Ketika Pers Mahasiswa Mengunjungi Pers Nasional

0
689

Seperti biasa, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut mengadakan kunjungan ke media nasional. Selasa (9/5) LPM Institut mengunjungi Harian Kompas yang berkantor di daerah  Palmerah Selatan, Jakarta.

Dari kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menuju Stasiun Pondok Ranji, kami naik angkot S10. Siang itu, cuaca sedang panas-panasnya, ditambah dengan macetnya daerah Pondok Ranji, Tangeran Selatan.

Setelah sampai di Stasuin Pondok Ranji, kami turun dari angkot tersebut. Kemudian, kami segera ke Stasiun Pondok Ranji. Sembari menunggu Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line datang, sebagian dari kami ada yang memainkan handphone smartphone-nya, adapula yang bersenda gurau dengan kawannya. Setelah kereta datang, kami segera menaiki kereta tersebut. Saat itu, kereta menuju Palmerah penuh sehingga kami tidak mendapat tempat duduk.

Pukul 13.50 WIB, kami tiba di kantor Kompas dan bertemu dengan Satuan Pengamanan (Satpam). Kemudian, ia mempersilahkan kami masuk ke gedung Kompas. Kami melihat-lihat patung dan pajangan yang unik di lantai dasar gedung Kompas. Patung dengan bentuk dua seekor hewan.

Kemudian, kami bertemu dengan receptionist, dan ia mempersilahkan untuk masuk ke dalam ruangan dan disuguhkan makanan ringan. Ruangan tersebut bersih, rapi, serta dingin. Dalam ruangan itu ada Pak Budi yang memakai kacamata, Pak Ilham, dan Pak Agung selaku pembicara. Mereka sangat ramah kepada kami.

Pak Budi menceritakan sejarah dari Kompas, bahwa Kompas sudah berdiri sejak Juni 1965 dan sekarang Kompas sudah berusia 52 tahun. Kompas didirikan oleh Peter Kansius (P.K) Ojong sebagai pimpinan umum dan Jakob Oetama sebagai pimpinan redaksi. Pak Budi juga menceritakan Kompas menyebarkan wartawan-wartawannya ke berbagai daerah di Indonesia.

“Di Jakarta hanya ada 150-an orang wartawan, sedangkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darusslam ada dua orang wartawan, Bandung ada enam orang, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ada empat orang, dan di Surabaya cukup banyak.  Hampir semua provinsi ada wartawan, namun, tidak semua kabupaten dipegang oleh wartawan,” ujar Pak Budi.

Selain dengan memperkenalkan sejarah Media Harian Kompas, Pak Budi juga menjelaskan tentang Kompas Muda yang lagi ia jalankan. Dalam Kompas Muda itu terdapat dua bentuk terbitan yaitu cetak dan online. Kompas Muda juga memiliki situs blog sosial yakni muda.kompas.id. Situs itu diisi dengan  tulisan para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan anak-anak SMA.

Para wartawan yang terbiasa kerja lembur disediakan fasilitas kamar yang terdapat di ruang redaksi

Bentuk tulisan yang diterbitkan di muda.kompas.id dimoderasi terlebih dahulu oleh admin dari Kompas. Bentuk tulisannya pun beragam, mulai dari opini, catatan perjalanan, bahkan cerpen. Untuk tulisan Kompas Muda yang akan diterbitkan di media cetak, akan diseleksi terlebih dahulu, dan juga menyesuaikan tema yang akan diterbitkan.

Setelah itu peserta kunjungan LPM Institut juga diberikan kesempatan untuk masuk dan melihat ruangan redaksi dari Harian Kompas. Begitu banyak meja yang ada di dalamnya dan tumpukan buku di atasnya. Meja-meja tersebut milik wartawan dan karyawan redaksi lainnya. selain para karyawan, ada juga meja untuk para pekerja yang magang di kantor Kompas Gramedia.

Dalam ruang redaksi juga terdapat ruang untuk rapat dan juga ruang untuk siaran. Para wartawan yang terbiasa kerja lembur juga telah disediakan fasilitas kamar yang terdapat di ruang redaksi. Selain itu, terdapat kerajinan origami yang dibuat sendiri untuk hiburan di kala para keryawan lelah dan merasa bosan.