Sepak Terjang Penggemar Robot

0
1290

Awal Ramadhan lalu, hujan mengguyur Kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya di Sukolilo, Surabaya. Namun, hal itu tak mengusik keasyikan para mahasiswa yang sedang mengutak-atik robot line tracer atau robot mini untuk balapan.

Sekilas gerakan robot itu sederhana. Hanya bergerak lurus atau berbelok-belok mengikuti rute. Namun, ternyata tidak mudah untuk membuat robot bergerak seperti itu. Pembuatnya kadang mesti terus mengutak-atik robot sampai pagi.

Hal itu kerap dilakukan Denny, Bayu, Paminto, Itsna, Debby, Gilang, dan Fakhris, mahasiswa Teknik Elektro Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). Juni lalu, mereka semestinya bisa menikmati liburan kuliah. Namun, mereka tetap bekerja untuk membuat robot line tracer yang andal. Selain itu, mereka juga mesti membimbing para yunior mereka di Unit Kegiatan Mahasiswa Robot PENS.

Fakhris paling bersemangat mengutak-atik robot. Ia mencoba robot berlari di lintasan besar, tetapi baru beberapa meter gagal. ”Periksa dalamnya supaya tahu mengapa mogok,” kata Bayu.

Ternyata, ia perlu diprogram ulang. ”Memang capek bolak-balik robot berhenti, tapi aku seneng bikin ini,” kata mahasiswa semester dua tersebut.

Pintu masuk

UKM Robot tak hanya menghimpun mereka yang suka robot, tetapi juga menjadi pintu masuk bagi tim peserta lomba robot. Di Universitas Indonesia, anggota tim robot soccer Harianto Adiprasetyo, mahasiswa Departemen Teknik Elektronika, juga mengawali kiprahnya di UKM sebelum lulus seleksi masuk tim.

”Di kampusku semua mahasiswa baru dikenalkan kepada UKM, tetapi yang benar-benar bisa bertahan di situ tidak banyak. Awalnya ada 200 mahasiswa yang ikut, belakangan tinggal sekitar 50 mahasiswa,” tutur Harianto.

Ia bisa bertahan karena lewat UKM ia bisa mempraktikkan ilmunya. ”Sayang banget kalau kita belajar membuat jaringan dan lainnya, tetapi tak dipraktikkan. Nah, setelah masuk UKM robot dan tim robot soccer, aku bisa terus berlatih,” lanjutnya.

Sistem yang sama juga berlaku di PENS dan ITS. Bagi mereka yang tak masuk tim robot, bukan berarti keberadaan mereka tak punya arti. Mereka bisa membantu anggota tim dan anggota UKM nontim untuk berlomba di line tracer robot yang diadakan di berbagai perguruan tinggi.

Ada cewek lho

 

Mahasiswa peserta UKM Robot Politeknik Elektronika Negeri Surabaya sedang berlatih memprogram Robot, Juni 2016 di Surabaya Kompas/Soelastri Soekirno (TRI)
Mahasiswa peserta UKM Robot Politeknik Elektronika Negeri Surabaya sedang berlatih memprogram Robot, Juni 2016 di Surabaya
Kompas/Soelastri Soekirno (TRI)
Kontes Robot Indonesia tingkat Nasional 2016 di Surabaya pada awal Juni 2016 Kompas/Soelastri Soekirno (TRI)
Kontes Robot Indonesia tingkat Nasional 2016 di Surabaya pada awal Juni 2016
Kompas/Soelastri Soekirno (TRI)

 

Penggemar robot ternyata bukan cuma cowok. Cewek juga ada lho. Mereka juga ikut UKM.

Meski cewek, tak ada perbedaan tugas buat mereka. Mereka juga ditantang untuk sama-sama membuat robot. Mereka bisa terlibat sebagai programmer, bisa pula sebagai perancang model robot. Manakah yang paling penting? Keduanya penting karena programmer tanpa bantuan model robot juga tak bisa bekerja. Mereka mesti kerja sama.

Itulah yang dilakukan anggota cowok dan cewek—tim Erisa dari PENS. Mereka membuat robot seni tari yang seimbang. Hasil kerja keras dan kekompakan mereka membawa Erisa menjuarai Kontes Robot Seni Tari Indonesia tingkat Nasional 2016 di Surabaya. Dua robot penari Topeng Betawi buatan mereka tampil apik dan kompak dengan aneka variasi gerakan.

Yang jelas, apa pun divisinya (robot soccer, penari, pemadam api, dan ABU (digerakkan tenaga hibrid), mereka harus menyiapkan diri selama berbulan-bulan sampai setahun untuk mengikuti kontes.

”Malam ini kami kumpul di kampus mulai bersiap untuk kontes robot tahun 2017,” ujar Muhammad Ainur Fahd dari bagian Humas UKM Robotika ITS. Anggota UKM Robotika baik cowok maupun cewek kerap begadang di kampus. Mereka juga mesti memikirkan dana untuk mengembangkan robot. Maklum, harga satu robot rata-rata Rp 50 juta-Rp 90 juta. Beruntung, perguruan tinggi tempat mereka kuliah ikut turun tangan.

ITS dan PENS cukup memfasilitasi keperluan pengembangan robot. Mereka mempunyai dosen pembimbing yang tekun mendampingi mahasiswa. Bahkan, ITS punya laboratorium robot sebagai sarana mahasiswa berinovasi.Tak heran bila PENS bersama ITS menjadi dua dari beberapa perguruan yang mahasiswanya berprestasi di bidang robotika.

Pada RKI 2016 lalu, PENS kembali menjadi juara umum. Mahasiswa juga berjaya dalam perlombaan di luar negeri. Awal Juli lalu, tim mahasiswa ITS menempati peringkat tiga besar pada Kompetisi Robot Kapal (RoboBoat) Internasional 2016 di Virginia, AS.

Kemajuan riset dan teknologi robot di Tanah Air terasa menggembirakan. Meskipun belum diaplikasikan ke teknologi sesungguhnya, masa depan perobotan cukup cerah. Hal itu, antara lain, berkat peran anak muda pecinta robot. (TRI)

Sejumlah siswa sekolah dasar di Surabaya mengikuti Festival Robot di Surabaya.

 


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Juli 2016, di halaman 25 dengan judul “Kreativitas Sepak Terjang Penggemar Robot”.