Pesta Raya Kanisius untuk Indonesia

0
883
Tampak Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sedang menikmati acara Kolese Kanisius. Foto : Aldo Maximillian

Pada 11 November 2017, JIEXPO Kemayoran Hall D2 dipadati oleh pengunjung dari berbagai kalangan untuk menikmati sajian perayaan 90 tahun Kolese Kanisius (SMA Kolese Kanisius bersama dengan 65 tahun SMP Kolese Kanisius) berdiri yang berkolaborasi dengan SMA Kolese Gonzaga Jakarta, SMA Santa Ursula Jakarta, SMK Theresia Jakarta, dan SMA Kolese Loyola Semarang.

Pesta Raya Kanisius untuk Indonesia merupakan acara puncak dari ulang tahun Kolese Kanisius yang dimulai sejak 6 Januari 2017 lalu, dengan berbagai acara dari misa pembukaan, pesta rakyat, rekoleksi, workshop pendidikan untuk guru, operasi katarak, alumni day, visitasi Pater Jenderal Yesuit, Pater Arturo Sosa S.J., deklarasi pluralisme Raga Muda oleh pelajar Jakarta, pementasan drama Kanisius Anak Walikota, education fair baik SMP dan SMA, perlombaan antar sekolah (POR CC dan CASANOVA), dan terakhir pekan sosial (camping lingkungan alam, live in di desa, dan ekskursi toleransi).

Suasana Perayaan 90 Tahun Kolese Kanisius di Hall D2 JIEXPO Kemayoran. Foto : Aldo Maximillian

Perayaan tersebut mengambil tema utama Bracing The New Century : The Past Reinvented, The Future Regenerated dan terdiri dari tiga bagian besar yaitu Pesta Anak Bangsa, Doa Bagi Bangsa, dan Simfoni Kanisius untuk Indonesia.

Pesta Anak Bangsa

Jika masuk pintu utama, pengunjung akan disambut dengan berbagai macam booth yang menjual macam-macam makanan, sehingga asalkan membawa uang, pengunjung tidak perlu merasa khawatir akan rasa lapar.

“Manusia Batu” yang diperankan oleh siswa SMA Kolese Kanisius. Foto : Vania Theola

Suasana sangatlah ramai dan ceria dimana setiap alumnus Kolese Kanisius bertemu kembali dengan teman-teman masa muda mereka. Acara puncak perayaan ini kemudian menjadi ajang reuni tersendiri bagi banyak alumnus.

Penampilan dimulai dari pukul sembilan pagi di koridor Hall D2 dengan dua panggung utama dan berbagai booth yang menceritakan kisah perjalanan Kolese Kanisius sejak 1927 dengan berbagai komunitasnya. Terdapat hasil karya seni siswa SMP dan SMA Kolese Kanisius yang ditampilkan seperti lukisan tangan di kanvas, digital painting, hasil fotografi, film pendek, dan penampilan musik. Panitia yang berasal dari siswa sendiri sangat antusias untuk menjelaskan hasil karya mereka kepada pengunjung.

Siswa SMA Kolese Kanisius melukis mural di triplek. Foto : Vania Theola

Seperti ada siswa yang melukis mural secara langsung di triplek dan pula ada siswa yang menggambar sketsa wajah pengunjung. Hal ini menarik perhatian dari banyak pengunjung dan juga ikut serta mengikuti siswa yang memiliki talenta musik ini.

Lebih serunya adalah ketika pengunjung diberikan penampilan oleh  siswa-siswa yang mengikuti seni wajib teater. Mereka menampilkan keahlian dalam berperan yang ditunjukkan dengan berpantomim dan menjadi manusia batu. Siswa-siswa ini melayani pengunjung yang ingin berfoto dengan mereka yang masih berbalut cat tubuh berwarna emas dan cat hitam-putih untuk muka.

Pemain Band Pesantren Assidiqiyah Jakarta. Foto : Vania Theola

Tidak hanya hasil karya siswa Kolese Kanisius sendiri tapi ada penampilan yang tidak kalah menarik dari modern dance SMA Santa Ursula BSD dan band dari Pesantren Assidiqiyah Jakarta.

Kolese Kanisius juga menerbitkan tiga buku dalam rangka memperingati ulang tahunnya yaitu Praktik Pembelajaran Reflektif (Cerdas Berkarakter), Examen Conscientiae, dan Buku Memoar 90 Tahun Kanisius untuk Indonesia.

Doa Bagi Bangsa

Perarakan misa kudus Perayaan 90 Tahun Kolese Kanisius. Foto : Aldo Maximillian

Kemudian juga ada kegiatan Doa Bagi Bangsa dari berbagai agama di Indonesia seperti Islam, Katolik, Kristen, Budha, Baha’i, dan Sikh. Pembukaan acara dibawakan oleh Ulil Abshar Abdalla, seorang tokoh Jaringan Islam Liberal yang berbicara mengenai toleransi. Bahwasanya Indonesia memang sudah beragam dan perlu dijaga perbedaan tersebut sebagai pemersatu bangsa. Hal itu bisa dimulai lewat pendidikan yang toleran sebagaimana SMA Kolese Kanisius yang membuka diri terhadap keberagaman.

Doa Untuk Bangsa. Foto : Aldo Maximillian

Setelah itu diadakan misa kudus untuk mengucap syukur atas peringatan 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius yang dipimpin oleh Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja, S.J. bersama 25 pastur yang lain. Hadir pula Mgr. Julianus Kema Sunarka, S.J. dan Pater Petrus Sunu Hardiyanta, S.J.

Simfoni Kanisius untuk Indonesia

Simfoni Kanisius untuk Indonesia dimulai pukul 19.00 dengan empat pranatacara yaitu Putri Ayudya, Lisa Aryanto, Charles Bonar Sirait, dan Arto Soebiantoro yang menyambut kehadiran Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Badwedan, Ph.D.

Pidato juga dilakukan oleh Pater Eduard Calistus Ratu Dopo, S.J. sebagai Kepala SMA Kolese Kanisius dan Ketua Panitia Perayaan 90 tahun Kolese Kanisius yang diteruskan oleh Pater Provincial Jesuit di Indonesia, Pater Petrus Sunu Hardiyanta, SJ. Beliau membuka sambutannya dengan bergurau mengenai masa kuliahnya 25 tahun dulu katanya, “Dulu waktu saya kuliah, saya diospek oleh Pak Anies.” Beliau banyak berbicara mengenai Imperative Categories yang ditulis oleh Immanuel Kant bahwa jika ingin dicintai maka harus mencintai dan seterusnya. Selain itu, Pater Sunu juga menyampaikan pesan dari Pater Jenderal Yesuit, Pater Arturo Sosa S.J., yang mengatakan mengenai permasalahan di Indonesia yaitu kekurangan statesman alias negarawan. Beliau mengajak Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk mengajak siswa-siswa DKI Jakarta agar menjadi negarawan nantinya yang membangun Indonesia.

Seusai sambutan diberikan oleh Pater Sunu, giliran Anies Baswedan memberikan sambutan. Beliau membuka sambutannya dengan suatu gurauan yang seakan menjawab gurauan dari Pater Sunu, katanya, “Dulu karena dipelonco, Pater Sunu ini bisa jadi provincial ini,” ucap Anies Baswedan sambil tertawa. Anies Baswedan banyak berbicara tentang membangun Jakarta sebagai kota pendidikan dimana Kolese Kanisius sendiri sudah mewarnai Jakarta semenjak 90 tahun yang lalu. Pendidikan harus ditekankan untuk menjadi eskalator kesejahteraan warga Jakarta.

Canisius Wind Ensemble memainkan lagunya. Foto : Aldo Maximillian

Acara menjadi semakin menarik ketika Canisius Wind Ensemble bersama dengan vokalisnya memainkan lagu Nasi Goreng (Belanda) dan Space Battleship Yamato 2199 (Jepang) yang menandai kiprah Kolese Kanisius dari zaman Belanda dan Jepang hingga lepas dari penjajahan.

Pemain Gamelan Soepra (tampak samping). Foto : Aldo Maximillian

Gamelan Soepra yang dibawakan oleh SMA Kolese Loyola juga semakin menarik perhatian penonton ketika dapat membawakan lagu Phantom of The Opera dengan apik dan uniknya Gamelan Soepra juga mampu membawa lagu Pay Phone dari Maroon 5. SMA Kolese Gonzaga juga menampilkan Tari Saman dari Aceh yang memukau penonton sehingga tepuk tangan memenuhi Hall D2. Tidak hanya penampian tersebut, ada Tari Kecak yang dibawakan oleh SMP Kolese Kanisius yang mengundang gelak tawa karena kekompakkannya. Tentunya menjadi semakin menarik ketika paduan suara gabungan SMA Kolese Kanisius, SMA Santa Ursula, dan SMK Theresia menyanyikan lagu Rayuan Pulau Kelapa.

Tak lupa pula bahwa terdapat lima penerima penghargaan Alumni award, seperti Ananda Sukarlan (Bidang Budaya), Irwan Ismaun Soenggono (Bidang Pembinaan Berkelanjutan), dr. Boenjamin Setiawan, Ph.D.(Bidang Kewiraswataan), Derianto Kusuma (Bidang Prestasi Kanisian Muda) dan Pater Franz Magnis Suseno, S.J. (Bidang Pengabdian).

Kata Mereka

Beberapa pengisi acara mengungkapkan perasaan mereka seperti Kreshna Adhika yang ikut serta dalam gabungan paduan suara. Kreshna mengatakan bahwa dirinya sangat bahagia bisa tampil di acara yang besar ini. Menurutnya, tim paduan suara SMA Kolese Kanisius baru pertama kalinya ia alami tampil bersama, baik gabungan dari SMP Kolese Kanisius,  SMA Santa Ursula, SMK Theresia, dan Gamelan Soepra dari SMA Kolese Loyola. “Jujur, ini sangat memuaskan bagi saya,” tutup Kreshna.

Penari Kecak SMP Kolese Kanisius. Foto : Aldo Maximillian

Seperti Kreshna, Elbert Christoval yang menjadi konduktor Canisius Wind Ensemble juga merasakan hal yang sama. “Saya bangga bisa menjadi bagian dari komunitas kolese yang besar ini,” ujarnya sambil tertawa.

Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Pamong SMA Kolese Loyola, Pater Agustinus Suharyadi, S.J. kepada reporter. Beliau berkata bahwa pengalaman kolaborasi ini sangat berharga untuk siswa-siswi SMA Kolese Loyola yang bermain gamelan dan juga SMA Kolese Kanisius karena bisa berlatih dalam waktu yang singkat.

“(Gamelan) Soepra sudah pernah bermain di Lawang Sewu, kunjungan Pater Jendral Jesuit di Yogyakarta dan sekarang di Jakarta bersama SMA Kolese Kanisius. Sebelumnya kami juga berkolaborasi dengan Kolese Gonzaga,” ujar Pater Suharyadi sambil membereskan gamelan. Beliau menambahkan bahwa siswa saat ini belajar bukan hanya di kelas melainkan bekerja sama di luar seperti kolaborasi musik dan seni.

Tim Liputan

Reporter : Benediktus Tandya Pinasthika (SMA Kolese Kanisius), Daniel Ananda Pradipta (Mahasiswa Universitas Parahyangan), dan Gregorius Bernadino Saragih (SMA Kolese Gonzaga)

Fotografer : Aldo Maximillian (SMA Kolese Kanisius) dan Vania Theola (SMA Don Bosco II)