang kiosnya menjadi tempat liputan atau syuting film. Bahkan, pernah ada yang menyewa bukunya dalam jumlah besar untuk kegiatan tertentu, seperti acara literasi maupun properti syuting. Iwan juga bercerita, dulu para pedagang buku di Kwitang pernah mengajukan proposal pada pemerintah untuk menetapkan Kwitang sebagai sentra buku tetapi ditolak karena aktivitas pedagang mengganggu kelancaran jalan.

Kondisi salah satu kios di Pasar Buku Kwitang, Jakarta Pusat. Foto : Muhammad Raihan Aditama

Penjual lain, Jaya (48), juga menyayangkan keputusan pemerintah menggusur Kwitang. Menurutnya, Pasar Buku Kwitang merupakan tempat bersejarah dan telah dikenal hingga mancanegara, terlebih setelah ditampilkan pada adegan film Ada Apa Dengan Cinta yang meledak di pasaran pada 2001.

Jaya  mengatakan, meski minat baca masyarakat menurun sejak berkembangnya sistem internet, Pasar Buku Kwitang tetap menjadi pilihan para pencari buku karena koleksi yang lengkap dan harganya  murah.

“Di sini koleksinya banyak dan murah. Banyak orang, khususnya mahasiswa yang menjadikan Kwitang sebagai tempat mencari buku karena alasan tadi” ujar Jaya.

Untuk koleksi buku, Jaya mendapat suplai buku dari tukang loak, pedagang grosir hingga sales. Ia menyebutkan bahwa terkadang buku baru yang didapat dari pedagang grosir harganya jauh lebih murah ketimbang buku bekas karena dibeli dalam jumlah banyak.

Omset yang diperoleh Jaya dari penjualan buku setiap harinya tidak menentu. Saat sedang sepi, omset yang didapatnya kurang dari Rp200.000,00 bahkan buku bisa tidak laku sama sekali. Sementara pada tahun ajaran baru atau pergantian semester, ia dapat meraup untung hingga Rp1.000.000,00.

Pedagang yang berjualan di pinggir Jalan Kwitang Raya, Agus (58), berkata bahwa Kwitang kini tidak seindah dulu. Sebelum berjualan buku di Kwitang pada tahun 1994, Agus bekerja sebagai seorang satpam gedung yang terletak di area tersebut.

Sebelum mengalami penggusuran, Kwitang menjadi tempat favorit untuk mencari buku dengan harga miring. Namun pasca penggusuran, Agus mengalami penurunan jumlah pembeli. Tetapi, pada waktu-waktu tertentu, tepatnya awal tahun ajaran baru di bulan Juli-Agustus, jumlah pembeli meningkat pesat sehingga ia dapat meraih keuntungan yang cukup banyak.

Walau kadang sepi, penghasilan Agus selama berjualan buku mampu membiayai sekolah kedelapan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Ia juga menceritakan, dia sendiri memiliki kios di dalam. Namun, memilih berjualan di pinggir jalan karena dilalui oleh banyak orang. Dalam sebulan Agus mengeluarkan dana sebesar Rp2.100.000,00 dengan Rp1.100.000,00 untuk menyewa kios guna menyimpan stok buku dagangannya dan Rp1.000.000,00 untuk menyewa sebuah rumah petak karena Agus sendiri tinggal di Bogor.

Kalangan anak muda

Seorang pelajar memilih buku sebuah kios dalam Pasar Buku Kwitang Jakarta Pusat, Kamis (5/7/2018). Foto : Muhammad Raihan Aditama

Tidak mengherankan bila peminat Pasar Buku Kwitang kebanyakan pelajar dan mahasiswa. Alasannya, karena buku-buku edisi lama yang sesuai untuk kepentingan skripsi dan makalah bisa ditemukan di sini. Beda dengan toko buku besar yang hanya menyediakan buku edisi terbaru. Selain itu, harga buku di Pasar Buku Kwitang juga jauh lebih sesuai dengan kantong pelajar.

Ajhi Santoso (18), mahasiswa arsitektur di Universitas Gunadarma Depok, mengaku sering mendatangi pasar buku ini ketika membutuhkan referensi untuk kepentingan kuliahnya. Tempat ini menjadi pilihan pertama remaja tersebut karena letaknya yang strategis, memudahkan Ajhi untuk datang bersama kakaknya yang juga membutuhkan buku-buku akuntansi. Mahasiswa yang satu ini jauh lebih memilih buku fisik ketimbang e-book­ yang bisa diunduh di gawai karena “memegang handphone bikin enggak fokus,” ungkapnya.

Meski bukan lagi mahasiswa, Eko (44) mengungkapkan bahwa kebiasaan untuk mencari buku-buku edisi lama di tempat ini masih terus ia lakukan sejak tahun 2010, saat ia masih kuliah S2. Dengan membawa istri dan dua orang anak usia sekolah dasar, ia mencari kamus Arab-Indonesia untuk anaknya. Kecintaannya akan buku-buku antik dari Pasar Buku Kwitang itu dapat dibilang menurun kepada kedua anaknya. “Anak-anak saya memang suka baca buku,” tuturnya bangga.

Memang, para remaja yang menjadi aktor terpenting dalam pelestarian Pasar Buku Kwitang ini mulai diarahkan untuk mencintai buku sejak usia muda. Oleh karena itu, bahkan di tengah maraknya perkembangan teknologi pada era globalisasi, Pasar Buku Kwitang tetap bertahan. Malahan, keberadaan Pasar Buku Kwitang yang berlawanan dengan arus perkembangan zaman justru disokong oleh pemuda-pemudi yang memiliki peran paling besar dalam teknologi. Pasar Buku Kwitang yang sarat sejarah masih terus diminati oleh kalangan anak muda sampai sekarang.

 

Tim Penulis Kelompok II Magangers Kompas Muda Batch X tahun 2018

Kelompok Samsara  :  dari kiri ke kanan, Muhammad Raihan Aditama (fotografer), SMA Negeri 1 Wonosobo Jawa Tengah, Nailah Shabirah (desainer grafis), SMAN 1 Depok Jawa Barat, Regina Tahir (reporter), SMAK 1 BPK Penabur Jakarta, Zefanya Lintang Litani Prasetya (reporter), SMA Negeri 70 Jakarta dan Vincentius Ilo Prakoso (reporter), SMA Kolese De Britto Yogyakarta .  

  • Catatan : Artikel di atas merupakan tulisan asli tim penulis kelompok II.