DJ nomor satu dunia saat ini, Dimitri Vegas (and Like Mike), tampil pertama kalinya di Indonesia. Ribuan orang bergoyang seiring bunyi entakan ritmis musik elektronik. Inilah ”peribadatan” bagi generasi yang mengimani pesta.

Bulan setengah potong menggantung di langit ketika sekitar delapan ribu pengunjung, Sabtu (28/5) dini hari, masih melonjak-lonjak penuh energi dalam iringan musik elektronik yang memacu degup jantung. Pesta rave terasa kian memanas. Bulir-bulir keringat mengucur di pelipis. Para raver ini pantang pulang sebelum terang.

Inilah perhelatan perdana ShiverinG Ground Music Festival di EcoPark, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta. Satu lagi festival musik elektronik muncul di Indonesia, yang sudah tercatat sebagai salah satu dance scene yang diperhitungkan di arena internasional. Terus tumbuhnya perhelatan EDM mencerminkan kian mapannya subkultur ini di sebagian kota besar di Indonesia.

Selain Dimitri Vegas and Like Mike, sederet disc jockey (DJ) dunia lainnya turut dihadirkan dalam festival ini. Mulai dari Dirty South, Jay Hardway, OOKAY, TWRK, MATTN, Aly & Fila, Rusko, dan Pegboard Nerds. DJ MATTN adalah istri dari DJ Dimitri Vegas.

Pukul 01.03, sebuah mobil Toyota Alphard putih merapat ke belakang panggung perhelatan. Sang bintang utama yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Dimitri Vegas turun dari mobil dengan kaus putih polos yang unik, bolong-bolong kecil merata seperti tersangkut kawat berduri. Ia sendirian, tak tampak partnernya, DJ Like Mike. Dimitri  Vegas and Like Mike adalah pasangan duo DJ sehingga penyebutan nama mereka kerap bersamaan.

”Mike sakit,” celoteh beberapa panitia di belakang panggung.

Pantas saja, wajah Dimitri terlihat mendung dan lelah. Ia lalu bersedia menerima para wartawan dalam jumpa pers, tetapi tanpa tanya jawab. Dimitri sekadar mengucapkan sambutan singkatnya menjelang pentas dan mengabarkan Mike berhalangan hadir bersamanya.

Setelah jeprat-jepret pengambilan foto singkat, jumpa pers selama sekitar 3 menit itu pun bubar. Tak berapa lama kemudian, Dimitri bersedia menerima Kompas, satu-satunya media yang dini hari itu mewawancarainya secara khusus sebelum pentas. Ia rupanya baru saja tiba di Jakarta dengan penerbangan terakhir dari Bali dan langsung merapat ke Ancol.

”Musik elektronik sudah menjadi bagian yang mapan di industri musik global. Dia sudah menjadi bunyian yang berpengaruh. Musik elektronik enggak sekadar tumbuh, tapi juga bisnis besar. Tahun ini pendapatan musik elektronik mencapai yang tertinggi,” ujar Dimitri, yang tengah menjalani tur di Asia.

Bisnis besar

Dimitri benar. Merujuk laporan bisnis dari International Music Summit (IMS) Ibiza di Spanyol, 25-27 Mei, industri musik elektronik atau biasa disebut electronic dance music (EDM) memang kian mereguk fulus gila-gilaan sekalipun kondisi perekonomian dunia disebut-sebut masih cukup lesu. Laporan tahunan yang menganalisis industri EDM secara global itu menyebut industri ini tahun
2015 mencapai nilai 7,1 miliar dollar AS, meningkat 60 persen dibandingkan tiga tahun sebelumnya.

Laporan yang dimuat dalam danceonomics.com itu juga menyebut pendapatan para DJ kondang dunia, seperti DJ Calvin Harris pada 2015 misalnya mencapai sekitar 66 juta dollar AS, melampaui pebalap Formula 1 dan pebasket tenar.

Besarnya skala bisnis dalam industri EDM ini juga ditopang oleh terus tumbuhnya kelab-kelab serta festival EDM di banyak negara, khususnya Asia. DJ Magazine, majalah kiblat EDM yang berpengaruh di dunia, menyebut tiga kelab di Jakarta dalam daftar 100 kelab terpopuler dunia tahun 2016 ini. Ketiganya adalah Colosseum (#67), Dragonfly (#78), dan X2 (#97).

Kompas/Riza Fathoni
Kompas/Riza Fathoni

”Elektronik musik adalah musik generasi sekarang dan akan terus tumbuh. Dia adalah bunyian yang berdaulat saat ini,” ujar Dimitri, yang beberapa waktu lalu didaulat oleh tim Hillary Clinton untuk tampil memeriahkan kampanye politiknya.

Darshan Pridhnani, pihak promotor dari Hype Music Indonesia, penyelenggara ShiverinG Ground, juga mengungkap hal senada. Pertumbuhan industri EDM di Indonesia amat ditunjang dengan maraknya pentas para DJ, baik dari dalam maupun luar negeri, di kelab-kelab. Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali sejauh ini menjadi simpul EDM di kelab-kelab. Sementara festival EDM luar ruang atau rave pasarnya masih berpusar di Jakarta dan Bali. Hype sendiri selama ini menggarap pergelaran EDM di kelab-kelab di banyak kota tersebut.

Fantasi

Pukul 02.00 Dimitri pun langsung meluncur ke atas panggung. Sorak-sorai pengunjung bergemuruh. Dimitri langsung menyerukan sapaan.

”Apa kabar Jakarta?”

Rona wajahnya kini bersemangat. Ia berusaha memacu energinya. Dentuman musik langsung menggelegak ketika membawakan komposisi dari albumnya, Bringing the World the Madness.

Kompas/Riza Fathoni
Kompas/Riza Fathoni

Komposisi andalan dimainkan, seperti The Hum dan Ocarina, anthem song dari perhelatan akbar EDM Tomorrowland di Belgia, kian memicu orang-orang bergoyang panas di bawah tembakan-tembakan lampu laser.

Di tengah lautan massa, seorang raver perempuan naik ke gendongan di pundak teman prianya. Ia berjoget sembari membentangkan bendera Merah Putih. Tawanya pecah bertaburan saat butiran-butiran salju buatan turun dari langit. Dingin….

Segala atraksi itu menjadi fantasi yang dinikmati dengan berkesadaran. Mungkin ini eskapisme menyenangkan di tengah kejengahan akan munculnya fantasi ”ideologi monster” yang disebut-sebut bangkit kembali. Yang terakhir itu jenis fantasi yang juga menghibur, layak ditertawakan.

Sarie Febriane


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Juni 2016, di halaman 23 dengan judul “Musik: Panas Dingin Dimitri”