Cerita Di Balik Wisata Hutan Mangrove Angke

0
4781

Gedung-gedung tinggi, padatnya perumahan, serta jalanan yang tidak bersela merupakan sambutan untuk kalian ketika tiba di Jakarta. Tak heran, apabila polusi adalah sahabat semua warga Jakarta. Hal ini tidak lepas dengan kepadatan penduduk di kota ini. Masyarakat yang tinggal di Jakarta adalah masyarakat campuran. Maksudnya, ada yang merupakan warga asli Jakarta dan ada yang merupakan warga dari daerah lain yang berimigrasi ke kota untuk mengadu nasib.

Ibukota negara tentu merupakan tempat yang menggiurkan untuk mencari uang. Jakarta adalah pusat dari segala pusat. Mulai dari pusat pemerintahan, pusat industri, maupun pusat perbelanjaan. Saat hari libur, kebanyakan warga Jakarta akan menghabiskan waktu mereka bersama keluarga dengan jalan-jalan ke mal. Hal ini disebabkan karena sangat sulit menemukan lingkungan hijau di Jakarta hanya untuk melepas penat selepas melewati hari yang padat.

Sulit bukan berarti tidak ada, bukan? Hutan mangrove yang terdapat di Angke Kapuk, Jakarta Utara, bisa menjadi salah satu destinasi wisata Anda untuk mengisi liburan. Tempat ini sangat cocok untuk menjadi pelarian sekadar mencari udara segar dan lingkungan yang asri. Indahnya panorama yang disuguhkan akan membuat Anda rileks dan damai.

“Hutan ini hawanya enak, tenang, dan saya bisa refreshing sekaligus olahraga dengan jalan di sini,” kata Yanti, salah satu pengunjung saat diwawancari pada Rabu, (16/5/2018).

Hutan mangrove Angke ini memiliki luas sekitar 99,2 hektar yang tersebar di beberapa titik. Khusus mangrove yang berada belakang Tzu Chi School merupakan hutan wisata yang disediakan pemerintah dan dikelola oleh pihak swasta. Anda cukup membayar sebanyak Rp. 25.000 untuk memasuki kawasan ini.

Bagi kalian yang ingin merasakan sensasi bermalam di hutan, Hutan mangrove PIK ini juga menyediakan penginapan. Terdapat wahana bermain untuk anak sehingga cocok dijadikan tujuan rekreasi bersama keluarga. Kalian bisa berkeliling di area hutan dengan jalan kaki. Apabila merasa lelah, pengunjung dapat beristirahat di tempat yang telah disediakan, seperti ayunan yang tersebar hampir di sepanjang jalan dan pondok-pondok kecil.

Ketika merasa haus dan lapar, kalian dapat mengunjungi kantin yang ada di tengah-tengah area wisata. Pihak pengelola wisata hutan mangrove juga menyediakan kano dan sepeda air untuk kamu yang ingin berwisata air. Menurut pengelola, jumlah pengunjung pada hari libur mencapai angka 3.000 pengunjung, sedangkan hari kerja jumlah pengunjung mencapai ratusan saja.

Namun, tahukah Anda bahwa hutan mangrove ini pernah gundul karena ulah masyarakat? Hutan mangrove PIK dikuasai oleh masyarakat pada tahun 1997. Masyarakat melakukan penebangan pohon secara besar-besaran untuk membuat tambak ikan. Alhasil 95 pesen hutan mangrove rusak total. Daerah tersebut menjadi gersang akibat hilangnya hutan.

Akibat kerusakan parah ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada masanya memerintahkan jajarannya untuk merebut kembali lahan hutan tersebut. Pada dasarnya, hutan tersebut adalah milik pemerintah sebagai hutan wisata. Namun, pemanfaatan lahan tidur yang digalakkan pemerintah membuat masyarakat salah dalam menganggap hutan tersebut sebagai lahan tidur yang dapat digarap.

Resijati Wasito, salah satu Polisi Hutan Balai Koordinasi Sumber Daya Alam (BKSDA)

”Susah sekali untuk mengembalikan hutan seperti dahulu. Kami tanami kembali, tapi dirusak lagi oleh masyarakat, pernah juga dibakar,” kata Resijati Wasito, polisi hutan dari Balai Koordinasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Reboisasi hutan akan menghilangkan sumber pendapatan masyarakat melalui tambak-tambak ilegal. Hal itu menyebabkan masyarakat menolak keras pengambilan kembali lahan tersebut oleh pemerintah. Menurut Resijati, berbagai usaha telah dilakukan pihaknya, mulai dari bernegosiasi hingga penutupan tambak secara sepihak, tetapi masyarakat keras kepala mempertahankan tambak. Pada tahun 2007, masyarakat berhasil diusir dengan diadakannya operasi gabungan. Provokator penambak dijerat pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang akhirnya dijebloskan dalam penjara dan dengan masa percobaan dua tahun.

Beberapa masyarakat perambah bekerja di hutan magrove PIK ini sebagai buruh harian. “Saya sudah 17 tahun di sini. Sebelumnya saya nambak, tapi saya juga yang menanam mangrove dan merawat sampai besar,” kata Maid, perawat bibit mangrove.

Maid dan rekannya membelah bambu sebagai bahan yang akan dianyam untuk media penanaman mangrove

Walaupun telah dikelola dengan baik, sampah plastik masih terlihat di kawasan hutan. Hal ini dikarenakan pasang-surut air laut. Apabila pasang, air akan naik dan membawa sampah dari laut hingga ke kawasan hutan dan tersangkut di sana apabila surut. Banyaknya sampah ini telah diminimalisir pengelola dengan mengadakan patroli dan operasi membersihkan sampah setiap minggu.

Bahkan, pihak pengelola memasang jaring sebagai penghalau sampah masuk ke kawasan hutan di titik pertemuan sungai dan laut Angke. Menurut Maid, sampah ini berasal dari kebiasaan masyarakat yang membuang sampah di sungai dan limbah industri yang tidak diolah yang kemudian terbawa arus hingga ke laut.

Hutan mangrove sangat penting untung kelangsungan hidup masyarakat. Mangrove dapat berfungsi sebagai pencegah abrasi pantai, penahan gelombang, dan menahan lumpur yang dapat menjadi habitat biota laut, seperti udang, kepiting, dan tempat singgah burung-burung laut. Selain itu, mangrove berperan sebagai penyangga apabila terjadi angin topan dan badai.

Hutan mangrove PIK merupakan penghasil oksigen masyarakat Jakarta. Banyaknya polusi di Jakarta salah satunya disebabkan oleh jumlah hutan yang semakin menipis. Gas karbon dioksida yang dilepaskan lebih banyak dibanding yang diserap oleh tanaman sehingga warga menikmati kualitas udara yang kurang baik.

Indonesia merupakan pemilik ekosistem mangrove terluas di dunia. Berdasarkan data dari KLHK pada tahun 2015, luas hutan mangrove Indonesia sebesar 3,5 juta hektar yang mencakup 23 persen ekosistem mangrove dunia. Sayangnya dari jumlah itu diketahui 1,8 juta hektar dalam kondisi rusak, sementara sisanya dalam kondisi baik.

Berwisata ke hutan mangrove dapat mengedukasi diri untuk lebih mencintai hutan dan bersama merawatnya. Anda dapat mengenal hutan beserta jenis flora dan fauna khas hutan mangrove. Liburan sekaligus belajar tentu sangat menyenangkan, bukan? Jadi, tertarik mencoba?

Penulis : Balqis Hijrah NJ/MUDA BERKATA

Editor : Kompas Corner/Nico Wiranito

Foto : Balqis Hijrah NJ